❍ Sibling?

67 23 1
                                    


"Hati-hati." Lintang mengangguk lalu tersenyum.

    Lintang menarik napas dalam setelah menutup pintu ruangan berwarna putih dengan aroma khas obat.

"Woi Tang!" Lintang sedikit terperanjak.

"Berisik banget Lo, ini rumah sakit," ucap Lintang.

"Heheh sory, habis jenguk kakek?" Lintang mengangguk, memperhatikan cowok di depannya dengan seksama.

"Cocok nggak?" Lintang terkekeh pelan menanggapi.

    Poseiden dengan jas ala dokter dan steteskop tersampir di lehernya. Berdiri layaknya model memperlihatkan ketampanannya.

"Hahah masya Allah calon dokter yah. Sukses!" Lintang menepuk pelan bahu Eid.

"Yah sebenarnya cuman nyobain pakaian mama aja sih, sekalian lihat-lihat. Ada banyak yang bisa gue pelajarin sebelum jadi dokter sungguhan."

   Yah rumah sakit besar tempat kakek Lintang di rawat ini adalah milik keluarga Poseiden dan kepalai oleh mama Poseiden, Sirenia Dewa.

    Sirenia Dewa, wanita yang menjadi orang tua tunggal setelah kematian suaminya akibat kegagalan operasi setelah kecelakaan tunggal yang di alami Dewa, salah satu alasan mengapa Eid ingin menjadi dokter.

"Gimana keadaan kakek?" tanya Eid melepas jasnya.

"Yah udah lebih baik daripada sebelumnya, thanks yah."

"Kalau ada apa-apa hubungin gue aja, rumah sakit siap siaga dua puluh empat jam." Eid menatap Lintang sungguh.

"Siap pak dokter, gue duluan yah. Salam sama tante Siren." Eid mengangguk.

"Mau gue salamin sama tuan Dewa juga nggak?" Eid sedikit berteriak, Lintang justru terkekeh dari kejauhan.

    Lintang tahu betul, om Dewa, papa Eid akan selalu hidup di hati Eid untuk selamanya.

    Lintang berjalan pelan keluar dari rumah sakit itu, tatapannya mengarah pada langit yang di selimuti awan putih, namun tetap cerah. Ingatannya setiap melihat langit selalu tertuju pada gadis pecinta langit yang telah menyita perhatian Lintang akhir-akhir ini.

"Ccih kakak nggak akan pernah mengerti!"

"Kamu yang nggak pernah mengerti dasar bocah pembangkang!"

"Sudah, malu di lihat orang."

     Telinga Lintang menangkap pertengkaran antar tiga saudari di taman rumah sakit, tak jauh dari tempatnya berada.

      Seorang gadis yang tengah duduk di kursi roda dengan pakaian rumah sakit, dan dua lainnya bertengkar entah karna hal apa.

"Valuna, adikmu ini tidak akan pernah mengerti. Dia hanya selalu mempermalukan keluarga," ucap sang kakak menunjuk gadis yang membelakangi Lintang.

"Amea sudah jangan berteriak padanya, katakan dengan lembut maka Mea akan mengerti." Valuna gadis dengan kursi roda berusaha menenangkan kakaknya.

    Lintang teringat dengan kedua nama itu, Amalthea Citrine dan Eris Valuna Citrine putri dari keluarga Citrine. Lintang yakin gadis yang membelakanginya adalah si bungsu yang identitasnya masih menjadi misteri.

"Dasar anjingnya ayah!" umpat gadis itu, Lintang tercekat usia gadis itu kira-kira masih sekitar 14 atau 15 tahun.

"Lihat adikmu, dia berani mengumpat padaku!"

Plak....

   Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi gadis paling muda.

"Cuih hanya kekerasan yang bisa kau gunakan Amea, persis seperti ayah."

     Amea, gadis itu menggeram marah pada adiknya, bersiap untuk menamparnya lagi.

"Hentikan, Amea jangan!" Valuna menarik tangan kakaknya agar tidak memukul sang adik.

"Dia berani padaku Valuna! Lihat tatapan tajamnya itu, apakah itu pantas untuk keluarga Citrine?" Valuna menggeleng.

     Lintang hanya terdiam menyaksikan, dia tak tahu apa yang salah di antara mereka, namun tampaknya keluarga Citrine tidaklah seharmonis kelihatannya.

    Pertengkaran mereka di saksikan oleh pengunjung rumah sakit bahkan beberapa orang sudah merekam kejadian ini, pasti akan menjadi topik panas.

"Maafkan saya, keluarga Citrine yang terhormat. Tidak seharusnya jelata seperti saya menatap nona dengan pandangan sampah seperti ini," lirihnya namun terdengar tegas.

"Mea...," lirih Valuna menatap adiknya sedih.

"Biarkan semua orang tahu, anak bungsu keluarga Citrine begitu pembangkang!" teriak gadis kecil itu marah.

"Apa yang kau lakukan hah?!" Amea menggeram marah, menarik tangan adiknya dengan kasar.

"Kak Amea, jangan!" Valuna berusaha menahan sang kakak yang mulai menyeret adiknya.

"Dia berhak mendapat hukuman Valuna!"

"Hentikan!" Seketika keadaan menjadi hening, ketiga gadis itu menatap sang pemilik suara.

"Apa yang kalian lakukan? Mempermalukan keluarga?" ucapnya penuh tekanan, dingin dan menusuk.

     Lintang merinding, walau menyaksikan peristiwa itu dari jauh namun dirinya merasakan aura kuat yang menekan. Lintang tahu pemilik suara itu, Pluto Citrine anak sulung keluarga Citrine.

"Tidak ada seorang anakpun yang ingin mempermalukan keluarganya," ucap si gadis kecil tetap menunduk.

"Kecuali dirimu?" Amea tetap mencengkram tangan adiknya.

"Lepaskan Amea," titah Luto, Amea mendecih kesal.

"Cuih, aku hanya meluruskan yang seharusnya! Kau tidak tahu apapun Amea."

"Mea, hentikan jangan melawan kakakmu." Luto berlutut mendekap si anak bungsu.

"Lihat saja kak Luto, anak kecil ini sok mengajariku, memangnya dia tahu apa? Hanya kenakalan yang dia lakukan setiap harinya," sarkas Amea.

"Amea!" Amea terdiam mendapat gertakan dari Luto.

"Bawa Valuna kedalam, hentikan ini semua."

"Menyebalkan!" umpat gadis kecil itu, lalu berlari menjauh keluar dari rumah sakit.

     Lintang terkesiap saat gadis itu lewat di dekatnya, mata tajam gadis itu sempat meliriknya. Lintang tak bisa melihat wajahnya dengan jelas karna tertutupi oleh topi dan helaian rambut.

"Keluarga yang mengerikan." Lagi-lagi Lintang di buat kaget karna Eid yang tiba-tiba berdiri di belakangnya.

"Lo lihat kan Tang, ini pertama kalinya gue lihat si bungsu datang berkunjung ke kakaknya."

"Jadi anak ketiga tuan Citrine di rawat disini?" Eid mengangguk.

"Dan Lo tahu nggak, papanya Pian sering berkunjung kesini." Eid menampilkan senyum menyapa setiap pasien yang melihatnya.

"Ngapain?"

"Entah, mungkin urusan bisnis," jawab Eid.

"Gue pikir keluarga mereka cukup harmonis, ternyata ini yang di sembunyikan. Bahkan identitas si bungsu belum di ketahui sampai saat ini." Lintang mengangguk setuju.

"Setidaknya itu yang mereka perlihatkan, sebuah keharmonisan yang kosong."

"Kayaknya si bungsu ini cewek bar-bar bermasalah makanya nggak di tampilin di publik," ungkap Eid beropini.

"Bisa jadi," ucap Lintang santai.

"Yasudahlah, lagian itu urusan keluarga mereka, nggak usah ikut campur." Eid mengedikkan bahu, dia cukup penasaran.

"Tapi Lo bakalan datang ke pestanya?"

"Mungkin ya, mungkin tidak."

"Sialan, jawaban Lo cukup ambigu!" sentak Eid tak terima.

"Hahahah."

[FIND ME PLEASE!]

Find Me Please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang