Rambut Baru

2K 252 14
                                    

Dari kecil, rambut Jerome itu selalu dipotong sama Bubu. Dia akan duduk anteng di kursi plastik yang mirip punya abang bakso di taman samping, memakai jas hujan yang bagian tudung kepalanya sudah digunting, lalu rambutnya dicetak pakai baskom putih punya Bubu.

Buat Jerome, asalkan nggak dipanggil Pak Agus, guru kedisiplinan sekolah, di hari Senin, gaya apapun nggak jadi masalah.

Tapi semua berubah waktu Jerome masuk SMP. Dia melihat Kak Marshall, anaknya Om Theo yang sudah kuliah, di rumah Oma dan Opa waktu libur kenaikan kelas.

"Kak, ini namanya model apa?" tanya Jerome.

"Undercut, Jer. Keren, kan?" kata Marshall sambil memamerkan kepalanya yang panjang di tengah. Sisi sampingnya dipotong tipis dan sengaja di-skin hingga terlihat penuh ukiran.

Mata Jerome berubah berbinar melihat rambut Kak Marshall.

Buat Jerome yang baru beranjak remaja, Kak Marshall itu sosok panutan. Dia ganteng, keren, tipe orang yang Jerome pengen menjadi di masa depan.

Ia pergi ke cermin, melihat rambutnya yang seperti mangkok. Rambut Jerome tipe yang jatuh lemas ke kepalanya. Bukan yang agak kaku seperti Kak Mark dan Celine. Rambut Jerome mirip rambut Papa.

.
.
.

"Kak, kalo gue potong rambut kaya Kak Marshall, keren gak?" tanya Jerome tiba-tiba saat Mark main gitar sendirian di kamar.

Mark menoleh pada adiknya yang tahu-tahu berjongkok di sebelahnya.

"Hmm... bagus sih, Dek..." Mark mengangguk.

Jujur aja, Jerome tuh ganteng. Mark juga mengakui itu. Kayanya kalo dia dipotong seaneh apapun akan tetap kelihatan ganteng. Potong rambut model mangkok aja banyak yang suka.

"Besok anterin aku ke salon, ya?"

Mata Mark mengerjap.

"Jangan kasih tau Bubu. Ya?"

Mata Mark memicing. "Lo mau potong rambut kaya Kak Marshall?"

Jerome mengangguk antusias.

"Dek, nanti lo dihukum Pak Agus."

"Kan lagi libur, Kak. Nanti juga tumbuh lagi rambutnya," ucap Jerome menggampangkan. Dan memang masih ada dua minggu lagi sebelum kehiatan belajar mengajar di mulai lagi. "Ya?"

"Ya, udah. Tapi kalo lo dimarahin, gue gak ikutan, ya."

"Gampang!"

.
.
.

Tytan meletakkan belanjaannya di dapur bersih rumahnya sore sehabis belanja di supermarket. Aneh, rumah berasa sepi hari itu tanpa petikan gitar dan suara nanyian Mark. Tidak ada juga suara Jerome yang teriak-teriak sendiri karena kalah dari permainan gamenya. Yang ada hanya Celine di ruang keluarga yang lagi menonton drama Korea.

"Ce, Kakak sama Dedek mana?" tanya Tytan menghampiri si bungsu.

"Gak tau. Tadi pergi, tapi gak bilang mau ke mana." Celine mendongak dari layar iPadnya.

"Berdua?" Alis Tytan naik. "Tumben."

Celine mengedik bahu.

Tytan kembali ke dapur untuk membereskan belanjaannya. Semua harus dilap sebelum masuk ke lemari atau kulkas. Belum lagi daging harus dipindah ke wadah penyimpanan.

Asik mengerjakan pekerjaan rumah, Tytan tersentak saat mendengar teriakan Celine.

"HAH?!"

"Jangan teriak-teriak, Ce!" hardik Tytan tanpa menghilangkan fokus dari pekerjaannya.

Papa JeffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang