❍ Sepercik amarah

71 25 1
                                    


"Arghhhh!"

Bruak....

    Seketika pandangan seluruh pengunjung kafe mengarah ke arah gadis yang habis menyapu seisi mejanya, beberapa orang bahkan berteriak histeris.

"Eh kenapa ini nona?" teriak Anna panik.

"Weh weh Haumea, Lo jangan nambahin pekerjaan gue woi!" Rizy berusaha menahan tangan Haumea yang bersiap melempar cangkir.

"Lepas kak! Jangan hentiin!" Haumea menggeram kesal, entah apa yang membuat Haumea sampai sekesal itu.

"Tahan nona Haumea Zy," lirih Anna sedikit takut.

"Nona Haumea, aduh tolong hentikan. Nanti nona Fana bisa marah," mohon Rizy tetap berusaha menahan tangan Haumea.

"Kesal! Lepasin kak Riz!"

"Nggak akan! Tenang dulu kamunya!"

   Para pengunjung kafe angkasa di buat kebingungan, gadis itu tadinya hanya diam saja sembari menikmati es coklatnya, tidak ada badai tidak ada angin tingkahnya berubah seratus delapan puluh derajat.

"Lepas!"

"Haumea!"

"Nona Fana," lirih Anna mendekati Fana.

     Haumea menatap Fana dengan tatapan yang mulai meredup. Haumea menyentakkan tangannya, genggaman Rizy terlepas.

"Cuih semua sama saja!" umpatnya.

"Berhenti!" Fana menahan bahu Haumea yang berniat meninggalkan kafe.

   Di tatapnya sekujur tubuh gadis itu, seragam putih biru yang di keluarkan, dengan beberapa luka baru di pipinya, dasar anak brandalan.

"Ikut denganku!" perintah Fana mutlak.

"Anna, Rizy bantu karyawan lain membersihkan kekacauan ini."

"Baik Nona."

"Hanya Nona Fana yang mampu menenangkan Nona Haumea."

"Haumea cukup bar-bar untuk ukuran anak SMP. Mengerikan," lirih Rizy. Anna dan Rizy saling berbisik dengan tatapan mata mengikuti langkah Fana dan Haumea.

    Haumea mengepalkan tangannya namun langkah kakinya terus mengikuti Fana, emosinya belum reda.

Klop...

     Pintu lantai tiga kafe terbuka lebar, menampilkan ruangan gelap.

"Duduk!" Haumea menuruti perintah Fana tanpa bantahan.

    Fana membuka tirai, membiarkan cahaya masuk menyinari ruangan itu, Haumea duduk di sebuah kursi bulat berbentuk bola dan ruangan yang beralaskan karpet lembut.

"Kenapa?" Fana melunak, tangannya perlahan menyentuh pipi Haumea yang mulai membiru.

"Ash sakit Fana," ringisnya.

    Fana tak diam saja, dia meraih kotak P3K lalu mengobati perlahan luka Haumea.

"Apa yang terjadi sampai membuatmu emosi begini?" Haumea tetap terdiam, membiarkan Fana mengobati lukanya, tangan Haumea tetap terkepal menahan emosi.

"Lepas seluruh seragammu dan berdiri."

   Haumea cukup kebingungan, namun tangannya tetap bergerak melepas kancing demi kancing seragamnya, bahkan beberapa kancing bajunya terlepas karna emosi Haumea.

   Fana melipat kedua tangannya di dada, memperhatikan Haumea melepas pakaian. Hanya tersisa baju kaos hitam dan celana pendek memperlihatkan paha putih Haumea.

Find Me Please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang