Halo ha...
Jangan lupa beli paramex pancen oe
Terus kalau mumet, obatin itu aja...Oke kalau typo ngomong:)
Happy Reading
***
Motor Vino melaju dengan kecepatan sedang, laju kendaraan bermotor itu berhenti di rumah yang bergaya klasik Eropa itu dan Vino melepas helmnya dengan hati-hati, karena ia tidak mau lukanya kembali menganga.
“Aws,” ringisnya membuat pengawal yang sedang berjaga di sekitar sana teralihkan dan menghampiri tuan muda mereka.
“Ada apa tuan muda? Ada yang sakit ‘kah?”
“Goblok matamu peyang! Gue lagi meringis, emangnya paan? Ngedesah gitu, huh dasar IQ pada rendah semua di sini.” Ucap Vino di dalam hatinya, pengawal papahnya itu pun menatap satu persatu dari atas sampai bawah.
Celana dan baju Vino tak beraturan lagi bentuknya, celananya sama bajunya saja sudah kotor seperti itu.
Ia tadi sudah izin dengan gurunya pada jam pelajaran terakhir untuk istirahat di UKS, ia tidak mau bertemu dengan Deva karena Deva menjadi teman satu kelasnya.
Bernasib buruk dirinya mendapatkan teman seperti Deva, bukannya bersyukur.
“Tuan muda, muka tuan muda, kenapa?” tanya salah satu pengawal.
“Gue nggak papa, ya sudah ini motor, jangan lupa dicuci!” perintah Vino, dan pengawal itu melongo, sejak kapan Vino mempercayai pengawal papahnya untuk mencuci motornya biasanya Vino sendiri yang mencuci, karena ia tidak mau jika orang lain menyentuh motornya.
Vino melangkah pergi, ia membuka pintu utama rumah.
Rumah itu, rumah yang dibeli papahnya sekitar delapan tahun yang lalu.
Meninggalkan kenangan di rumah lama, sejak kejadian itu membuat Vino masih saja tidak melupakan kejadian itu.
“Assalamu’alaikum, bunda ...” sapa Vino dengan tersenyum manis.
Bunda Rayna Amaira Dina, bunda yang menurutnya ibu yang paling baik dan bisa menerima apapun itu, segala keadaan anak dan suaminya.
Bunda Rayna mendongakkan kepalanya, ia pun menghampiri anak angkatnya yang sudah sepenuhnya ia anggap sebagai anak kandung sendiri, dari kejadian belasan tahun yang lalu.
Bundanya dinyatakan tidak bisa hamil lagi, karena rahimnya sudah diangkat dan operasi pengangkatan rahim kalau itu.
Bunda meringis, “Kamu habis berantem lagi?” tanya Bunda dengan menuntun Vino untuk duduk di sofa, bunda pun mengambilkan kotak p3k untuk mengobati luka Vino, Vino menundukkan kepalanya.
Ia melepas sepatunya, dan melepas dasi yang mencekik lehernya.
“Sini, bunda bantuin!”
Vino menyerahkan semua tubuhnya ke hadapan bunda, ia tak malu juga karena bunda memaklumi jika anaknya begini pasti manjanya dengan dirinya.
“Bunda sudah berapa kali bilang sama kamu, kamu harusnya lebih bisa baik lagi nak. Nggak harus kamu menantang teman kamu nak,” ucapnya dengan lembut dan bunda Rayna itu pun mengusap pipi Vino yang kena pukulan Deva tadi beserta teman-temannya.
“Pelan-pelan bunda!” iya bundanya semakin geram dengan tingkah laku musuh Vino yang enggak kapok-kapoknya menghajar Vino seperti ini.
“Iya, maaf sayang kalau bunda kasar.”
KAMU SEDANG MEMBACA
VINO
Teen FictionBagaimana kisah dari Vino? Vino yang malang, tidak diakui oleh anak tapi menurut Vino, ayahnya tetap mengakui dia anak. Buktinya sampai sekarang ia belum dikeluarkan tuh dari kartu keluarganya, tetap anak dari ayahnya dan bundanya. Sementara berban...