Bagian 23 (end)

3.1K 148 16
                                    

Pemakaman pun telah selesai, sebagian orang sudah meninggalkan area makam. Kini tinggalah tersisa Adrian, Anindira, Arya dan Arkan. Tidak lupa juga masih ada Rifky yang belum ingin beranjak dari sana.

Anindira terus saja menangis di sisi pusara yang bertuliskan Arvin Argantara, ia tidak menyangka Arvin akan pergi secepat ini.

Di belakang, Adrian menatap kosong ke arah makam putra bungsunya. Dia tidak lagi menangis, tapi dia sangat merasa kehilangan putranya, putranya yang belum sempat ia bahagiakan. Sedangkan Arya dan Arkan berada di sisi Anindira, menguatkannya agar bisa mengikhlaskan kepergian Arvin.

"Ma, kita pulang ya. Arvin udah tenang di sana, Arvin enggak akan ngerasain sakitnya lagi," ucap Arya.

Anindira menggeleng pelan, ia masih ingin menemani Arvin. Kini tidak ada kesempatan lagi baginya untuk merawat Arvin sebagai putranya.

"Ma, kita harus bisa mengikhlaskan Arvin pergi, walau semua itu sulit," ucap Arkan. Ia memeluk erat Anindira.

"Jadi sekarang kita pulang ya, Mama juga harus istirahat," lanjutnya.

Anindira pun mengangguk, ia usap lembut pusara itu lalu tersenyum seolah itu adalah sosok Arvin.

"Mama pulang dulu, nanti Mama datang lagi ke sini," ucap Anindira.

Setelah itu mereka pun berdiri lalu menghampiri Adrian.

Arya tahu Adrian terpukul atas kepergian Arvin. Sebisa mungkin Arya tidak ingin terlihat lemah, ia harus bisa menguatkan kedua orang tuanya.

"Pa, kita pulang," ucap Arya memegang bahu Adrian. Adrian pun menatap sendu ke arah Arya, terlihat matanya meneteskan air mata.

"Papa harus kuat, kita semua harus ikhlas demi Arvin," lanjutnya.

Adrian pun mengangguk walau ini terasa berat untuknya tapi Arya benar, ia harus bisa mengikhlaskan kepergian Arvin. Sekarang putranya sudah tidak merasakan sakit di sekujur tubuhnya lagi. Adrian menatap sebentar ke arah makam Arvin lalu perlahan mereka pun beranjak dari sana meninggalkan Rifky yang masih berada di sana.

Kini hanya ada Rifky, dari tadi ia mati-matian menahan air matanya, kini saat Rifky sudah sendiri, dia pun meneteskan air matanya. Dia menangis, Rifky tidak bisa lagi menahan air matanya yang menetes. Kehilangan sahabat satu-satunya adalah hal yang menyakitkan untuknya. Sudah cukup lama Rifky terdiam dia pun mulai membuka suara.

"Vin, lo cepet banget ninggalin gue. Gue masih pengen dengerin cerita lo, gue masih pengen lo ada di dunia ini. Lo tahu waktu gue dapet kabar dari kak Arya tentang lo, awalnya gue enggak percaya. Enggak mungkin lo ninggalin gue secepat ini. Tapi ternyata pas gue dateng ke rumah lo, lo udah terbaring lemah, wajah lo juga pucat. Gue juga enggak tega liat wajah lo banyak lukanya."

Rifky terus bermonolog di depan makam Arvin, seolah sahabatnya itu ada di depannya. Sesekali laki-laki itu mengusap air matanya lalu tertawa karena sebuah lelucon konyol yang dia ucapkan.

"Vin, masih banyak hal yang pengen gue ceritain sama lo. Padahal gue pengen cerita langsung di depan lo terus lo tanggepin cerita gue secara langsung juga, tapi ternyata waktunya enggak keburu, lo sekarang udah enggak ada di dunia ini lagi, gue udah enggak bisa ketemu lo langsung.

"Tapi enggak apa-apa gue akan coba buat ikhlasin kepergian lo, supaya di sana juga lo bisa tenang. Lo udah enggak ngerasain sakit lagi kan? Arvin, asal lo tahu sampai kapan pun lo adalah sahabat terbaik gue, gue enggak akan pernah bisa nemuin sosok yang sama kayak lo. Lo sahabat satu-satunya yang gue punya, Vin."

Rifky pun terdiam, dia menghapus air matanya, setelah itu Rifky pun melanjutkan kembali ucapannya.

"Kalo gitu gue pamit pulang dulu, nanti gue akan usahain buat datang ke sini lagi," ucap Rifky lalu menaburkan bunga di atas makam Arvin."

Setelah itu Rifky pun beranjak lalu melangkahkan kakinya menjauh dari sana.

~~~~~~

Di tempat lain Davina menatap kosong foto Arvin di ponselnya. Dia melihat kejadian dimana Arvin kecelakaan dengan sebuah truk. Namun Davina menyesal karena ia lebih memilih pergi dari sana karena tidak ingin di salahkan oleh Adrian karena telah mengajak bertemu Arvin dan memaksanya untuk ikut bersamanya.

Berulang kali Davina mengucapkan kata maaf sambil mengusap pelan foto Arvin. Walaupun dia tahu kata maaf yang dia ucapkan sudah sangat terlambat, itu semua tidak akan pernah bisa mengembalikan Arvin. Davina benar-benar menyesal, menyesal karena telah memikirkan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan Arvin. Sekarang dia di hantui rasa bersalah pada putranya.

"Mama Minta maaf Arvin, seharusnya Mama tidak mengajak kamu untuk bertemu, harusnya Mama tidak mengejar kamu untuk ikut sama Mama. Sekarang Mama benar-benar menyesal, sekarang Mama enggak bisa memperbaiki semua kesalahan Mama sama kamu, sekarang Mama enggak bisa menjadi Mama yang baik buat kamu," ucap Davina bermonolog.

Tak terasa air matanya pun menetes, buru-buru Davina menghapus air matanya. Percuma saja dia menangis, sekarang yang bisa Davina rasakan hanyalah sebuah penyesalan, penyesalan di seumur hidupnya.

~~~~~~

Malam ini Arya berniat untuk berdiam diri di kamar Arvin, ia rindu adiknya. Maka dari itu Arya memutuskan untuk masuk ke kamarnya. Arya menatap kamar Arvin dengan sendu, sekarang ia tidak bisa membangunkan Arvin di saat adiknya itu masih tertidur.

Arya berjalan menuju meja belajar Arvin, di sana ia melihat sebuah kertas yang bertuliskan 'Arvin sayang kalian', lalu dibawahnya adiknya itu menggambar lima wajah yang bertuliskan nama mama, papa, kak Arya, kak Arkan dan Arvin.
Arya tersenyum melihatnya, entah sejak kapan adiknya itu membuatnya.

Arya meletakkan kembali kertasnya dan membereskannya. Setelah di rasa meja belajar Arvin sudah rapih Arya pun langsung mendudukkan dirinya di atas kasur. Dia menatap sekeliling kamar Arvin yang begitu polos dan beralih menatap foto Arvin yang berada di atas nakas lalu mengambilnya.

"Vin, padahal baru beberapa jam kamu pergi, tapi kakak udah kangen aja sama kamu. Mama sama Papa juga pasti kangen sama kamu, tadi kakak lihat mama nangis di kamarnya dan Papa berusaha nguatin Mama. Arkan juga dari tadi enggak keluar kamar, dia pasti sedih karena kehilangan kamu. Kakak juga masih berduka karena kehilangan kamu, tapi kakak harus berusaha kuat, kalau kakak lemah siapa yang akan nguatin Mama, Papa dan Arkan," ucap Arya terus memandang foto Arvin.

Air mata yang Arya coba tahan pun kembali menetes. Sekarang Arya sedang sendiri jadi dia bisa menunjukkan kesedihannya.

Tidak ingin terlalu larut dalam kesedihan Arya pun menghapus air matanya lalu memaksakan senyumnya.

"Vin, sekarang kamu udah enggak perlu ngerasain sakit di sekujur tubuh kamu lagi, harusnya kakak sekarang enggak perlu khawatirin kamu lagi, tapi kakak akan terus kenang kamu, kakak dan kita semua akan berusaha ikhlasin kepergian kamu agar di sana kamu bahagia, Vin," ucap Arya lalu tersenyum ke arah foto Arvin yang masih berada di genggamannya.

Setelah itu Arya menyimpan kembali foto adiknya di atas nakas. Dia harus bisa membuka lembaran baru. Mulai besok pagi Arya harus siap menjalani aktivitasnya tanpa adanya Arvin, Arya harus bisa menguatkan Mama, Papa dan Arkan, agar mereka tidak terlalu larut dalam kesedihan. Karena sekarang sudah tidak ada lagi rasa sakit yang Arvin ucapkan sewaktu dia di rumah sakit. Kini Adiknya pasti sudah tenang di sana.

Arvin Argantara semoga kamu tenang di sana.

~SELESAI~

Bagaimana tanggapan kalian setelah membaca cerita tentang Arvin?

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di sini (vote+komen)

Makasih 🙂

Kamis, 17 Februari 2022

ARVIN ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang