Dilema adalah hal yang dirasakan Delvian saat ini. Dia tahu dia tidak bisa menyakiti Aurora. Ibu dari anaknya tapi dia sendiri bingung dengan perasaannya. Bagaimana bisa dia begitu mudah menjauh dari Sherlin saat ini. Seharusnya,dia tidak bisa jauh dari wanita itu sepelik apapun situasi yang dia hadapi saat ini.
"Tidak,perasaan ini pasti hanya rasa kasihan kepada Aurora. Ya benar hanya rasa kasihan,"gumam Delvian masih tidak percaya dengan keputusan yang dia ambil untuk Sherlin. Tapi dia tidak punya pilihan lain. Inilah satu-satunya cara terbaik saat ini.Pintu kantor Delvian terketuk. Dimana Aurora berdiri diimbangi pintu.
Tok tok...
"Masuk." Aurora masuk ke kantor Delvian. Pria itu terlihat cukup stress saat ini. Setelah berita tidak mengenakan tentang dirinya mencuat. Aurora mencoba mencairkan ketegangan diantara mereka.
"Apa kau sibuk?"Tanya Aurora pelan. Sembari melihat Delvian. Mendengar suara Aurora. Delvian menatap lurus kedepannya.
"Tidak,ada perlu apa?"
"Apa kau ingin menemani ku memeriksa kandungan? Hari ini kandunganku tepat 7 bulan,"ujar Aurora sedikit cemas menunggu reaksi Delvian.
"7 bulan?sungguh?" Delvian cukup terkejut mengetahui kehamilan Aurora sudah sebesar itu. Melihat dari perutnya yang tidak terlihat terlalu besar. Dia pikir kehamilannya masih kecil.
"Iya,mungkin karena kau tidak pernah hadir jadi cukup terkejut. Tapi,aku sendiripun tidak menyangka sudah ada bayi sebesar itu yang hidup didalam diriku,"ujar Aurora merasa sedikit terharu sembari memengelus perutnya yang membuncit. Untuk sekarang sulit rasanya menyembunyikan lagi perutnya dibalik lapisan baju maupun gaun yang dia pakai.
Delvian merasa sangat bersalah. Selama wanita ini mengandung anaknya. Dia benar-benar tidak pernah memberikan perhatian seluruhnya kepadanya. Kini,dia merasa keputusan menjauhi Sherlin adalah hal yang tepat. Sudah waktunya dia benar-benar harus fokus kepada anaknya dan juga Aurora.
"Baiklah ayo kita berangkat." Aurora cukup terkejut mendengar Delvian menyetujui keinginannya.
"Sungguh?"
"Iya,ayo."Delvian membawa Aurora keluar dari kantornya. Menuju keparkiran mobil. Perasaan hangat menjalar disekujur tubuh Aurora. Ketika tangan hangat Delvian melingkar dipunggung belakangnya.
Mobilpun melaju pergi dari daerah kantor. Menuju rumah sakit dimana Aurora biasa memeriksakan kandungannya. Delvian tersenyum setiap kali mendengar Aurora mengoceh tentang banyak hal. Terlebih tentang bagaimana jika anak mereka akan lahir kelak. Bolehkah dia berharap wanita ini tidak pergi. Jika dia bisa meminta mungkin Delvian akan melakukannya. Tapi,kenyataannya dia tidak bisa melakukannya.
Mereka sampai di tempat pemeriksaan kandungan. Karena tidak ingin membiarkan Aurora sendirian. Delvian menemani Aurora masuk memeriksa kandungannya. Dokter yang memeriksa sempat bertanya-tanya siapa pria yang menemani Aurora. Pasalnya pria itu berbeda dari yang biasa menemaninya.
"Jadi dimana suami anda Nyonya Aurora?" Tanya sang dokter ketika akan melakukan pemeriksaan. Delvian yang mendengar itu mengeryitkan dahinya dalam. Dengan wajah masam dan marah Delvian memperkenalkan dirinya secara gamblang.
"Saya suaminya dokter. Delvian Parker,"ujarnya lantang dan tegas. Dokter perempuan didepan mereka mengeryitkan dalam. Aurora tampak gelisah dan mengigit bibirnya sejenak menatap dokter didepannya. Merasa sedikit bersalah karena selama ini tidak menjelaskan detail siapa suaminya yang sebenarnya.
"Bukankah suami anda yang sering menemani anda kemari?"tanya sang dokter lagi. Delvian kebingungan sekaligus menatap Aurora tajam.
"Apa ada pria lain menemanimu kemari?" Tanyanya tanpa basa basi. Aurora mengulum bibirnya karena gugup. Dia menatap Delvian.
"Sammy selalu menemaniku kemari setiap aku memeriksakan kandungan. Bukan aku yang meminta,tapi entah bagaimana dia memaksa untuk menemani setiap kali jadwalku memeriksa kandungan."
"Sammy?? Jadi selama ini dia menemanimu?"
"Iya." Delvian menghela nafas kasar. Merasa tidak terima. Kemana dirinya selama ini saat pria lain menemani istrinya sendiri untuk memeriksa kandungan. Dia benar-benar marah saat ini. Namun,tidak mungkin dia mengamuk disini.
"Oke jadi,saya pastikan jika ini adalah suami anda? Karena pemeriksaan kali ini cukup penting. Mengingat usia kandungannya sudah memasuki 7 bulan dan kondisi Nyonya Aurora sering melemah. Saya harap anda mengetahui yang satu itu tuan,"ujar sang Dokter sakartis kepada Delvian.
"Saya paham,lanjutkan saja pemeriksaannya."
"Baiklah jika begitu mari kita lakukan pemeriksaan USG terlebih dahulu untuk melihat perkembangan bayi." Meredam emosinya yang bergejolak. Delvian melangkah bersama Aurora menuju ruang pemeriksaan.
Dokter pun melakukan pemeriksaan kandungan kepada Aurora. Ditemani oleh Delvian disampingnya. Mereka melihat pergerakan bayi dalam perut Aurora. Hal itu membuat Delvian benar-benar takjub sekaligus bangga. Bagaimana seorang anak manusia bisa hidup didalam tubuh kecil seorang wanita seperti Aurora. Melihat hal itu Delvian benar-benar tersadar bahwa apa yang Aurora lalui tidak lah mudah selama mengandung anak yang dia inginkan.
Setelah melakukan serangkaian acara pemeriksaan kandungan. Aurora dan Delvian pulang. Masih ada diam yang panjang ketika perjalanan menuju kerumah. Tidak bisa dipungkiri Delvian merasa marah. Dia marah kepada dirinya kenapa bukan dia yang menemani Aurora selama ini. Malah pria lain.
"Aku minta maaf karena tidak memberitahumu mengenai Sammy,"ujar Aurora gugup. Melihat Delvian yang diam begitu lama. Membuat Aurora merasa bersalah.
"Mengapa kau tidak memintaku untuk menemanimu jika ternyata suami harus mendampingi istrinya untuk melakukan pemeriksaan?"
"Aku tidak berani melakukannya. Kau sudah sibuk dengan pekerjaanmu aku tidak ingin menganggumu. Lagipula sebenarnya aku bisa melakukannya sendiri. Hanya saja aku tidak nyaman menolak niat baik Sammy." Delvian menghela nafas lagi. Dia tidak bisa menyalahkan Aurora. Bagaimanapun dia yang seharusnya lebih bertanggung jawab lagi sebagai seorang suami. Tapi,dia tetap tidak terima jika Sammy yang menemaninya. Kenapa harus dia.
"Baiklah lain kali katakan saja kepadaku jika kau akan melakukan pemeriksaan kandungan. Aku akan mengosongkan jadwalku."
"Jangan,tidak perlu melakukan itu." Delvian mengeryit menatap Aurora.
"Kenapa? Apa kau lebih suka Sammy yang menemanimu?" Aurora tercengang. Kenapa Delvian tampak seperti sedang cemburu. Tapi apakah itu hanya perasaannya saja.
"Tidak,bukan begitu. Aku hanya tidak terbiasa merepotkan dirimu saja."
"Mulai sekarang kau harus merepotkan ku dan melibatkan ku dalam semua hal yang kau lakukan. Tidak ada bantahan. Dan satu lagi tidak ada Sammy atau siapapun yang pria lain yang menemanimu selain aku atau Jakcson. Apa kau mengerti?"
"Baiklah aku mengerti."
"Aku tidak ingin kau terlibat skandal ketika media melihat kau bersama pria lain. Jadi selama pernikahan ini usahakan kau tetap aman." Aurora menghela nafas. Mungkin dirinya memang teledor sampai melupakan hal itu.
"Iya aku mengerti." Tidak ada alasan lain yang bisa Delvian berikan. Dia tidak bisa mengakui jika sekarang bahwa dia cemburu kepada pria lain yang dekat dengan istrinya. Apa lagi memberi perhatian lebih. Dia harus membicarakan hal ini kepada Sammy. Harus,atau dia akan kepanasan sendiri dalam hatinya.
Slow update karena author banyak kerjaan. Happy reading dont forget to vote thank you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Bride
RomanceSebuah perjalanan liburan ke Barcelona mengubah hidup Delvian Parker. Ketika one night stand berakhir pada sebuah hubungan lain yang lebih serius dari yang bisa dia bayangkan. Bertemu dengan seorang gadis muda yang polos dan lugu membuat Delvian kes...