Haii...
Alolo...
Apa kabar?
Sini kumpul dulu sebelum baca!
Komen yak!
Biar tahu siapa yang aktip!
***
Aldi menatap sinis ke putranya, dia atas ranjang penuh dengan darah ingin membutakan kasih sayangnya kepada si anak tapi egonya harus bisa ia pecahkan sekarang juga.
Lelaki itu menopang tubuhnya, ia bangkit untuk duduk di atas ranjang.
Matanya memandang sorot kesedihan yang ia rasakan, "Pah..." panggilan itu membuatnya merasa sesak dan laki-laki itu lantas meruntuhkan emosinya dan Aldi menghampiri putranya, mendekat.
Air matanya lalu tumpah di depan Vino sang anak yang menyaksikan.
Lalu Vino merentangkan tangannya lebar dan lelaki itu pun menerima sambutan pelukan itu.
"Nggak usah nangis, kasian itu air mata nggak pernah dikeluarin." goda Vino sebagai putra menghibur orang tuanya sendiri, sebagai darah daging harusnya menghormati dan bayangkan saja jika ia tadi melewati batas dirinya sebagai anak bisa-bisa dia mati di tangan papahnya.
"Hm," papahnya berdehem sambil mengeluarkan air matanya penuh dengan kepiluan, Vino merasa dirinya terbawa suasana kali ini.
"Maaf tadi nggak sopan," tutur katanya lembut dan Vino ingin semuanya mengawal dari awal, membangun keluarga yang bahagia lagi.
Tapi, ia menghembuskan napas pelan ketika papahnya sudah berulah lagi yaitu dengan menusukkan pisau itu ke tubuh Vino.
Benda dingin itu menggores setiap inci tubuhnya dengan senyuman smirk yang sejak tadi ia perhatikan sebab ia sudah melepaskan tubuh lelaki itu dari yang awalnya berpelukan.
"Pah, sudah aku katakan. Jangan ulangi lagi! Itu sama saja membuat papah lupa dengan janji kakek dulu," tekan Vino dengan menatap harap kepada papahnya untuk menghentikan ini.
"Hm," jawabnya hanya berdehem tapi masih saja melakukan aksinya.
Benar-benar, kesabaran Vino hilang. Walau sakit, tapi ia bisa tahan rasa sakit itu yang tidak seberapa dibanding ke bunda. Sama saja menyakiti dirinya jika ibunya yang sekarang di posisi dirinya begini.
"Iya, oke satu permintaan dari ku. Kita balik sama-sama lagi, asalkan bunda tidak diapa-apain sama papah. Aku nggak akan muncul ke hadapan papah lagi, itu permintaan bisa papah wujudkan?" tanya Vino ragu dan Aldi menatap iris mata Vino yang tampak tidak ada kebohongan di maniknya.
Ya, meski kebohongan itu berasal darinya hanya janji palsu yang akan dilakukannya.
"Ya, saya juga sudah tidak sudi untuk mengukir tubuh kamu yang sama saja aliran darah saja habis." ujarnya dengan melemparkan benda besi dingin itu asal, remaja laki-laki itu mendengkus.
Jika saja itu kena dirinya, tamat lah riwayat dirinya yang ada di sini.
"Menurut saya, kamu tidak pantas menjadi putra saya!" ujarnya tajam dan menusuk, artian kata Vino terdiam. Dirinya bungkam, berarti dia sudah tidak lagi menjadi putra dari seorang Aldi Akmal Pramudana.
Mungkin darah yang mengalir tubuhnya tidak lagi darah seorang Pramudana yang suka semena-mena memperlakukan orang layaknya hewan itu.
Hatinya berdesir kuat, ia meremas dadanya dan menatap langit-langit kamar yang bercat hitam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
VINO
Teen FictionBagaimana kisah dari Vino? Vino yang malang, tidak diakui oleh anak tapi menurut Vino, ayahnya tetap mengakui dia anak. Buktinya sampai sekarang ia belum dikeluarkan tuh dari kartu keluarganya, tetap anak dari ayahnya dan bundanya. Sementara berban...