1. Beban kapten basket

182 7 0
                                    

Gimana dengan cerita ini?

Terlalu an apa kagak?

Ya sudah... Typo ngetik yah!

Happy Reading

Vino Akmal Pramudana, seorang laki-laki yang sedang dipukuli secara brutal dan teman-temannya menatap miris Vino.

Ingin membantu, tapi tidak. Bagi mereka bisa saja membahayakan keselamatan mereka dari sekolah ini.

“Lo, nggak guna! Sama saja nama sekolah kita jadi jelek gara-gara lo.” Ucap seorang pria remaja itu yang berperawakan tinggi itu dan seragam yang berantakan, apalagi dengan rambutnya tak jelas arahnya.

Vino menatap dengan sorot mata tajam berapi-api.

“Lo juga nggak guna! Bisanya ngomong,” Vino pun memancing emosi pria itu, dan memberikan pukulan keras kembali menyerang perut Vino.

Vino meringis dan mengelap bibirnya yang sejak tadi berdarah.

“Kalau lo jadi ketua OSIS seharusnya bisa menang, apalagi lo jadi kapten basket. Mikir, anjing! Otak lo di mana? Dengkul kah?” dengan tatapan mengejek, dan menarik kerah baju Vino.

Vino menatap dendam, napasnya memburu.

Padahal, ia bisa mengalahkan pria itu. Ya, pria itu bernama Deva Abelardus, pria itu memiliki dendam kesumat dari Vino menjadi murid di sini, seperti ingin disingkirkannya.

Dari sekarang memang Deva yang bernotabene menjadi anak kepala sekolah, namun tidak mencerminkan untuk kelakuannya.

SMA A.P High School, menjadi tantangan bagi Vino masuk ke dalam sekolah situ dan ia diterima atas dorongan nilai-nilai yang tinggi, dan Vino sekarang sudah kelas sebelas.

Malah, ia terpilih untuk menjadi ketua OSIS dan banyak orang yang menginginkannya untuk menjadi ketua OSIS.

Ada beberapa orang yang juga kurang srek, dengan dipimpinnya OSIS oleh Vino, salah satunya Deva.

Orang itu selalu mencari letak kesalahan Vino, sekecil apapun tetap dipandang salah menurutnya.

Dan Deva tidak suka ada orang yang selalu menyamakan kedudukannya di sini sebagai most-wanted. Orang yang terpandang di sekolah ini.

“Kalau lo kalah, berarti gue yang akan geser lo jadi kapten basket.” Ucapnya dengan enteng tanpa beban, dan Vino tersenyum miring.

“Silakan saja! Gue juga muak dengan sekolah ini, ya yang kebanyakan dramanya.” Maki Vino dengan beranjak dari sana, ia sudah tidak minat lagi untuk sekolah sampai kadang suka digibeng oleh gurunya, setiap minggunya ia pasti dipanggil oleh guru BK (bimbingan konseling) sampai tercatat begitu beberapa buku dan menjadi pajangan saja di rak lemari ruang guru BK.

Deva tersenyum smirk, “Siapa takut?” dengan senyum mengerikannya, ia menghempaskan plastik yang berisi makanan, makanan itu berceceran kemana-mana dan orang-orang hanya menatapnya dengan aneh.

**

Vino menggusak rambutnya kasar, ia berjalan ke kamar mandi.

Masuk ke dalam lorong, biasanya ini tempat ramai. Kenapa sepi begini?

Vino tetap satu tujuan, ia ingin menetralkan emosinya lewat kamar mandi biar nggak ada orang yang melihatnya.

Secara ia tidak bisa menahan emosinya, emosi yang bisa dia redamkan dengan caranya sendiri, yaitu bersembunyi.

“Kenapa sih lo, jadi orang seperti ini! Lemah, bangsat! Akh,” ucapnya dengan prustasi dan memukul tembok secara kerasa, menimbulkan suara dentuman keras.

VINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang