Haechan meringkuk dalam tidurnya, wajahnya berpaling gusar dengan dahi yang mengerut dalam. Tubuh tan itu bergerak resah dari balik selimut, peluh mulai membanjiri diwajah manisnya yang terlihat sedikit pucat.
Dengan sekali sentakan, kedua mata bulat itu terbuka lebar, terbangun dari mimpi buruknya. Tubuhnya bangkit, duduk ditepi ranjang Mark dengan napas yang memburu lalu terdiam sesaat, berusaha mengumpulkan nyawanya yang masih melayang dan mengacak rambutnya kala sudah sepenuhnya sadar. Akh sial! Dia mimpi buruk. Ini pasti gara-gara dia belum ngabisin duit hari ini!
Mendecak kesal, Haechan berpaling dan menyerengit kala tak menemukan keberadaan Mark dibawah sana. Diliriknya jam dinding yang menunjuk jam 1 malam dan kembali melihat karpet kosong tempat sang guru seharusnya tidur.
Haechan turun dari ranjang, berjalan pelan lalu membuka pintu perlahan. Bergidik takut melihat ruang tengah yang gelap gulita dan pandangan matanya berhenti pada pintu utama yang terbuka lebar, menampilkan punggung lebar Mark yang sedang duduk di teras depan.
Guru ganteng itu lagi ngapain malem-malem gini diluar?
Haechan mengambil ancang-ancang, mengumpulkan keberanian untuk melewati gelap. Dan dengan sekali tarikan napas dalam Haechan berlari kencang, menembus kegelapan ruang tengah dengan heboh membuat Mark terlonjak kaget sambil menoleh cepat.
"Hae-Haechan?" Kagetnya dan langsung mematikan puntung rokok ditangannya lalu mengibaskan tangan cepat guna mengusir asap tembakau di udara.
"Hm? Mark saem ngerokok?" tanya Haechan kaget, karena tak pernah terbayangkan olehnya guru yang terkenal baik hati dan teladan ini seorang perokok.
"Lagi proses berhenti" Mark patahkan batang rokok yang masih tersisa seperempat itu dan membuangnya ke tanah. "Kamu kenapa belum tidur? Kebangun?"
Haechan mendengus dan duduk disisi sang guru. "Hm, saya mimpi buruk saem" Adunya dengan bibir yang mengerucut, membuat Mark terkekeh.
"Saem sendiri ngapin disini sendirian?"
"Ngerokok, stress saya" Jawab Mark enteng sambil melihat kosong halaman rumahnya.
Haechan menoleh, memandangi sisi wajah tampan sang guru yang hanya diterangi remang lampu teras. Kedua matanya mengedar dan terhenti ketika melihat ponsel miliknya tergeletak disamping kaki Mark.
Remaja itu menghela napas dalam lalu ikut memandang halaman yang mulai dipenuhi rumput liar. Tanpa perlu ditanya lagi, Haechan tahu apa yang sedang Mark pikiran.
"Saem, kayaknya.. Saem gak akan pernah dapet uang tebusan dari orang tua saya deh" Ucap Haechan dengan pandangan yang terpaku pada rumput liar yang bergoyang akibat angin malam.
Mark menoleh, tertegun melihat raut tak biasa Haechan ditambah dengan tatapan mendung dikedua mata bulat itu.
"Mereka anaknya ilang aja engga sadar, apalagi kepikiran kalo diculik"
Haechan ikut berpaling, balik menatap kedua mata tajam Mark dalam remang lampu. "Mereka punya banyak urusan yang lebih di prioritasin daripada saya" Kekehnya dengan tawa miris.
"Itu pasti karena kamunya yang nakal kan?" Haechan tertawa renyah mendengar nada tak percaya sang guru.
"Seandainya nakal cukup, 5 milyar pasti udah ditangan saem sekarang" balas Haechan dengan senyum lebarnya yang entah kenapa terasa menyedihkan.
Sang guru kembali terdiam, tak tahu harus bagaimana menanggapi nada rendah sang murid. Dia tatap kedua mata bulat Haechan dalam. "Apa.. Apa mereka engga sayang kamu?" tanyanya penuh hati-hati yang dijawab Haechan dengan tawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI CULIK? | MarkHyuck☑
FanfictionBerawal dari sang Ibunda yang meminjam uang ke beberapa aplikasi peminjaman online dengan identitasnya, membuat Mark seketika ingin mati melihat jumlah fantastis yang harus ia bayar belum lagi dengan bunga yang sudah menumpuk tinggi. Nekat, pemuda i...