Hai...
Apa kabar kalian?
Mo tanya gitu doang, nggak banyak nanya aku.
Kalau typo komen ya!
***
Happy Reading***
Vino setelah makan, ia menaikkan kakinya ke atas meja dan melihat film kesayangannya yang telah hadir jam ini, ia sampai benaran lupa untuk mengganti seragamnya padahal esok hari akan dipakai kembali.
Bibi maupun pengawal yang berlalu lintas di sini tak berani untuk menegur, mereka tidak ada mental untuk meyakinkan.
“Huh, bibi tolong ambilkan jus jeruk ku tadi di meja makan!” Suruhnya dengan mengocar-ngacir meja yang ada di ruang keluarga itu, dan bungkus makanan saja sudah dihitung beberapa kali ia bolak-balik ke kamar mandi, mengambil makanan di kulkas.
Ia itu sebenarnya mau ke arena balapan harusnya gitu, tapi ia malas dan tidak suka dengan cewek-cewek yang akan kecantikannya semata dan mendekati Vino hanya karena harta maupun orang yang terkenal.
“Ini tuan muda ...” bibi meletakkan di meja, dan Vino menatap cuek, ia memilih untuk menurunkan kakinya, seenggaknya sopan dikit lah.
“Oh iya bi. Eum, bunda kapan pulangnya? Titip apa sebelum pulang?” tanya Vino secara baik-baik dan bibi menggeleng.
“Saya pun nggak dititipin apa-apa tuan muda, coba tanya sama bapak nanti!” jawab bibi dengan pergi dari sana, melangkahkan kaki untuk mengerjakan hal yang lain yang belum terselesaikan.
“Hm, terus gini! Nggak ada kerjaan kali, akh bosen lah.” Prustasinya dengan begitu ia meneguk cepat minumannya, dan melanjutkan permainannya yang lagi mau ia menangkan.
“Kali aja si Cakra bisa gue andelin besok! Hah, iya gue besok bolos apa nggak kirim surat, pura-pura sakit aelah.” Ujarnya dengan menyunggingkan senyumnya, ia licik sekarang besok ia akan mengalihkan semuanya, karena mengikuti lomba itu bukan berarti ia ada dukungan dan ia tidak butuh dukungan.
Hanya orang yang selalu ia anggap dukungan ya, orang tua serta guru yang ada di sekolah, walaupun kadang orangnya nyelekit.
Nggak kira-kira, dasarnya agak seteres.
Vino membuka aplikasi whatsapp-nya dan mengetikan beberapa pesan untuk dikirimkan ke Fikri, karena ia harus memikirkan alasannya dan pada dasarnya emang dia nggak suka untuk dipaksa dan disuruh.
Vino memainkan jarinya, dan memikirkan.
Hapus lagi pesannya sampai Fikri dari tadi mungkin menunggu pesan yang akan dikirimkan, karena statusnya masih online dan Vino masih bingung mengetikan sesuatu apa.
Tetangga kuat :
Woy lu apa-apaan dari tadi ngetik, kagak selesai
Vino berdecak dan mengetikan sesuatu, Fikri habisnya kesal jika menunggu itu bukan berarti sabar untuk menghadapi orang seperti ini.
Ceilah, maaf gue lagi mikir.
“Huh, apa ya kagak jadi lah.” Ucapnya dengan begitu mengetik lagi.
Vino menghela napas lega, dan Fikri itu sudah marah pasti, ia sudah menunggu lama tapi jawabannya ‘nggak papa, gabut ey'.
KAMU SEDANG MEMBACA
VINO
Teen FictionBagaimana kisah dari Vino? Vino yang malang, tidak diakui oleh anak tapi menurut Vino, ayahnya tetap mengakui dia anak. Buktinya sampai sekarang ia belum dikeluarkan tuh dari kartu keluarganya, tetap anak dari ayahnya dan bundanya. Sementara berban...