❍ Pertolongan Poseiden

164 81 17
                                    


     Ini lembar kesekian yang di baca Fana dari buku "Tentang Bintang dan Alamnya." Lagi-lagi gadis itu bermimpi terbang di antara gugusan bintang, bermain dan menghilangkan semua isi kepalanya yang semakin berkecamuk.

Fyi: Gugus bintang atau Awan bintang merupakan kelompok bintang yang secara gravitasi dan awal pembentukannya terikat satu sama lain.

"Fana," panggil sang Ibu berhasil memecah fokus Fana.

"Ada apa ibu?"

"Kamu sedang sibuk yah, maaf ibu ganggu. Lanjutkan saja bacanya," ucap sang ibu mengelus kepala Fana.

"Nggak, bacanya udah selesai kok. Ibu butuh sesuatu?" Fana menyimpan bukunya dan fokus pada sang ibu.

"Tidak, tidak ada Fana." Ibunya tersenyum lalu pergi keluar dari kamar putrinya.

"Eh tumben sekali."

"Ayah, lihat aku. Kini aku sudah tumbuh dewasa, aku juga tidak merepotkan ibu. Apakah aku berhasil jadi anak yang baik?"

Fana mengambil foto dimana ada dia, ibunya dan mendiang ayahnya tersenyum lebar seolah waktu itu merekalah orang yang paling bahagia.

"Fana, langit itu sangat luas. Jadilah seperti langit."

"Kenapa harus jadi seperti langit ayah?" tanya Fana kecil duduk di pangkuan ayahnya.

"Walau kadang tak di sadari keberadaannya dia tetap tabah. Punyailah hati seluas langit dan milikilah mimpi setinggi langit. Fana tumbuhlah besar dan jadilah anak yang baik."

     Fana tersenyum mengingat percakapan singkatnya dengan sang ayah, memori indah yang tidak akan pernah dia lupakan. Sebuah moment berharga yang tertanam dalam di kepalanya.

"Fana, ayo kemari," panggil ibunya.

Seketika Fana beranjak, menghampiri sang ibu yang entah sedang bersama siapa.

"Fana, kemari sayang." Fana mendekat, dengan sedikit senyuman di pipinya.

"Ayo sapalah om Farez," perintah ibunya.

    Fana menelisik pria setengah baya di hadapannya, dari ujung kaki hingga kepala. Pakaian rapi layaknya seorang di rektur, perawakan tinggi gagah namun wajahnya tampak sedikit mirip dengan seseorang, itulah yang ada di pikiran Fana

"Halo om, saya Fana putrinya ibu." Fana menyalimi tangan Farez.

"Putrimu sudah besar, dia cantik Lin," puji Farez membuat Fana sedikit tersipu.

       Alina (ibu Fana) mengizinkan Farez untuk masuk kedalam rumah, berbincang hal sederhana tentang masa SMA mereka. Dapat Fana simpulkan om Farez adalah sahabat ibunya semasa SMA mereka tampak sangat dekat dan akrab.

"Fana, kamu sudah SMA yah nak?" Fana mengangguk mengiyakan.

"Sekolah dimana?" Fana tersenyum singkat lalu menjawab.

"SMA Gugus Bangsa om."

"Wah kebetulan sekali, putra om juga sekolah disana. Mungkin saja kamu kenal."

     Fana tersenyum canggung, ini cukup rumit. Bagaimana bisa Fana mengenal putra dari om Farez sedangkan namanya pun dia tak tahu, bahkan sekalipun Fana tahu namanya dia tak akan peduli dengan hal itu. Pertemanan adalah hal sederhana yang rumit.

     Fana pamit ke kamarnya, membiarkan sang ibu dan om Farez berbincang berdua, mengenang waktu SMA mereka sebagai seorang sahabat.

❍❍❍

    Fana berjalan tertatih, sangat pelan, luka di kakinya berdarah cukup hebat, beberapa luka memar juga dia dapati di sekujur tubuhnya.

    Beberapa saat yang lalu Fana berkelahi melawan sekomplotan preman yang mencoba menyerang nenek tua di sekitaran pasar, Fana membiarkan sang nenek kabur lalu menjadikan dirinya samsak target pukulan para preman itu.

Bruk....

"Auh ssth," ringisnya saat tubuhnya bertabrakan dengan seorang pemuda berperawakan tinggi.

"Eh sorry, Lo gak papa--- Astagaaa gue nyenggol Lo dikit doang kok bisa sampe babak belur begini?!" panik pemuda itu.

     Dia jongkok membantu Fana berdiri, raut wajah panik masih melekat di wajahnya tak bisa dia sembunyikan melihat kondisi gadis itu yang mengkhawatirkan.

"Bukan salah Lo," ucap Fana.

"Tapi kaki Lo berdarah gitu, gue bawa ke dokter aja yah," tawar cowok itu tentunya di tolak keras oleh Fana.

"Kenapa bisa sampe begini? Lo habis ngapain?"

"Berantem," jawab Fana singkat.

"Ikut gue deh sini." Tubuh Fana terangkat, cowok itu menggendongnya ala bridal style entah mau di bawa kemana.

"Lo ngapain! Turinin gue atau gue teriak sekarang juga!" protes Fana mencoba melepaskan diri.

"Apaan sih nih cewek banyak gerak banget, diam bentar."

"Gimana bisa diam, Lo orang nggak dikenal, mau culik gue yah Lo! Lepasin gue. Tolo---

"Nah gitu dong diam," ucap cowok itu tersenyum kemenangan setelah berhasil menyumbat mulut Fana dengan kain.

     Cowok itu menggendong Fana kearah sebuah kafe bernuansa vintage, Fana sama sekali tidak memberontak tahu tempat seperti apa yang ditujunya.

    Lonceng kafe bergemerincing singkat, yah begitulah sistematis kafe itu, lonceng di atas pintu akan berbunyi jika ada yang masuk ataupun keluar.

"Eid Lo kemana aja lama banget nyampenya." Eid mengabaikan Pian lalu mendudukkan Fana.

"Dih gercep juga Lo. Cewek baru?" Eid melemparkan sekotak tisu di atas meja kearah Morgan.

"Lo habis ngapain anak orang weh, babak belur gitu? Gue kira Lo anak baik-baik Eid."

"Brisik Lo, mending cariin kotak P3K dari pada banyak bacot," oceh Eid pada Pian dan Morgan.

    Kedua remaja itu segera menuruti perintah Eid, luka Fana juga semakin terbuka lebar karna di biarkan lama.

    Yah cowok yang menyelamatkan Fana adalah Poseiden atau sering di panggil Eid.

"Nih, cepet deh obatin. Gue agak ngeri sama darah," lirih Pian.

"Lo cowok? Lemah banget, darah doang," ledek Morgan menyaksikan ekspresi mendelik dari Pian.

"Bacot."

"Bicit." Pian yang tak tahan kemudian menginjak kaki Morgan, lalu Morgan membalas dengan memukul lengan cowok itu, keduanya terus bertengkar layaknya anak kecil.

"Bisa tenang gak Lo berdua!" tegur Eid seketika membuat keduanya diam tak berkutik.

  Eid kemudian melanjutkan membersihkan luka Fana. Eid melakukan cara sederhana pertama dia menekan area kulit yang masih berdarah. Kemudian membersihkan luka dengan air. Lalu mengoleskan petroleum jelly atau salep antibiotik. Dan terakhir membalut luka Fana dengan perban.

"Wah Lo jago juga yah Eid," puji Morgan takjub dengan pergerakan tangan Eid yang cekatan.

"Oh jelas calon dokter. Senggol dong," bangga Eid kemudian membersihkan peralatan P3Knya kembali.

"Makasih," lirih Fana yang sedari tadi hanya memperhatikan.

"Hah nggak kedengaran," goda Pian.

"Makasih," ucap Fana sekali lagi, kali ini dengan suara cukup keras mendapat kekehan dari ketiga cowok itu.

"Hahah sama-sama, lain kali nggak usah sok jago pake berantem segala, Lo itu cewek buat di lindungin." Eid mengusap pelan rambut Fana.

"Khm...." Pian dan Morgan berdehem lalu mengalihkan pandangan kearah lain.

"Yaudah gue duluan." Fana berdiri berniat untuk pergi dari tempat itu.

"Sampai ketemu besok di sekolah," bisik Eid tepat di telinga Fana membuat bulu kuduk gadis itu berdiri.

"Hah?"

(FIND ME PLEASE!)

TBC <3

Find Me Please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang