4. Tetap masih kecil

64 6 0
                                    

Aii...

Apa kabar?

Terus kalau typo bilang yak!

Happy Reading gess...

***

Vino tanpa berdosa membuka pintu kamarnya, dan pengawal papahnya pun dengan susah payah membuka pintu balkon kamarnya.

Ia membalikkan badannya di sana pengawalnya lagi menahan untuk tidak terjadi apa-apa.

"Tuan muda," Panggil pengawal dua orang itu dan Vino mengeryit. Ia lantas membuka pintu kamarnya dan bunda Rayna tanpa disuruh pun memeluk Vino.

"Nak, kamu nggak papa?" Memeriksa tubuh anaknya, dan membolak-balikan badan Vino. Bunda Rayna menangkup wajah Vino, dengan lembut ia memberikan usapan.

"Bun, aku emangnya kenapa?" dengan raut wajah bingung, ia bertanya.

Bunda berusaha tersenyum, ia menggeleng.

Nah, gini jadi ngerepotin satu rumah sampai pengawalnya dua orang itu mundur diri dari sana daripada Vino ngamuk sendiri sampai bikin rumah pecah belah.

"Bunda cemas kalau kamu kenapa-napa," celos bunda Rayna dan Vino tersenyum tipis.

"Bun, kalau ada apa-apa juga aku nggak bakal sekarang masih bertahan di sini." Bunda Rayna melotot dan menaplok bibir Vino, Vino mengelapnya dan dengan wajah kesal.

Sebenarnya ia nggak mau ngomong, tapi berhubung tentang ini ya dia menantangnya.

"Kamu tuh ya, ya sudah sekarang ke bawah. Kita makan, terus badannya sudah mendingan? Kalau belum, kita ke rumah sakit. Apa nggak nanti bunda ngomong sama papah, suruh dokter pribadinya ke sini." Ucap bunda dengan menggandeng Vino, Vino menggeleng lantas ia menghela napas pelan.

"Bun, nanti dimarah sama papah. Udah nggak papa kok, masa Vino mau jadi anak manja sih. Seharusnya biarkan gini saja, nanti sembuh sendiri."

"Kamu nih, ya! Bikin bunda pusing kalau gini, mau cepet sembuh 'kan? Iya, pastinya makanya jangan nyusahin bundanya nak. Makan dulu! Baru nanti bunda bicara sama dokter pribadi papah," ucapannya itu tidak bisa dibantah oleh Vino karena melihat wajah bunda yang menahan gejolak untuk tidak menerima bantahan.

"Oke, bun. Kalau itu yang bunda mau," balas Vino.

Ia mendudukan dirinya ke kursi dan melihat makanan di atas meja makan membuatnya tidak ada selera untuk memakannya, tapi ada makanan kesukaannya masalah di sini dan itu pasti bundanya yang membuat, tapi makanan yang lain mestinya chef yang sudah dipatoki dengan dokter ahli gizi untuk Vino.

Huh, tiap hari saja ia selalu membuang makanannya yang selalu tidak pas di mulutnya, dan yang pas ya hanyalah makanan pedas serta semuanya serba pedas and manis.

"Bun, ini nggak ada yang lain kah?" tanya Vino dengan menampakkan wajah memelasnya.

"Heh, ini 'kan juga enak nak. Emangnya Vino mau apaan? Asalkan jangan pedas!" nah ucapan di kata terakhirnya saja membuat Vino menelan ludah, seperti ini kalau bundanya yang mengurus dia sakit begini jadi agak cerewet.

Tapi, jimat tidak begitu maka ia akan kehilangan suara-suara itu untuk menjadi kebahagiaan tiada tara yang tak pernah digantikan selamanya.

"Iya, nggak jadi deh bun...." bundanya tersenyum, bunda mengambilkan makanan untuknya dan maid menuangkan air minum untuknya, di sampingnya saja sudah ada susu putih itu yang membuat Vino enek sendiri ngelihatnya.

VINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang