Hai
Hai
Dinsu balik lagi...
Kabarnya gimana?
Oke, baca yuk!!!
***
—untuk dirimu yang cakep, salam titip kenal! 'Vino, Cakra, and Fikri'—
Yok!
"Iya bunda tahu, tapi mau bagaimana lagi kamu nggak boleh membenci papah, nak. Papah ada alasan lain untuk menjauhi kamu sementara, ingat itu!" ucap bundanya memberikan pengertian, memang jika menjauhi pasti ada aja alasannya. Tapi apa?
Kata laki-laki itu dirinya pembunuh kakeknya sendiri.
Tapi, buktinya menguak bahwa bukan dirinya yang membunuh kakeknya melainkan kecelakaan murni.
Ataupun dari hasil autopsi kakeknya mengalami serangan jantung mendadak.
Kan aneh, papahnya mengapa tidak percaya kepada dirinya.
Buktinya juga dia nggak dicoret dari kk orang tuanya dan ia masih aman statusnya di sekolah, namun ia tidak diakui jika dia adalah anak pemilik sekolah A.P. High School itu yang sekolah berlandaskan internasional.
Sekolah yang sudah terkenal hingga ke luar negeri juga, sudah pernah ada pertukaran pelajar dari negara belahan barat sampai timur.
Mungkin itu hanya dunia fiksi yang mengalami, jika emang dipikir-pikir hanya beberapa saja menurut Vino. Negara tetangga dan Asia Tenggara bersama Asia Timur saja.
Dan itu hanya beberapa negara yang bisa melakukan pertukaran pelajar hanya beberapa waktu.
"Hm, iya tapi kalau menurut Vino. Vino juga ngerasa gitu bun, tapi apa? Udah berjalan beberapa tahun, mungkin Vino lupa dengan kejadian itu tapi seberapa besarnya Vino ngelupain kejadian itu tetap Vino nggak bisa lupa, bun." Iya dirinya menjelaskan beberapa kali, mungkin bundanya sudah hapal betul dengan anak sambungnya ini.
Ia sudah berulang kali lebih sabar menghadapi remaja yang memang masih umur di antara matang atau belum.
Ia paham.
Bunda Rayna mengusap pipi halus putranya, meski beberapa tumbuh jerawat kecil-kecil tapi remaja ini selalu tidak mengeluh. Ia malah membiarkan dan ia juga sudah perawatan tapi nyatanya emang nggak sembuh.
Kalau kata Vino sih hormon, tapi pada kenyataannya dirinya juga ingin sembuh dari jerawat-jerawatnya.
Maklum remaja sekarang.
Banyak treatment dan segala macam diikuti, skincare numpuk ujung-ujungnya kagak kepake alhasil nggak cocok, untung aja punya duit untuk mengubah itu semua.
"Iya kalau gitu kenapa Vino overthinking, kan nggak boleh, nak. Boleh tapi jangan menaruh rasa berubah-ubah itu dengan mengabaikan dunia mu yang dulu ceria dan mungkin bunda ingin merasakan lagi, tapi sekarang Vino remaja udah benar-benar berubah pesat. Ya, kemungkinan terbawa dengan lingkungan—
"Bun, Vino nggak akan berubah. Sekecil apapun masalahnya, Vino nggak akan berubah." nadanya saja sudah berubah menjadi rendah dan Vino lantas beranjak pergi meninggalkan bundanya yang sedang mengoreksi perkataannya tadi.
Bunda Rayna mengusap lengannya yang terbalut baju panjang, gamis itu.
"Apa perasaan saya salah ngomong tadi ya," ucapnya yang mengingat-ingat dan benar kemungkinannya itu jika ia ada kata-kata yang berkenan di hati Vino.
KAMU SEDANG MEMBACA
VINO
Teen FictionBagaimana kisah dari Vino? Vino yang malang, tidak diakui oleh anak tapi menurut Vino, ayahnya tetap mengakui dia anak. Buktinya sampai sekarang ia belum dikeluarkan tuh dari kartu keluarganya, tetap anak dari ayahnya dan bundanya. Sementara berban...