38. Butuh begituan

18 0 0
                                    

Haii...

Apa kabar?

Iya, ini up lagi ya...

Maap kemarin nunggu😭

Ya udah silakan baca dulu.

***

Fikri?

Dia sekarang lagi menghalu sampai mengecap lidahnya beberapa kali, sehingga kan ya basah itu bibirnya dan menjadi tertangkap basah oleh kawan-kawannya yang ada di dekatnya.

"Aishhh, Fik. Lo mah jorok!" pekik salah satu perempuan yang menangkap Fikri melakukan hal seperti itu.

Fikri tertawa seolah tidak ada beban, ya ia sekarang ini melihat pertunjukan dari layar smartphonenya dan salah satunya mengundang para perempuan penasaran dengan suara yang ada di handphone Fikri, ternyata video asusila..

Emang itu anak nggak pandang keburukan yang akan menimpa di kelas ini, malah kek begituan.

Fikri otaknya rada selereng sebelah.

(Selereng—miring)

Padahal tidak tahu saja temannya kedua itu sedang dilanda kebimbangan dirinya justru enak-enakan setelah melakukan hukuman, ia lari dari kenyataan dihukum dan bersembunyi di kelas.

"Enggak ini cuman edukasi," Bela salah satu cowok yang sedang menuju ke tempat duduknya sambil membawa jajan yang ia beli dari kantin sementara Fikri hanya tersenyum tidak jelas.

"Edukasi itu di OYO langsung bukannya nonton! Kan nggak enak," salah satu perempuan itu menatap tidak enak dan kesal dengan keberadaan Fikri di kelas mereka sama saja mengotori otak mereka yang sudah jelas-jelas harusnya nyangkut materi dan terngiang-ngiang dengan suara yang nggak jelas dari handphone Fikri.

Remaja laki-laki itu mengubah posisinya tapi handphone direbut oleh seseorang.

Brak...

Hingga menimbulkan suara begitu keras membuat semua orang yang ada di kelas itu terfokus dengan seseorang yang merampas serta membanting handphone Fikri lebih tepatnya.

Remaja lelaki itu menatap tajam orang yang melakukan dengan seenaknya tanpa memikirkan barang tersebut itu banyak kenangannya, kenapa harus pula dibanting.

Ia berdecak kesal lalu menatap iris mata seseorang yang telah melakukan hal yang agak gabut mungkin menurutnya, tapi dari suaranya itu kek marah, balas dendam lebih tepatnya.

"Kenapa?" tanya ia kesal.

Lebih tepatnya sudah dongkol di hati tapi kelihatannya lebih penting, ya di depannya sekarang teman sebangkunya yang tanpa berdosa membanting handphone Fikri dan Fikri enggan berpaling dengan handphonenya yang sudah hancur remuk itu, ia tidak bisa berkata-kata lagi dan rasanya ingin menangis, tapi jika ia menangis yang ada apa kata sekolah ini jika ia mengeluarkan air mata hanya gegara barang yang bisa dibeli lagi olehnya.

Dan itu masalah sepele, namun bagi Fikri handphone itu macam beribu-ribu kenangan sudah ia abadikan lewat handphonenya biar bisa melihat bagaimana dulu remajanya, kan nanti di masa depan nggak tahu ya.

Semuanya akan terhapus begitu mudah.

Remaja itu menyayangkan hal itu.

Ia menatap handphonenya tidak lagi ia memperhatikan teman sebangkunya yang ingin menyampaikan sesuatu.

"Fik, lo nggak tahu 'kan?" tanya temannya satu bangku yang membuat Fikri mengalihkan perasaannya ke orang yang sekarang berbicara dengannya itu.

"Ada apa?"

VINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang