Alooo...
Gimana kabarnya?
Oke silakan baca.
***
Lelaki itu sedang mengumpulkan nyawa terlebih dahulu, remaja itu menatap sekelilingnya. Ia baru teringat jika ini di rumah papahnya, bergegas untuk bangkit dari tempat tidurnya.
"Jam berapa?" ia melihat jam yang ada di atas nakas, menunjukkan pukul 6.10 pagi. Lalu, ia berjalan.
Dengan langkah gontainya, dia membuka hordeng jendelanya yang memperlihatkan langit yang menampakkan cahaya sinar matahari. Masih terlihat malu-malu untuk menampakkan.
Ia menatap pohon-pohon yang terbawa semilir angin pagi dan embun-embun yang masih terlihat.
"Huftt," ia menghembuskan napasnya kasar dan meliukkan tangannya seraya melepaskan beban penat setelah dia bisa tertidur pulas.
Karena memang selama ini ia tidak pernah tidur sepulas ini, sebabnya kemarin malam dia ditemani oleh bunda Rayna dan dipeluk dengan hangat, diberikan kenyamanan.
Remaja berusia tujuh belas tahun itu lalu berbalik dan membenarkan posisi hordengnya.
Ia tersenyum tipis dengan hasil tangannya sendiri.
Setelah itu ia teringat jika ini hari senin, waktu yang tidak tepat untuknya bisa bersantai-santai ataupun ingin satu hari saja. Hari senin adalah hari yang mungkin baginya menjengkelkan serta seperti lambat sekali, tidak malu-malu itu jamnya dan sangat lama.
Pemuda itu lantas beranjak untuk mengambil handuk yang ada di walk in closed dan ia menatap dulu tubuhnya dari kaca yang membentang itu.
Di sana pantulan tubuhnya jelas tercetak, walau ia juga jelek tetap saja cetakan dari papahnya nggak main-main keturunannya.
"Ganteng kali ya gue," Vino memuji dirinya sendiri.
Remaja itu sempat heran dengan bentukannya. Orang dia itu hasil plus-plus papahnya, mau gimana lagi.
Mau diubah apapun, bentukannya akan sama dan yang pastinya mamahnya tidak kebagian dengan prosesnya, yang ada cuman numpang ngekost selama 9 bulan di kandungan dan ketika dilahirkan malah jiplakan papahnya, persis.
Hanya disisakan bibir dan matanya saja.
"Kasian ya mamah dulu,"
Setelah itu, remaja itu langsung masuk ke kamar mandi dan melakukan rutinitas mandinya.
Seperti biasa setelah melakukan rutinitas mandinya, ia memakai seragam sekolahnya meski bukan kebanggaan tapi ia menghargai bagaimana dia bisa masuk di sekolah sana juga karena permintaan bundanya kepada papahnya sendiri, meski SMP dia bukan di sana dan ia bersyukur masih diberikan ilmu untuk menunjang dirinya saat dewasa nanti.
Hidup dengan begini terus, seolah membuatnya tidak pantang menyerah untuk menunjukkan hasil kepada laki-laki yang mungkin sudah dipercayai oleh seseorang yang melahirkan dirinya ke dunia dengan penuh harapan bisa mengurusnya dengan baik dan bisa tumbuh dewasa hingga dirinya sudah menjadi milik orang lain, ia juga yang akan menjadi seseorang yang bisa bertanggung jawab atas apa yang menjadi kodratnya seorang laki-laki.
"Hm, mau sarapan tapi tidak keburu." Ia memasang jam tangannya dan dengan tergesa-gesa ia mengambil tas sekolahnya yang sudah disiapkan, memang seseorang yang sudah menyiapkan ini semua.
Tentunya atas perintah sang ratu rumah ini, tepatnya bunda Rayna yang cantik itu dan ia menatap foto bersama di caffe saat dirinya usia 10 tahun tepat di mana ulang tahunnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VINO
Teen FictionBagaimana kisah dari Vino? Vino yang malang, tidak diakui oleh anak tapi menurut Vino, ayahnya tetap mengakui dia anak. Buktinya sampai sekarang ia belum dikeluarkan tuh dari kartu keluarganya, tetap anak dari ayahnya dan bundanya. Sementara berban...