❍ Bagian untuk Langit

170 74 25
                                    

"Fana."

"Hm?" Fana mengangkat wajahnya, dia sudah berniat ingin tidur namun suara panggilan Lintang menariknya kembali dari alam mimpi.

"Kenapa? Lagi sakit? Tumben pagi-pagi loyo gitu," tanya Lintang bertubi-tubi, Fana hanya menatapnya malas.

"Na, pipi Lo kenapa?" Lintang mengelus pipi Fana yang membiru namun Fana menghentikan gerakan tangan Lintang.

"Gue nggak papa, nggak usah sok peduli. Gue nggak butuh peduli Lo!" sentak Fana lalu berdiri, moodnya untuk tidur sudah di rusak oleh cowok menyebalkan itu.

"Mau kemana? Gue ikut." Fana tak memberikan tanggapan.

    Lintang terus berjalan mengikuti langkah Fana, tak peduli dengan tatapan aneh ataupun takjub dari siswa di koridor.

"Sampai kapan Lo mau ngikutin gue?" Lintang tersentak namun tetap mengikuti langkah pelan Fana.

"Gak tau, mungkin sampai langkah kaki Lo terhenti." Fana menghela napas, mereka telah sampai di atap sekolah, tak ada atap lagi sebagai pelindung panas.

"Gue udah bilang, jangan deket-deket sama gue Tang." Lintang mengangkat alis bingung.

"Kenapa? Kasih gue satu alasan buat jauhin Lo Fana." Keduanya diam sejenak, beradu dengan pikiran masing-masing.

"Gak papa," ucap Fana tak bisa memberikan alasan pasti.

     Lintang ikut terdiam memandangi Fana yang menatap ke arah langit biru, hari ini cuaca cerah membuat langit di atas sana mudah terlihat tak ada awan yang menutupi.

"Tang, Lo lihat langit itu." Fana menunjuk ke atas.

"Yah sama seperti yang Lo pandang."

"Kadang kita nggak menyadari tentang kehadirannya, namun dia tetap berada disana, setia melindungi kita," celoteh Fana.

"Langit adalah bagian atas dari permukaan bumi, dan digolongkan sebagai lapisan tersendiri yang disebut atmosfer. Langit terdiri dari banyak gas dan udara, dengan komposisi berbeda di tiap lapisannya." Lintang diam sejenak.

"Jadi apakah langit itu benar-benar ada ataukah hanya sekumpulan gas?" Fana menatap Lintang.

"Tau darimana? Mulai tertarik dengan astronomi?" Lintang mengangguk tak sedikitpun berbalik ke arah Fana.

"Fana, seberapa dalam menyukai langit?" Fana berpikir sejenak.

"Entahlah, mungkin sebanyak aku mencintai ayahku."

   Lintang terkekeh, tak berniat mengorek kehidupan pribadi gadis itu tanpa seizinnya.

"Kenapa Lo nggak punya teman?"

"Yah seperti yang di lihat, gue aneh, kutu buku dan membosankan."

"Membosankan di bagian mana?"

   Fana mengangkat bahu, memilih pergi meninggalkan Lintang yang masih setia menatap langit.

"Bang." Lintang berbalik, didapatinya Zora dan Shasa menatapnya.

"Kenapa kesini?" tanyanya.

"Nggak papa, kebetulan tadi kita lihat Lo dibawah, bengong-bengong kayak banyak pikiran gitu. Jangan sampe Lo lakuin hal gila," cetus Zora.

"Hal gila? Pft ahahah gue cuman natapin langit Ra." Lintang terkekeh, Shasa dan Zora menatap cowok itu heran.

"Langitnya kenapa Tang?" Shasa ikut menatap langit itu.

"Nggak kenapa-napa, langitnya cantik." Lintang berjalan menuju tangga.

"Sejak kapan Lo suka sama langit?" tanya Zora mengikuti langkah kakaknya, begitupun dengan Shasa.

Find Me Please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang