CH. 11

5.8K 956 52
                                    

Mila mengurus Serein dengan baik selama Archie dan Siri sibuk dengan urusan mereka. Selama hampir dua jam Mila berada dibagian depan dengan Rein yang tenang dalam rangkulan Mila. Anak balita dua tahun itu memilih memainkan kancing pakaian Mila dan terus mengoceh meski tidak semua kosakata yang keluar bisa Mila mengerti.

Saat Jeje datang, matanya menyipit dan langsung bertanya, "Kok, si kecil ada di sini? Mana bapaknya?"

"Lagi jemput Bu bos, Mas Jeje."

"Eje!" seru Serein dengan cepat mengikuti panggilan yang Mila berikan pada Jeje.

Jeje menatap ngeri pada Serein. Bukan karena jijik, tapi Jeje takut melukai makhluk kecil itu hingga selalu canggung dengan anak-anak, terutama bayi.

"Mereka belum pulang? Dari jam berapa, sih?"

Mila menilik jam tangan ramping di tangan kirinya dan yakin bahwa sekarang sudah tepat dua jam Archie dan Siri hilang dari pandangan. "Udah dari jam sebelas, Mas Jeje. Udah jam satu, dua jam aku jagain Rein."

Jeje mengeluh pelan, takut jika Serein mendapatinya melakukan reaksi berlebihan. "Periksa apa periksa, sih, mereka itu?"

Mila hanya tersenyum—meringis—kepada Jeje yang mulai mengendus kecurigaan terhadap Archie dan Siri.

"Emangnya Bu bos sakit apa, sih, Mas Jeje?"

"Nggak paham, Mil. Dari dua hari lalu sibuk muntah, ngeluh pusing, suka marah-marah, kadang porsi makan jadi berlebihan. Gue nggak paham sama ciri-ciri sakit yang begitu, deh. Asam lambungnya kumat kali, tuh, pere."

Sebagai sesama perempuan, Mila merasa ciri-ciri tersebut mengarah pada satu kesimpulan. "Kok, mirip kayak kakakku yang hamil muda, ya?" gumam Mila.

Jeje melotot dan menarik napas layaknya orang terkena asma dan membuat Serein terkejut hingga memeluk Mila kuat.

"Whaaattttttt?!"

"Mas Jeje bikin kaget Rein!" keluh Mila yang langsung mengusap-usap punggung Rein dengan sayang.

"Lagian lo! Kenapa lo baru kasih tahu gue informasi sepenting ini, sih, Mil?!"

"Informasi apa?" balas Mila tidak mengerti.

"Ituuuuuuuu kalo ciri-ciri begitu bukan sakit asam lambung, tapi ..." Jeje memperagakan bulatan di perut tanpa mengatakn yang ingin dikatakan.

Mila menggerakan bibirnya tanpa suara dan menegaskan pada Jeje. "Bu bos hamil?"

Jeje langsung mengangguk panik dan menjambak rambutnya sendiri. "Bisa gila gue kalo ini beneran! Astaga!"

Mila tidak bisa memberikan tanggapan selain duduk dengan ekspresi bingung. Jika atasannya hamil, itu bukan urusannya. Namun, kantor akan sibuk jika berita ini meluas dan diketahui banyak media nantinya. Nama Artemisia Sirius sudah seperti selebriti sekarang ini, apalagi atasan Mila itu sering diundang ke program talkshow di akun Youtube terkenal. Karena membangun usaha kewanitaan dan sex toys sudah hal aneh hingga Siri harus memberikan argumentasi yang jelas. Lalu, bagaimana jika atasanya itu benar-benar hamil?

*

Archie dan Siri buru-buru untuk kembali ke kantor wanita itu karena sudah terhitung begitu lama meninggalkan Serein tanpa persiapan lengkap. Meski Mila menyayangi anak-anak, tetap saja Mila belum berpengalaman memiliki anak.

"Harusnya kamu, tuh, nggak ajak aku ke hotel!" Siri memprotes padahal mereka sudah melakukan penyatuan diri yang disanggupi kedua belah pihak.

"Oh, harusnya nggak usah? Berarti kamu nyesel lakuin yang tadi sama aku?"

Siri berdecak dan memasang jam tangannya dengan cepat. "Gila aja kalo aku nyesel. Kamu tahu sendiri aku tadi teriakin nama kamu kayak apa."

Archie tertawa pelan dengan pengakuan wanita itu yang sangat terbuka. Tidak Archie sangka akan menemukan wanita yang seperti Siri setelah perceraiannya dengan mantan istrinya yang tidak tahu apa maunya.

"Kalo tahu kamu nikmatin banget, kenapa kamu ngomel aku bawa ke hotel?"

"Stop bikin aku salting sendiri, Archie. Kita harus cepetan ke kantor sebelum Serein nangis karena kelamaan kamu tinggal."

Archie mengangguk dengan patuh dan membawa wanita itu untuk menuju mobilnya. Saat Siri meletakkan tas sembarangan, amplop berawarna putih terjatuh keluar.

"Itu amplop apa?" tanya Archie.

Siri segera menyahut amplop itu sebelum Archie yang lebih dulu mengambilnya. "Ada undangan makan malam sama klien."

"Jadul banget. Sekarang bukannya zamannya undangan elektronik? Kuno, tuh, klien kamu."

Siri tidak memusingkan komentar Archie dan fokus untuk menenangkan diri karena hampir saja pria itu membuka amplop penting tersebut dan untung saja posisi amplop saat terjatuh menunjukkan bagian putih polos saja tanpa memperlihatkan logo rumah sakit yang didatangi oleh Siri.

"Yang penting bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi. Aku nggak masalah klien masih kuno, terkadang memang sebagian dari mereka lebih suka pakai cara kuno. Lebih berkelas."

Tidak ada undangan makan malam. Itu adalah kebohongan dari fakta yang belum siap Siri beritahu pada Archie.

"Hm ... gitu. Kapan makan malamnya?"

Siri langsung menoleh pada pria itu saat mobil mulai bergerak dan amplop sudah masuk ke dalam tas.

"Kamu mau ngapain memangnya?"

"Aku pengen tahu aja jadwal kamu, Sirius. Kamu udah sepakat buat serius soal hubungan kita, kan?"

"Ya, tapi jadwal makan malam aku dengan klien ... itu buat apa? Kamu mau mastiin aku beneran makan malam atau ada yang lain? Kamu curiga aku lakuin sesuatu?"

Archie tidak mengerti kenapa Siri kembali meluapkan amarah. Seharusnya wanita itu menanggapi pertanyaan Archie biasa saja, kan?

"Kamu bersikap aneh lagi, Siri. Kenapa kamu marah-marah hanya untuk menjawab pertanyaan mudah? Aku bahkan nggak nyinggung soal kamu yang menyembunyikan apa pun."

Siri tidak bisa menahan diri untuk bersikap biasa saja. Rupanya kehamilan ini terus mendorongnya untuk menyatakan diri di depan Archie. Seolah Archie harus tahu keberadaannya.

"Sorry, aku terlalu pusing mikirin pekerjaan."

Archie tidak langsung membalas karena merasa tidak terbiasa dengan sisi wanita itu yang semacam ini. "Aku beneran waktu bilang kamu bisa mengandalkan aku atau berbagi keluhan kamu soal apa pun, Siri."

Siri menggeleng pelan. "Kamu juga punya kerjaan aku nggak akan ganggu."

"Kamu masih anggap aku orang asing ternyata."

"Memangnya semua hal bisa dilakukan dalam waktu singkat? Kita bahkan terhitung baru satu bulan ini dekat, Archie. Apa yang kamu harapkan dari aku? Langsung menganggap kamu suami?!" ucap Siri meledak kembali.

Archie tidak mengkonfrontasi wanita itu lagi karena ponsel Siri lebih dulu berdering meminta atensi penuh dari pemiliknya.

Dengan kesal, Siri menatap agak lama caller ID si pemanggil sebelum memutuskan mengangkatnya karena Archie menatap heran.

"Halo, Mi."

Archie melirik ke arah Siri yang sepertinya sedang bicara dengan ibunya.

"Aku nggak bisa kalo sekarang. Aku ada agenda, Mi."

Bisa Archie tangkap bahwa Siri tidak suka pembicaraannya dengan sang ibu. Siri benar-benar tertekan.

"Terserah Mami, deh. Aku cuma ikutin aja aturan mainnya, tapi jangan berharap lebih sama aku."

Lalu panggilan itu diputus oleh Siri dan wanita itu langsung menyalak, "Jangan tanya-tanya aku sekarang!"

Archie pikir setelah menghabiskan waktu berdua Siri bisa lebih tenang, tapi ternyata tidak. Jika begini, cara seperti apa lagi yang bisa Archie lakukan untuk membuat Siri bisa memiliki mood menyenangkan?

[Detil dan adegan ++ ada di special chapter 10 yang ada di Karyakarsa kataromchick.]

Daddy's In Hurry / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang