❍ Bintang arah (Ursa Mayor)

123 57 10
                                    

    "Setiap orang butuh petunjuk arah, tanpa itu mereka akan tersesat."

"Ibu, Fana berangkat," pamit Fana menyelempangkan tas kecil miliknya.

   Fana menyusuri jalanan kompleks rumahnya yang mulai ramai oleh orang-orang yang berolahraga.

"Eh buk, itu si anak haram yah," bisik seorang wanita paruh baya.

   Fana diam saja tak menghiraukan, dia tahu betul ucapan itu tertuju padanya. Beberapa orang disana menatapnya dengan tatapan sinis tak suka.

"Kasian sekali, dari kecil hidupnya sudah di penuhi sandiwara."

"Kenapa harus kasihan? Dia kan anak seorang pelacur."

    Fana terus berjalan, tak mengerti mengapa ucapan itu selalu terlontar untuknya, sedari kecil dia tak menemukan jawaban untuk pertanyaan itu.

   Mengapa dirinya selalu di anggap sampah? Terabaikan bahkan kadang seolah tak di anggap. Dosa apa yang telah dia lakukan sampai mendapatkan penghinaan serendah itu? Fana hanya diam membiarkan pikiran itu merasuk semakin dalam.

"Selamat pagi Fana," sapa seseorang. Fana berbalik, di dapatinya om Farez dengan pakaian biasa bukan dengan jas seperti terakhir kali dia mengunjungi rumahnya.

"Halo om, lagi jalan-jalan pagi yah," ucap Fana mencoba ramah.

"Iya. Kamu juga?" Fana menggeleng.

"Enggak om, Fana lagi pengen ke kafe Angkasa."

"Ngapain? Om boleh ikut." Fana sedikit terkekeh.

"Boleh dong om."

   Fana dan Farez berjalan cukup jauh ke kafe Angkasa.

  Fana membuka pintu perlahan, lonceng angin di atas pintu berbunyi nyaring. Belum ada pengunjung hanya ada beberapa karyawan yang siap-siap membuka kafe.

"Selamat pagi Fana," sapa seorang gadis bermata biru dengan kulit putih, gadis berdarah Inggris.

"Pagi kak Anna, bagaimana dengan kafenya." Anna berpura-pura berpikir lalu terkekeh pelan.

"Tentu saja lancar bahkan setiap hari ramai nona Fana," serunya menggebu-gebu, Fana terkekeh dengan respon penuh semangat dari Anna.

"Oh iya hidangkan segelas kopi dan juga cake terbaik untuk tamu spesial kita." Anna melirik Farez sekilas, tatapan berbinar tak bisa di sembunyikan dari matanya.

"Ganteng banget Fan, sabi kalik jadi sugar dadyku." Fana memukul bahu Anna sedikit kencang.

"Becanda doang kok Fan hehe," bisik Anna.

"Silahkan om duduk dulu," kata Fana mempersilahkan.

   Pandangan Farez mengitari seluruh ruangan kafe Angkasa, berdekorasi vintage dan di sudut ruangan ada beberapa rak buku. Dan yang paling menarik beberapa furnitur kafe ini adalah benda-benda ruang angkasa. Benar-benar cantik dan memanjakan mata pengunjung.

"Fana, kafe ini milik kamu?" Farez manatap gadis itu takjub.

"Fana hanya melanjutkan usaha ayah, kafe ini miliknya." Farez manggut-manggut.

"Ayahmu seorang ayah yang baik, nampaknya dia juga telah berhasil mendidik putrinya sampai sehebat ini," ucapnya terdengar getir.

"Ayah memang sosok laki-laki hebat, seorang ayah yang bertanggung jawab dan bahkan seorang pilot yang keren," kata Fana bangga.

    Farez meneguk saliva kasar mendengar penuturan dari Fana, ada sesuatu yang membuat tenggorokannya tercekat.

"Ini tuan silahkan di nikmati hidangannya." Anna menyajikan segelas kopi hangat dan sepiring kue coklat di hadapan Farez.

Find Me Please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang