28

21.3K 2.5K 449
                                    


Mark terdiam cukup lama, menatap lekat wajah sembab sang ibu yang tertidur pulas di atas ranjang. Wajahnya berpaling, mencoba menahan segala rasa yang berkecamuk dalam dadanya.

Dengan hembusan napas pelan Mark melangkah, mendekati ranjang sang ibu lalu menarik selimut hingga menutupi leher Sungkyung. Setelahnya, pemuda itu kembali mundur dan berbalik, keluar dari kamar Sungkyung.

Mark tutup perlahan pintu kayu itu, menghela napas panjang dengan wajah yang tertunduk. Setelah berdiam cukup lama didepan pintu kamar sang ibu, guru itu berbalik. Beranjak menuju kamarnya namun terhenti kala melihat sosok Haechan yang berdiri didepan sana, menatapnya lekat dalam diam.

Haechan melangkah, mendekati Mark dan langsung memeluk tubuh tegap sang guru. Menenggelamkan wajahnya ke dalam dada bidang Mark sambil mempererat pelukannya.

"Hae-"

"Engga apa-apa.." Lirihnya membuat kedua alis Mark bertaut bingung.

"Hm? Apanya?"

Haechan semakin menenggelamkan wajahnya. "Engga apa-apa, Mark saem bisa lepas topengnya sekarang" Ucapnya lembut membuat Mark seketika terdiam.

"Tenang aja, saya engga liat. Engga ada yang liat kok, jadi..." Napas Haechan tertahan ketika merasakan tubuh tegap dalam pelukannya menegang. "...jangan ditahan lagi, nanti Mark saem bisa tambah sakit"

Bahu lebar Mark bergetar pelan, kedua tangannya yang menggantung mengepal erat disisi tubuhnya. Wajahnya merunduk dalam, dia gigit bibirnya kuat guna menahan kabut panas yang mulai menguasai kedua matanya.

"Engga apa-apa... saya engga denger apapun hari ini, saya sama sekali engga liat apapun hari ini. Mark saem sendirian kok sekarang... Engga ada orang, engga ada yang tahu" Ucap Haechan lirih, semakin membuat tetesan panas itu mendesak.

Mark menyerah, membiarkan setetes air mata lolos dari manik hitamnya. Membiarkan detak jantungnya bertalu ngilu tak tanpa lagi menahan.

Tak lagi melawan sesak yang selama ini selalu mati-matian dia tahan kuat. Melepaskan seluruh beban yang selama ini selalu terhalang harga dirinya. Tanpa membalas pelukan Haechan, Mark menangis. Tangis pilu untuk semua beban yang dipikulnya seorang diri.

Hari itu tangis Mark meledak, seluruh pertahanan yang telah dia bangun kuat akhirnya runtuh dalam pelukan Haechan.

Sejak kecil, Mark terbiasa selalu memaksakan diri jika dia baik-baik saja. Bahkan ketika keadaan menjadi sulit, ataupun dunia berprilaku sangat tak adil padanya. Mark akan selalu berkata 'saya engga apa-apa' dengan senyum lebarnya. Seolah semua sedih dan deritanya bukanlah sebuah masalah, walau yang terjadi justru semakin membuat hatinya beku.

Dia seorang pria, dia tak akan pernah menangis dan memperlihatkan kelemahannya pada dunia. Mark lebih suka mendoktrin otaknya sendiri daripada jujur pada perasaannya.

Tak peduli seberapa berat beban yang ditanggungnya, Mark akan selalu tersenyum ramah pada dunia. Mati-matian menyembunyikan sakitnya karena dia harus terlihat baik-baik saja. Tidak, seorang Mark Lee tak boleh tidak baik-baik saja, karena... dia benci terlihat lemah.

Namun hari ini, semua bebannya tak dapat lagi dibendung. Dadanya tak mampu lagi menampung setiap sayatan dalam detak jantungnya. Mark menyerah, mulai memilih jujur pada perasaannya dan terlihat lemah didepan Haechan.

Mendengar isakan tertahan sang guru, membuat si remaja semakin mengeratkan pelukannya. Mencoba memberi kekuatan sekaligus memberitahu, jika Mark tak sendirian. Ada Haechan disini, dia tak perlu lagi menanggung semua itu seorang sendiri. Karena Haechan... tak akan membiarkan Mark sendirian lagi mulai sekarang.






DI CULIK? | MarkHyuck☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang