Epilog

194 56 38
                                        

Saat baru saja sampai di depan rumahnya, kak Asya syok berat karena di depan rumahnya telah terpasang tenda berwarna hijau dan banyak karangan bunga yang berdatangan. Dia kemudian lantas langsung berlari masuk ke rumah dan mencari suaminya.

"Mas, mas apa-apaan ini?" Tanya kak Asya sambil menunjuk ke arah depan rumah.

"Farel"

"Kenapa Farel, mas?" Tanya kak Asya kebingungan, suaminya pun ragu mau jawabnya gimana. "Jawab mas, ada apa dengan Farel? Mas?"

"Farel, Farel udah meninggal"

"Jangan ngomong yang nggak-nggak, mas! Jelas-jelas tadi dia sama Asya"

"Nih," suami kak Asya menyodorkan ponselnya dan memutar sebuah video yang sedang hangat-hangatnya. "Mas juga tadi dapat telepon dari pihak rumah sakit, katanya jenazah akan segera diantar ke sini," lanjutnya.

"Gak, gak mungkin, mas," ucap kak Asya masih tidak percaya, kak Asya luruh di bawah kaki suaminya sambil nangis meronta-ronta.

🐱🐱🐱

"Pat, Farel, Farel--" Raya tak mampu melanjutkan perkataannya, tubuhnya gemetar. Dengan sigap Patrick langsung mendekap Raya ke pelukannya. "Gue belum sempat minta maaf padanya, Pat. Kenapa dia meninggalkan gue dengan rasa bersalah begini," ucap Raya terisak.

Perkataan Raya membuat Patrick juga tersadar akan kesalahannya terhadap Farel, tangis yang dia tahan-tahan sedari tadi tiba-tiba luruh begitu saja.

"Mau ikut ke pemakamannya?" Tanya Patrick pelan.

Raya mengangguk beberapa kali, "gue gak mau menyesal kedua kalinya, Pat"

"Oke, lu ganti pakaian dulu, gue tungguin," ucap Patrick, Raya kemudian melepaskan pelukannya dan hendak akan pulang sebentar ke rumahnya untuk mengganti pakaian.

🐱🐱🐱

Tanah pemakaman itu masih basah dengan bunga-bunga berbagai macam warna bertaburan di atasnya. Tangis demi tangis masih terdengar begitu pilu yang berasal dari keluarga dan kerabat yang ditinggalakan.

Adnan mengenakan pakaian serba hitam, dia juga memakai kaca mata hitam agar tidak terlalu kelihatan matanya yang sembab. Dia berjongkok di tengah-tengah antara kak Asya dengan Yoga.

Adnan menatap sendu kuburan yang masih basah tersebut, "andai waktu itu gue gak langsung men-judge dia, pasti dia gak akan berakhir seperti ini. Kenapa? Kenapa saat dia sangat-sangat membutuhkan gue, gue malah menghindarinya? Sekarang gue hanya bisa berandai-andai tanpa tau kapan itu akan tercapai," Batin Adnan, mulutnya serasa terkunci dengan kuat hingga dia tak mampu mengatakannya. Adnan terlalu kehilangan untuk bisa mengatakan kata-kata di depan makam sahabatnya.

"Makasih, Rel. Makasih karena sudah ngajarin gue tentang apa artinya seorang teman," ucap Yoga sambil memeluk Lina yang masih menangis pilu, dia menarik napasnya untuk menahan tangis.

Di samping Lina terdapat Tanisha dengan ibunya yang juga menangis tidak henti-hentinya, mereka juga amat terpukul atas kepergian Farel.

Sementara itu, Patrick menggenggam erat tangan Raya, mereka berdua berdiri bersebelahan yang tempatnya cukup dekat dengan area makam Farel. Mereka berdua mengikuti proses pemakaman Farel dari awal sampai selesai dengan tangis yang tidak juga mereda.

"Gue gak bisa," ucap Patrick pelan. "Gue belum siap kehilangan lu, Rel."

"Gue lebih gak bisa, Pat. Kita semua sama-sama gak bisa kehilangan Farel," balas Raya dengan suara terbata-bata.

ALFAREZEL [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang