❍ Relativitas Einstein

136 73 18
                                    

"Pelajarannya lama banget, bosan gue," lirih Rizy, teman sekelas Fana pelan hanya terdengar oleh orang yang benar-benar dekat dengannya.

   Fana hanya diam membenarkan dalam hati, entah mengapa pelajaran bahasa Indonesia sangat membosankan untuknya, andai saja mereka sedang belajar biologi ataupun ilmu astronomi pasti ini sangat menyenangkan.

"Gue bingung, kenapa kita harus belajar bahasa Indonesia, sedangkan kita udah tau. Pelajarannya berliku-liku lagi, heran." Lintang menatap serius papan tulis sambil mengeluarkan isi kepalanya.

"Tapi Lo masih fokus belajar tuh," ucap Fana sedikit sinis.

"Di Amerika nggak ada pelajaran Bahasa Indonesia jadi cukup menarik bagi gue."

"Yaudah nggak usah protes, belajar aja." Fana menyandarkan badannya pada kursi.

"Tau relativitas?" tanya Fana tiba-tiba.

"Tau."

"Teori Relativitas menurut Einstein adalah energi sama dengan massa dikalikan kuadrat kecepatan cahaya," jelas Lintang lalu menuliskan rumus relativitas di kertasnya.

"E=mc² begini kan?" Fana mengangguk takjub, Lintang ternyata bukan hanya tampan tapi juga pintar.

"Tau nggak, ketika seseorang duduk dengan pacarnya selama satu jam, waktu akan terasa seperti satu menit. Lalu ketika seseorang berdiri di atas bara api selama satu menit akan terasa seperti satu jam. Begitulah relativitas." Lintang mengerutkan kening cukup bingung.

"Lalu apa hubungannya dengan pelajaran kita saat ini?"

"Yah gitu deh pikir sendiri." Fana menatap Lintang mengejek.

    Lintang mendengus kesal, mencoba berpikir dan menghubungkan teori relativitas Einstein dengan pelajaran bahasa Indonesia.

"Oh gue paham, contohnya kalau kita belajar sains waktu akan terasa singkat dan sebentar karna kita suka pelajaran itu, sedangkan saat belajar pelajaran yang nggak kita sukain---

"Contohnya sekarang, pelajaran bahasa Indonesia." Lintang menurunkan volume suaranya.

"Akan terasa lama, itulah yang dimaksud relativitas?" Fana terkekeh lalu mengangguk membenarkan.

"Baiklah anak-anak pelajaran hari ini sudah selesai, silahkan catat materi di papan tulis. Ibu permisi Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab seisi kelas dengan kompak.

   Beberapa siswa langsung meregangkan badannya, ternyata bukan hanya Rizy, Fana ataupun Lintang yang tidak menyukai pelajaran ini, ada beberapa anak juga yang kurang suka.

    Lintang menghela napas lelah pelajaran bahasa Indonesia benar-benar menguras energinya, padahal hanya duduk diam tanpa melakukan apapun.

"Mau kekantin?" Fana menggeleng.

"Kenapa? Gue jarang banget lihat Lo ke kantin, gak bawa duit?" Fana memukul lengan Lintang cukup keras.

"Bawa, nggak usah liatin gue dengan muka polos kasihan Lo itu," ucap Fana memicingkan mata.

   Lintang terkekeh, bukan begitu maksud sebenarnya.

"Terus kenapa Lo nggak kekantin?"

"Malas aja, desak-desakan banyak orang." Lintang mengangguk, dia tak bisa memaksa gadis itu.

"Yaudah lah, gue mau kekantin. Siapa tau Lo mau nitip sesuatu?" Fana lagi-lagi menggeleng.

   Gadis itu membuka sebuah buku bacaan yang di bawanya dari rumah, Lintang mengangguk tak ingin mengganggu ketenangan gadis itu.

Find Me Please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang