Percaya

1.9K 189 26
                                    

"Ren, pulang sama siapa?" tanya Jerome lewat sambungan telefon.

"Oh... aku nebeng Kak Mark," jawab Renjana sambil memasukkan buku catatannya ke dalam tas selempang.

Ibadah pengerja di hari Sabtu baru saja selesai. Karena dikhususkan untuk pengerja, jemaat awam macam Jerome tidak ikut sedangkan Mark yang adalah anggota tim musik dan Renjana yang adalah penyanyi di gereja wajib ikut ibadah yang diadakan setiap Sabtu sore itu.

"Aku jemput aja, ya?" tanya Jerome.

Renjana mencangklekkan tasnya ke bahu. "Memangnya kamu lagi ada di mana?"

"Aku masih di Kebayoran. Dua puluh menit juga sampe."

Renjana berdecak. "Nggak usah, deh. Jauh banget, Jer. Nanti kalo kamu ngebut terus kenapa-kenapa malah bahaya. Lagian aku juga sama Kak Mark dan abis ini langsung pulang ke rumah."

"Sama Kak Mark melulu," rengut Jerome membuat Renjana mengernyitkan dahi.

"Ya abis mau sama siapa lagi? Aku gak bisa nyetir. Supir aku lagi nganterin Mama. Kamu juga sekarang lagi main futsal."

"Sama siapa, kek. Temen-temen cewek kamu nggak ada yang bisa nganterin? Jangan sama Kak Mark melulu."

Sudah tiga minggu ini, setiap Sabtu, Jerome pasti ngoceh. Apalagi kalau Renjana nebeng pulang dengan Kak Mark. Kadang, Jerome yang cemburuan itu benar-benar bikin Renjana gerah. Sama cowok ini gak boleh. Sama cowok itu gak boleh. Padahal Renjana juga jarang nebeng orang kalau bukannya butuh. Apalagi ini nebengnya sama Kak Mark. Padahal, Renjana juga nggak ngomel kalo ada cewek-cewek ganjen yang hobby cari perhatian ke pacarnya.

"Jer, ini kakak kamu sendiri, lho," jawab Renjana setelah menarik napas panjang, berusaha menekan kesal yang memenuhi dada.

"Tunggu di sana. Sebentar lagi aku jalan," perintah Jerome tanpa ingin mendengar penolakan lagi.

"Jer! Halo?" Renjana merengut melihat panggilannya ditutup sepihak.

Ruang ibadah kecil yang tadi digunakan sudah mulai sepi. Tinggal beberapa orang yang masih bercengkrama. Mark yang baru selesai rapat dengan tim musik berjalan mendekati Renjana yang duduk di sofa dekat pintu masuk.

"Yuk, Ren. Sorry ya jadi nunggu dulu," kata Mark sambil memakai jaketnya.

"Kak, aku pulang sama Jerome aja. Dia lagi jalan ke sini," kata Renjana.

"Oh... dia udah bilang?" Karena seingat Mark, Jerome mau main futsal. Biasanya Jerome main futsal sampai malam.

"Udah. Lagi jalan dari Kebayoran," kata Renjana lesu.

"Mau nunggu di McD aja, gak? Lampu ruangannya udah mau dimatiin, nih," tawar Mark menunjuk pada beberapa petugas yang mulai mematikan lampu dan juga AC.

Renjana tidak punya pilihan lain yang lebih baik. Ia berjalan bersama Mark menuju franchise makanan cepat saji asal Amerika itu lalu disuruh duduk sama Mark di salah satu sofa, sedangkan lelaki yang lebih tua dua tahun darinya itu mengantre di depan kasir.

"Thankyou, kak. Aku transfer aja, ya," kata Renjana saat Mark kembali membawa dua cup es krim McFlurry.

"Gak usah, gak usah. Sekali-sekali mah gak papa," jawab Mark.

Buat Mark, Renjana itu nggak ada bedanya dengan Jerome ataupun Celine. Mungkin suatu hari Renjana memang berjodoh sama Jerome, bukankah itu artinya Renjana akan jadi adiknya sungguhan?

Renjana mengaduk-aduk es krim vanila di cup plastik itu. Detik-detik berlalu dengan lambat diselingi obrolan ringan untuk membunuh hening. Janji yang awalnya hanya dua puluh menit itu nyatanya molor sampai 35 menit.

Papa JeffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang