Gagal

2.1K 266 8
                                    

Dalam hidupnya, Mark tidak pernah gagal. Dia selalu mengerjakan segala sesuatu dengan usaha maksimal. Ia selalu memastikan semua berjalan sesuai rencana dan sempurna. Orang-orang nggak akan kecewa pada Mark. Ia selalu mendapatkan semua keinginannya.

Tapi tidak dengan SBMPTN.

Tulisan "Tidak Lolos" itu tercetak dalam huruf kapital yang di-bold, seolah sedang meneriakkan kegagalan Mark tepat di telinganya.

Mark hanya bisa diam dengan mulut terkatup rapat.

"Gimana, Kak? Lolos?" tanya Bubu yang menunggu Mark memeriksa pengumuman penerimaan PTN di internet. Perempuan itu masih di dapur, sedang menggoreng bawang.

"Pasti lolos, lah! Kak Mark kan pinter," ucap Jerome santai. Adik laki-lakinya itu dengan asik makan Indomie goreng di meja makan.

"Iya, lah. Gak mungkin Kakak gagal," timpal Celine yang membantu Bubu di dapur.

Kalimat-kalimat itu ibarat percikan api yang menyulut minyak dalam hatinya.

Tapi Mark tetap diam. Ia menekan rasa marah, kesal, sedih, dan malu yang perlahan merayap di hatinya. Ia mematikan layar ponselnya lalu melesakkannya ke saku celana.

"Kak?" Bubu menoleh pada Mark yang mendadak mengambil kunci mobil dari meja pajang.

"Kakak pergi, Bu," pamit Mark dengan suara serak yang membuat Tytan bertanya-tanya.

"Lho? Kak?"

Mark abai. Ia masuk ke dalam mobil HR-V abu-abu yang terparkir di depan rumah lalu menjalankannya tak tentu arah. Ia berputar-putar di jalan utama Bintaro. Dari Discovery, Sektor 7, Sektor 9, hingga Sektor 1.

Mobilnya berhenti di sisi jalan yang sepi saat pandangannya tak lagi kelihatan jelas. Air mata sudah membuatnya kabur.

Bunyi ponselnya semakin berisik. Orang-orang di grup chat kelasnya sibuk bertanya sana-sini. Mereka juga menanyai Mark, juara umum IPS angkatan mereka. Tapi nggak ada yang bisa Mark jawab. Apalagi setelah melihat chat Jojo yang bilang kalau dia lolos Jurusan Akuntansi UI.

Padahal itu impian Mark.

Mark yang usaha. Dia belajar dengan tekun setiap hari. Saat teman-temannya main, Mark tetap belajar. Bukannya Jojo.

Jojo cuma anak nakal yang sering remedial. Dia sering jadi sasaran omel guru-guru. Kalau dibandingkan, jelas Mark lebih layak masuk Akuntansi UI daripada Jojo.

Kok Tuhan gak adil, sih?

Mark sesenggukan. Dadanya sesak dengan air mata yang berlomba-lomba keluar. Ia mencoba menarik napas, tapi sulit. Semuanya kelihatan sulit dan nggak berharga.

.
.
.

Hari semakin gelap, tapi Mark belum ingin pulang. Ia diam di dalam mobil, ditemani deru halus mesin dan hawa dingin AC yang mengeringkan jejak air mata di pipinya. Ia sudah mulai bisa bernapas normal, tapi masih belum ingin pulang.

Ia malu menghadapi keluarganya.

Keluarganya akan bilang apa? Padahal mereka yakin banget kalo Mark pasti lolos.

Tok! Tok! Tok!

Bahu Mark berjengit saat melihat siluet laki-laki dari balik kaca film di sebelahnya. Buru-buru ia menurunkan kaca jendela saat sadar itu Papa.

Jeffrey melihat anak lelakinya dengan pias. Wajah Mark murung. Matanya bengkak habis menangis.

"Kak, pulang ya?" ajak Jeffrey.

Mark melirik ke kaca spion, melihat mobil Papa ada tepat di belakang mobilnya dengan Jerome di balik kemudi. Ia lantas melirik Papa yang masih dalam kemeja yang tadi pagi ia pakai untuk pergi ke kantor.

Papa JeffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang