22

20.3K 2.6K 624
                                    

"John kenapa masih disana? Cepat, kita- Hae-Haechan?!"

Arah pandang Haechan beralih, matanya semakin membola kala melihat sosok sang Mae yang juga ikut mematung melihatnya.

"Ma-mae..."







❀𝓓𝓲𝓒𝓾𝓵𝓲𝓴..







"Ma-Mae..." Haechan membatu, kedua kakinya terasa ditancapi puluhan paku hingga tubuh itu tak bisa bergerak sedikitpun. Napasnya perlahan memburu dengan kedua mata yang bergetar panik melihat langkah Johnny dan Ten mulai dekat.

Dengan wajah yang memucat, kedua manik bulat itu bergulir— melirik panik sosok Mark yang masih sibuk dengan teleponnya diujung sana.

"Ma-Mark sae-"

"Haechan-ah? Haechan-ah!"
Langkah lebar Johnny semakin dekat dan semakin tercekat pula napas Haechan. Wajah manis itu kembali menoleh, meminta pertolongan pada Mark namun terlambat karena kini tubuhnya hanya bisa mematung dalam dekapan cepat sang Ayah.

"Haechan-ah, kamu dari mana aja?! Daddy dan Mae nyariin kamu kemana-mana!" Johnny lepas pelukannya, meneliti keadaan sang anak dari atas sampai bawah dengan sorot khawatir dan kembali memeluk tubuh kecil itu erat.

"Maafin Daddy..." Lirihnya dengan napas yang tertahan.

Haechan terdiam, tertegun dalam dekapan erat sang ayah terlebih saat mendengar nada putus asa Johnny. Kedua matanya berpaling, menatap Ten yang hanya mematung didepan sana— menunduk dalam guna menyembunyikan air matanya.

"Mae..."

Ten mendongak, melihat nanar wajah putra satu-satunya yang masih didekap erat Johnny. Dia gigit bibirnya kuat, berusaha keras menahan segala rasa yang bergejolak dalam dadanya—terasa begitu meledak penuh lega, khawatir juga bersalah yang dalam hingga dia hanya hanya mampu mematung.

Johnny lepas pelukan erat itu dan berbalik, memandang lekat sosok sang pendamping hidupnya dengan sebuah senyum samar. "Kita berhasil nemuin Haechan... Anak kita" ucapnya lirih mengundang tetesan air mata Ten.

Ten segera berjalan cepat, memeluk tubuh Haechan dengan begitu erat diiringi linangan air mata. "Maafin Mae Haechan-ah... Maafin Mae" sang ibu terisak, menangis dalam pundak si remaja dan Haechan hanya bergeming— termangu dengan dada yang sesak.

"Jangan pergi lagi... Jangan tinggalin Mae lagi" Kedua tangan Haechan terkepal erat dikedua sisi tubuhnya, tak mampu membalas pelukan sang ibu. "Kamu segalanya buat kami, kamu segalanya buat Mae dan Daddy selama ini-"

"Segalanya..." Lirih Haechan miris dan mendengus. Entah kenapa kata 'segalanya' cukup menggelikan ditelinga Haechan. Bagaimana bisa sesuatu yang menjadi 'segalanya' namun selalu diperlakukan dengan cara 'seperkiannya' Haechan sama sekali tak mengerti.

Dengan pelan dia lepas pelukan Ten, membuat sang ibu mengernyit dan menatapnya lekat.

"Kalian yakin anggap aku segalanya selama ini? Bukan hanya seperkian?"

"Apa maksud kamu?" Haechan menoleh, memandang wajah tegas sang ayah dengan sorot kosong.

"Aku engga pernah merasa jadi segalanya buat kalian selama ini. Segalanya?" Remaja itu mendengus, tertawa geli mengingat betapa dinginnya rumah selama ia tempati, mengingat kehadirannya yang selalu ditinggal begitu saja setiap saat, mengingat bagaimana kedua orang itu sama sekali tak mengkhawatirkannya kala diculik dulu.

DI CULIK? | MarkHyuck☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang