BAB 18

142 28 2
                                    

Makan malam tak terduga yang terjadi diantara kedua pasangan itu. Mengantarkan Delvian untuk ingin kembali ke rumah. Mengingat dia sudah menghindari Aurora beberapa minggu ini.

"Aku akan pulang bersama Aurora,"Ujar Delvian membuat Sherlin dan Sammy langsung saling bertatapan.

"Tapi ada Sammy,bukan kah dia datang bersama Sammy?" tanya Sherlin lagi mulai tidak memahami ide Delvian.

"Ada beberapa urusan kantor yang harus aku bicarakan dengan Aurora. Grandma juga ingin bertemu. Kami akan melakukan rapat tertutup,"Ujar Delvian lagi. Melahirkan kebohongan lainnya. Entah sampai kapan dia akan terus melakukan hal itu. Dia tidak ingin melakukannya. Tapi nasi sudah menjadi bubur sekarang.

"Tapi."Sherlin ingin mencegah. Namun,beruntung Sammy memahami situasinya dan tahu status hubungan Aurora dan Delvian.

"Tidak masalah,jika dijinkan biar aku yang mengantar Sherlin pulang,"ujar Sammy lagi. Delvian menghela nafas lega.setidaknya pria itu masih menjadi temannya. Yang bisa membantu nya sedikit dalam kekacauan ini.

"Iya tolong,antarkan dia. Maafkan aku Sherlin tapi aku harus pergi sekarang,"ujar Delvian yang kini beranjak dari kursi. Delvian melirik Aurora yang tampak tidak bergeming karena syok.

"Aurora ayo."Delvian menarik tangan Aurora. Menyadarkan wanita itu dari lamunannya. Aurora menatap Sherlin dan Sammy dengan kikuk.

"Maaf kami permisi dulu."Aurora berdiri mengikuti langkah Delvian yang membawanya pergi dari sana. Sherlin terpaku diam ketika melihat Delvian menarik tangan Aurora. Mengeryit dahinya dalam mencoba mencerna yang terjadi.

"Kau menginap dimana?"tanya Sammy kepada Sherlin. Mencoba mengalihkan perhatian Sherlin dari menatap Delvian. Sherlin bearlih menatap Sammy. Sherlin menyebutkan dimana hotel tempatnya menginap. Mereka pun beranjak dari restoran kapal pesiar untuk pulang.

Delvian membawa Aurora ke mobilnya. Dua sekretaris mereka terpaksa pulang bersama atas perintah Delvian. Auorora hanya diam terpaku. Ketika Delvian membuka pintu mobil tanpa bicara apa pun.

Suara hening dan diam sangat terasa diantara keduanya. Aurora tidak berani menatap Delvian yang tampak diam sepanjang jalan. Dia hanya melirik pria yang kini disebutnya suami. Tapi terasa seperti bukan miliknya.

"Aku tidak menyangka kita akan bertemu disana," Ujar Aurora mencoba membuka percakapan. Walau terasa agak canggung. Mengingat dirinya dan Delvian sudah beberapa minggu tidak bertemu dan bersama sedekat saat ini.

"Aku ada meeting disana dan tidak menyangka jika Sherlin akan menyusul kesana,"ujar Delvian. Dia masih fokus menyetir menatap jalanan di depan mereka.

"Oh." Aurora tidak tahu harus berkata apa lagi. Sebenarnya banyak yang ingin dia tanyakan kepada pria itu. Misalnya bagaimana kabar dan keadaannya. Tapi suasana saat ini terasa begitu canggung. Membuatnya hanya bisa berdiam diri.

"Lalu bagaimana denganmu?"tanya Delvian pada akhirnya. Kekesalan nya melihat Aurora bersama Sammy sesungguhnya masih berada dalam benaknya. Namun,dia sadar dia tidak pantas marah. Meski dia adalah suaminya.

"Aku?"

"Iya kau dan Sammy. Kalian tampak akrab,"Ujarnya lagi dengan nada terkesan menyindir.

"Kami hanya makan bersama sembari membahas kerjasama."

"Oh ya? Kerjasama perusahaan?"

"Iya tentu saja."

"Hmmm, tapi kalian tampak serasi,"Ujar Delvian lagi. Sejenak Aurora terkejut mendengar pernyataan Delvian.

"Maksudnya?"

"Tidak,aku hanya berpikir kalian tampak serasi seperti pasangan sunguhan."

"Aku tidak berpikir begitu,"Ujar Aurora tidak nyaman. Entah kenapa perasaannya tidak nyaman dan kecewa ketika mendengar Delvian mengatakan hal seperti itu.

"Lalu kau berpikir seperti apa tentang Sammy?"

Pada akhirnya pertanyaan yang mengusik perasaannya Delvian tanyakan kepada Aurora. Seperti apa Sammy dimata Aurora. Apakah lebih baik dari dirinya. Jika dilihat tentu saja pria itu lebih baik dari dirinya. Setidaknya dia selalu ada untuk Aurora. Dan itu membuat perasaan nya tidak nyaman. Apakah dia cemburu. Dirinya pun masih belum tahu akan hal itu.

"Dia pria yang baik dan juga teman yang sangat baik. Setidaknya aku bersyukur bertemu dengannya,"ujar Aurora. Membuat wajah Delvian kembali datar.

"Oh ya? lalu jika kau tidak menikah denganku apakah kau akan berpikir untuk bersama dengannya?"

"Entahlah,mungkin saja tidak tapi bisa jadi iya juga. Tapi yang jelas dia nyaman hanya untuk dijadikan teman sejauh ini."

"Bagaimana jika ternyata dia memang memiliki perasaan kepadamu?"Delvian menatap Aurora sejenak. Membuat mata keduanya saling berpadangan.

"Itu adalah haknya dan hak ku juga untuk menerima atau menolaknya,"ujar Aurora diplomatis. Membuat Delvian sedikit khawatir. Tapi untuk apa dia mengkhawatirkan wanita yang akan dia ceraikan setelah anaknya lahir.

"Aku berharap kau akan menolaknya,"ujarnya lagi membuat Aurora menaikkan satu alisnya menatap Delvian.

"Alasannya?"

"Kau masih istriku setidaknya untuk saat ini sampai anak kita lahir,"ujarnya mencoba tenang. Meski memang kenyataan tidak bisa menapik. Itu adalah alasan yang jelas. Tentu saja bagaimanapun mereka sudah menikah. Dia istrinya sekarang terlepas dari dirinya masih mempunyai hubungan dengan Sherlin.

"Aku tahu dan aku sadar posisiku. Sampai semua selesai aku masih menjaga posisiku sebagai istrimu. Jika begitu bisakah aku meminta satu hal padamu?"

"Apa?"

"Jangan menghindariku,"ujar Aurora hampir tidak terdengar. Dia menatap Delvian lagi.

"Bukan maksudku menahanmu disisiku. Hanya saja terkadang bayi ini ingin dekat denganmu. Terutama saat tidur malam,"cicitnya pelan. Aurora tidak berbohong. Selama Delvian menghindarinya dia merindukan pria itu. Tanpa alasan yang jelas. Membuatnya gelisah tidak bisa tidur. Susah tidur yang berimbas bayi dalam perutnya selalu membuatnya kesulitan tidur.

Delvian terdiam mendengar permintaan Aurora. Dia sebenarnya tidak bermaksud menghindari wanita itu. Hanya saja adanya Sherlin membuatnya tidak nyaman. Berhubungan dengan wanita sekaligus.

"Apa terjadi sesuatu?"

"Aku kesulitan tidur. Sepertinya bayi ini gelisah karena tahu kau meghindariku."Delvian menatap Aurora. Dia merasa bersalah sudah bersikap tidak adil dan seharusnya kepada wanita ini.

"Maafkan aku,aku hanya merasa tidak nyaman. Berhubungan dengan dua wanita dalam waktu bersamaan,"ujar Delvian jujur. Posisinya saat ini serba sulit. Tapi dia terlalu egois hanya ingin Aurora mengerti dirinya. Tanpa dia memahami perasaan wanita itu. Setidaknya perasaan seorang wanita hamil.

"Aku hanya ingin kita bertemu dirumah saja.tidak diluar termasuk kantor. Grandma akan segera pulang. Aku tidak tahu akan memberi jawaban apa jika dia menanyai tentang dirimu."

"Baiklah,aku akan kembali ke rumah. Sekarang kau tidak perlu khawatir lagi,"ujar Delvian menatap Aurora tersenyum tipis. Seulas senyum sumringah terpatri diwajahnya.

"Sungguh?"

"Iya, tapi aku harus membagi waktu ku dengan Sherlin setidaknya sampai dia kembali ke London."

"Aku mengerti. Aku tidak akan menganggu kalian,"ujarnya lagi. Meski sesungguhnya Aurora merasa sedih melihat kedekatan Sherlin dan Delvian. Tapi dia harus menyadari posisinya. Dia bukan istri Delvian untuk selamanya. Dia hanya wanita yang dijadikan istri sementara karena mengandung anaknya. Jadi dia harus memahami posisinya dengan baik tanpa harus melewati batas. Bahkan jika itu adalah sebuah rasa cemburu. Dia hanya harus terus memendamnya sendiri.

To be continue.. Slow update ya dont forget vote thank you

Perfect BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang