❍ Ikatan dalam gelap

76 25 0
                                    

Kring... Kring... Kring....

     Lonceng angin itu berbunyi nyaring, jam sudah menunjukkan pukul 22.05 seharusnya kafe sudah tutup lima menit yang lalu.

Anna mengintip dari balik meja, semua lampu kafe sudah di redupkan. Samar-samar bayangan sosok berhoodie duduk di salah satu kursi.

"Zy," bisik Anna pada Rizy salah satu karyawan kafe yang bertugas malam itu.

"Lo aja sana," ucap Rizy ikut berbisik.

"Yeuh cupu banget, kan Lo cowok." Rizy mengedikkan bahu tak peduli.

Perlahan Anna mendekati sosok yang membelakanginya itu. Jantungnya serasa ingin berhenti.

"Nona Fana."

"Berhenti memanggilku Nona, Ann." Fana memutar bola matanya malas.

"Hufht gue pikir siapa."  Anna menghela napas lega.

"Suasana jadi horor karna Lo datang tengah malam gini, pake baju kayak gitu lagi." Fana memperhatikan seluruh tubuhnya.

"Nggak ada yang aneh dari gue," ucap Fana menatap Ann.

"Loh Nona Fana, kirain siapa." Rizy ikut duduk bersama kedua gadis itu.

"Sth Zy jangan memanggilku nona," eluh Fana.

"Hahah nggak sopan Fan."

"Cielah sok nggak sopan, padahal di sekolah kalian sekelas tapi kayak nggak kenal." Rizy melotot dan langsung membekap mulut Ann.

"Nggak papa Zy, santai aja."

   Zildan Alfarizy, atau biasa di panggil Rizy adalah salah satu karyawan Fana sekaligus teman sekelas Fana.

"Di sekolah gue bingung ngajak Lo ngobrol darimana. Untungnya udah ada Lintang, jadi Lo nggak terlalu kesepian." Rizy menatap Fana tulus.

"Lintang? Uwow siapa tuh Fan?" Fana menoyor kepala Anna pelan.

"Teman."

"Wah Fana akhirnya Lo punya teman Fan. Tumpengan nggak kita?" seru Anna bertos ria dengan Rizy.

"Ogah."

"Iiiih Fanaaaaa." Rizy dan Anna menekuk wajah sedih.

"Apa?" Tatapan Fana seketika membuat keduanya berdehem tegang.

"Btw Nona darimana?" tanya Anna sedikit penasaran pasalnya tumben sekali gadis itu mengunjungi kafe di malam hari seperti ini.

"Nggak dari mana-mana. Kalian beres-beres sana terus pulang."  Anna dan Rizy mengangguk lalu meninggalkan Fana sendirian.

   Fana menyandarkan badannya pada kuris lalu menutup matanya sejenak. Entah kenapa hari ini begitu berat untuknya.

"Ayah, apa sebenarnya yang Fana tidak ketahui?"

   Fana menghembuskan napas lelah, entah sudah keberapa kalinya. Banyak hal yang sulit di pahaminya akhir-akhir ini. Kedatangan Lintang, lalu Aerglo dan bullyan yang semakin sering.

"Fan, kami duluan yah." Fana mengangguk, Rizy dan Ann meninggalkan Fana sendirian dalam ruang hampa dan kosong itu.

   Lagi-lagi hanya kesunyian yang didapati Fana, sejauh apapun dia berlari berusaha menghindar namun takdir telah mengikat kakinya pada kegelapan dan kesendirian, miris memang namun begitulah adanya.

"Tak tik tou. Tak tik tou. Tak tik tou." Fana melangkah perlahan ke ruang atas dengan menyenandungkan nada dan melodi berirama itu.

"Tak, untukmu yang hidup sendirian. Tik, akhir gelap menantimu dipenghujung. Tou, bersama dan hancurkan." Fana melepas hoodie yang menutupi tubuhnya, tersisa tanktop dan celana sebatas paha.

   Jemarinya membuka gorden yang menutupi jendela, tanpa menghidupkan lampu ruangan. Cuaca malam ini cukup cerah dengan hembusan angin malam sebagai pengiring melodi.

   Fana menatap bintang dengan teleskop yang selalu tersedia disana. Langit malam yang selalu lebih menarik dari pada nyawanya sendiri.

"Bintang berkedip kepadaku, apakah dia sedang menyapaku yah?" Sedikit senyum merekah di bibir mungilnya.

"Kehidupan ini hanya sementara, maka nikmatilah seolah kau akan hidup selamanya. Lalu menderitalah seakan kau akan mati besok." Fana tersenyum kecil.

"Benar kan Haumea."

    Fana berbalik, benar saja sedari tadi dia tidaklah sendirian, sesosok gadis dengan pakaian serba hitam berdiri di dekat jendela dengan senyum menawan tersinari bulan.

"Hahah bagaimana kau menyadarinya?" Haumea terkekeh geli.

"Angin yang membisikiku."

"Dasar gadis aneh." Fana menjentikkan jemarinya di dahi Haumea.

Cletak ....

"Kita ini selalu hidup di dalam kegelapan, mengapa kau sangat mencintai cahaya itu Fana?"

"Ahahah hidup dalam kegelapan? Tidak, kita hanya terkurung Haumea. Dan apakah seseorang yang hidup dalam kegelapan tidak bisa mencintai cahaya?"

"Kau salah Haumea, justru mereka yang berada dalam kegelapan lah yang terlalu mencintai cahaya. Mereka ingin menggenggamnya, memeluk dan mendekapnya."

   Haumea terkekeh, ikut melepas semua kain yang melekat di tubuhnya, berdiri di dekat jendela mengawasi indahnya lampu kota dari bangun berlantai tiga itu.

"Jika aku telah menemukan keadilanku lalu apa yang akan terjadi denganmu? Siapa yang akan menemanimu menanti disini?" Haumea tetap menatap gemerlap lampu kota.

"Tak apa, sebelum hadirmu pun aku sudah terjebak bersama rantai yang mengikat ini. Jika aku tak bisa kabur, maka aku akan menghadapi semua takdirnya sendirian."

   Fana memejamkan mata, gemerlap bintang disana seolah bisa di capainya, namun itu terlalu jauh bermil-mil jauhnya di langit sana.

"Hm."

   Fana dan Haumea saling terdiam dalam kegelapan.

"Masa lalu ini bukan milikmu, namun kau yang harus menyelesaikan benang kusutnya." Fana mengangguk, ucapan Haumea tak salah sedikit pun.

"Apalagi yang kau curi malam ini?" Haumea menunjuk tas di samping pakaiannya.

   Fana memeriksa isi tas hitam itu, isinya adalah sebuah cincin dengan berlian di atasnya, lalu segepok uang dan beberapa kepingan uang logam entah tahun berapa namun itu sangat lah berharga, dan bernilai jual tinggi.

Ctak ....

"Apa kau tak bosan terus-terusan menjentik kepalaku heh?" protes Haumea memegang dahinya.

"Rubah pencuri ini semakin handal yah. Apakah nona Haumea tak bosan mencuri?" tanya Fana, Haumea hanya tersenyum miring.

"Ayolah Fana, kita punya tujuan masing-masing. Janji di bawah rembulan?" Haumea menunjukkan kelingkingnya, Fana tersenyum lalu mengusap pelan kepala gadis itu.

"Kak aku berjanji akan berhenti mencuri ketika seluruh keadilanku terpenuhi. Aku juga akan menemanimu menanti di kegelapan ini."

"Berjanjilah ayo!"

"Baiklah Haumea."

   Fana tersenyum, mengingat janjinya dengan Haumea kecil kala itu, matanya penuh keberanian, tekadnya membara sulit di padamkan bahkan oleh air mata itu sendiri.

"Janji di bawah rembulan dan di dalam kegelapan."

"Tak Tik Tou."

   
[FIND ME PLEASE!]

"Nada melodi tak tik tou yang menjadi awal perjanjian dalam gelap."

-Dark side.

Find Me Please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang