Isi Tas Tytan

2.3K 250 5
                                    

Tytan sebenernya bukan tipe cewek ribet. Dia simple, menjurus ke cuek.

Buktinya, selama pacaran sama Jeff, dia hanya akan membawa tas kecil kemana-mana. Isinya juga nggak lebih dari dompet lipat, satu lipstik, sisir kecil, dan kunci rumah. Udah. Cuma gitu doang.

Kalaupun dandanannya hari itu tiba-tiba berantakan, Tytan cuma akan menghela napas sambil bicara pada diri sendiri. "Ya udah, terima aja kalo hari ini makeup nya nggak bagus."

Simple.

Tytan tuh nggak ribet. Makanya Jeff awet banget sama Tytan (dibanding sama mantan-mantannya dulu).

Tapi semua berubah waktu punya anak.

Tas Tytan yang kecil itu berubah jadi tas Doraemon. Apa aja ada.

"Ih, Dedek abis megang apa, sih? Kok kotor gini?" Dahi Tytan berkerut sambil memegangi tangan Jerome yang penuh bercak coklat.

"Tadi dedek jatoh di rumput, Ma," jawab Jerome.

Ia meraih tissue basah dari tasnya, lalu mengelap jari-jari mungil Jerome. "Ada yang sakit gak?"

Jerome menunduk, melihat lututnya yang tadi terasa sakit dan sekarang berwarna kemerahan. "Nggak."

Begitu tangannya bersih, Jerome langsung pergi lagi, main sama anak-anak seumurannya di taman itu. "Hati-hati, Dedek!" kata Tytan yang sama sekali nggak digubris.

Tidak hanya itu, ia juga harus selalu sedia tissue kering. Celine yang gampang kena flu membuat hidungnya selalu melelehkan ingus.

"Sini, keluarin semua ingusnya," kata Tytan, tanpa jijik menyeka lendir hijau itu dari hidung si bungsu. "Kan Mama udah bilang, nggak boleh makan es krim. Cece ngeyel, sih."

Celine manyun. "Kan sekali-sekali."

Tytan memutar mata. Ia mengambil minyak angin dari tasnya. "Nih, hirup dulu biar napasnya lebih enak."

"Nggak mau! Bau!" Celine menutup hidung. Memang bau mentol minyak angin itu mau yang paling di benci Celine. Anak itu pergi sembunyi ke balik lengan Jeffrey, cari pembelaan.

"Udahlah, Ty. Anaknya gak suka," kata Jeff.

Kalau sudah begitu, Tytan hanya akan berdecak dan membereskan si botol minyak angin dan tissue yang berantakan di meja.

"Mama! Haus!" kata Mark tahu-tahu menghampiri Tytan dengan wajah penuh keringat.

Tytan mengambil botol air minum dari tas lalu menyerahkannya ke Mark yang meminumnya dengan rakus. Tangannya mengambil tissue untuk menyeka keringat di wajah Mark yang sudah memerah.

"Udah yuk, Kak. Udah sore," ajak Tytan. "Nanti kita main lagi ke sini."

Bibir Mark manyun. Ingin menolak, tapi langit memang sudah jadi gelap dan satu per satu anak-anak di taman itu sudah dipanggil pulang sama orang tua masing-masing.

"Panggil Dedek juga, ya," kata Tytan. Mark pun pergi, memanggil Jerome yang masih memanjat tangga untuk naik perosotan.

"Udah mau balik?" tanya Jeff. Sabtu itu, mereka memang pergi ke Sentul, nyari tempat makan sekaligus membawa anak-anak jalan-jalan ke tempat terbuka. Soalnya di Jakarta jarang ada tempat bermain di ruang terbuka seperti ini.

"Iya," kata Tytan setelah memasukkan perabotannya dari meja ke tas. "Kita makan malam di restoran yang itu aja, Jeff. Yang punya temen kamu."

Jeff mengingat-ingat sebentar sebelum mengangguk. "Oke." Ia menadah, meminta kunci mobil yang tadi dititipkan ke Tytan.

Selain bawa perlengkapan untuk anak-anaknya, Tytan juga jadi tempat penitipan untuk kunci mobil dan dompet Jeffrey. Makanya, sejak menikah dan punya anak, Tytan harus selalu bawa tas besar yang kadang membuat pundaknya sakit.

Pengen ngeluh, tapi kalau ada barang yang tertinggal, Tytan was-was sendiri.

"Sini aku pijitin. Kasihan banget bubunya aku," kata Jeff ketika malam hari, saat mereka sudah tiba lagi di rumah. Rasanya kasihan juga melihat Tytan kesulitan memakaikan counterpain ke bahunya.

Tytan duduk memunggungi Jeffrey. Tangan besar Jeffrey menekan titik-titik pegal di bahu Tytan yang membuat perempuan itu mendesah lega. Rasanya pegalnya hilang setelah dipijat Jeffrey.

"Enak?"

Tytan nyengir. Ia menoleh pada Jeffrey sambil mengangguk. "Makasi, Bebeb."

Begitu selesai, Tytan merapikan piyama tidurnya lalu beringsut ke sebelah Jeffrey yang sudah lebih dulu berbaring di ranjang.

"Jeff," panggil Tytan setelah hening yang panjang.

"Hm?"

"Minggu depan kita pergi pijit, yuk. Anak-anak titip ke mama-papa," kata Tytan sambil menoleh pada Jeff yang terutup kegelapan malam. Meski begitu, ia bisa melihat siluet Jeff yang balas menatapnya.

"Mau di mana?"

"Yang deket sini aja. Paling cuma dua jam."

"Kamu atur deh, Bu," kata Jeffrey mengiyakan.

"Oke! Jangan janji sama siapa-siapa, ya!" pesan Tytan mengingat kadang Jeffrey ada aja kerjaannya mendadak di hari Sabtu.

"Iyaaa."

.
.
.

a/n : aku gak tau apa yang aku tulis. Maaf juga kalo feel nya datar :(

Papa JeffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang