Flashback : Jeffrey Djung

2.4K 227 11
                                    

Dilihat dari sisi manapun, Jeffrey Djung itu tampan. Bahkan saat ia sendiri salah pilih frame kacamata (pria itu pakai kacamata bulat, omong-omong), Jeffrey tetap terlihat tampan.

Kulitnya putih susu dengan rambut hitam pekat yang jatuh lembut di kepalanya, terpotong seperti mangkok. Kadang kulitnya akan memerah seperti buah strawberry saat suhu di Kota Bandung turun beberapa derajat.

Senyum cerahnya membuat kedua pipi tembamnya terangkat, menunjukkan coak cacat di pipi kanannya yang menambah kadar manis di wajahnya.

Suaranya berat dan terdengar lembut ketika memanggi nama Tytan selalu membuat kupu-kupu terbang di perut ramping Tytan. Suara Jeffrey adalah alunan lagu tidur paling ampuh yang membuat Tytan enggan mematikan telfonnya.

Tytan tahu, dia naksir Jeffrey.

"Tapi masa sama brondong?" tanya Hani ketika Tytan menceritakan tentang Jeffrey yang semakin gencar mendekatinya ketika skripsi anak itu selesai dan tinggal menunggu sidang.

Dahi Hani berkerut. "Ty, cowok itu otaknya empat tahun lebih muda dari umurnya. Ibaratnya sekarang lo lagi di deketin anak 18 tahun. Berasa jalan sama adek gak, sih?"

"Jeffrey emang ganteng sih, Ty. Tapi Kak Chandra juga gak jelek..." komentar Donita setelah ditunjukkan foto Jeffrey oleh Tytan. "Mending sama yang mapan dan siap nikah, Ty. Masa depannya lebih jelas. Kalo Jeffrey kan baru lulus, masih cari kerja juga sekarang. Kalo nanti umur lo udah mau nikah, dia belom mau nikah, gimana? Kan rugi umur, Ty."

Hani menganggum setuju pada ucapan Donita.

Omongan Donita memang nggak salah.

Saat ini Tytan memang belum kepikiran untuk nikah (biarpun Kak Chandra udah mulai menunjukkan tanda-tanda ingin mereka berakhir pada hubungan serius itu). Tytan pikir dia ingin menikah nanti saat umurnya 27, mungkin. Tapi di umur 27 nanti, Jeffrey baru berusia 25 tahun. Memangnya dia mau nikah semuda itu? Laki, loh...

"Kurangnya Kak Chandra apa, Ty, sampe lo mikir-mikir banget buat dinikahin? Ganteng, mapan, dari keluarga pejabat. Kak Chandra tuh paket komplit banget. Kalo Samuel bisa gua tuker sama Kak Chandra, udah gua tuker, deh," canda Hani yang langsung kena toyor dari Donita.

"Si geblek..."

Tytan memeluk bantal gulingnya. "Gua takut nikah, Han." Ia menghela napas, mengingat lelaki yang sudah setengah tahun ini mendekatinya itu. "Kak Chandra baik sih, cuma kadang tuh tempramen banget kalo ada hal-hal yang gak sesuai sama maunya dia. Dia pernah ngebentak pelayan cuma gara-gara pelayan itu salah kasih minuman gua. Kan gua jadi nggak enak sendiri. Gua gak suka cowok kaya gitu."

"Belom pacaran aja sifat jeleknya udah keliatan kaya gitu. Gimana kalo nikah nanti? Gila apa nanti nikah setiap hari gua dibentak-bentak doang?" Bibir Tytan mengerucut. "Gak, ah. Serem."

Hani dan Donita saling pandang. "Ya... coba lu jalanin dulu aja deh, Ty. Toh lo juga belom pacaran kan sama Kak Chandra. Masih bisa pilih," ucap Donita.

Malam Jumat itu, ketiganya menginap di rumah Tytan karena masalah galaunya Tytan tentang Chandra dan Jeffrey, dua cowok yang lagi ngedeketin temen mereka. Donita dan Hani belom pernah ketemu Jeffrey secara langsung. Tapi mendengar Tytan cerita kaya gini, kayanya temen mereka itu beneran naksir sama Jeffrey ini bukan sekedar suka-suka biasa kaya ke Kak Chandra.

"Teh Tytan, ada yang nyari di depan," kata Mbok Min tiba-tiba membuka pintu kamar Tytan membuat ketiga kepala di sana menoleh.

"Siapa, Mbok?" Tytan menyingkirkan guling di pangkuannya untuk turun dari ranjang.

"A Jepri, Teh."

Senyum di wajah Tytan mengembang lebar. Ia melangkah terburu-buru menuju pagar depan di mana seorang laki-laki dengan jaket jeans nya duduk di atas motor bebeknya.

Donita dan Hani mengintip dari jendela kamar.

"Gak heran temen lo oleng, Han. Brondongnya bening begitu..." komentar Donita.

.
.
.

"Jeff," panggil Tytan ketika sampai di depan pagar yang hanya setinggi bahunya.

Pria 22 tahun itu melebarkan senyumnya. "Nih, Teh. Kemaren bilang pengen ronde jahe, kan?" Ia menyodorkan kantung plastik putih berisi beberapa bungkus porsi ronde.

"Ih, aku kan kemaren cuma kepikiran selintas gitu gara-gara lagi dingin..." kata Tytan. "Tapi makasi, ya."

Jeff mengangguk. Ia melirik dua orang yang sedari tadi pengintip dari jendela kamar Tytan. Pipinya memerah kontras pada kulit putihnya.

"Aku langsung balik ya, Teh. Itu... temen-temen kamu ngeliatin," kata Jeffrey.

Tytan menoleh ke belakang dan melihat kedua temannya buru-buru sembunyi di balik gorden.

"Nggak mau masuk dulu?"

Jeffrey menggeleng. "Nggak deh, Teh. Nanti aja kalo udah lulus sidang. Kalo dateng sekarang, nanti Pak Surya kira mau bimbingan."

Tytan tertawa. "Ya udah, hati-hati di jalan ya, Jeff."

Bunyi mesin motor bebek itu membelah suasana malam yang sepi di komplek perumahan.

.
.
.

A/n : wkwkk ada yang bisa nebak gak Chandra tuh siapa?

Samuel = Seungcheol

Btw, maaf ya cara nulis chapter ini beda banget. Soalnya lagi pengen nyoba yang beda gitu. Berasa gak sih bedanya?

Papa JeffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang