Senin menyapa sebagai pengawal sebuah minggu. Rutinitas wajib yang juga rutin dilaksanakan secara tertib oleh semua masyarakat SMA 3 Adinata, terkecuali Dana. Ia memilih absen dari kegiatan upacara karena merasa tidak memungkinkan. Lebih baik ia waspada, daripada nantinya kembali pingsan karena terlalu lama berdiri di bawah terik matahari. Jika hal itu terjadi, tentu saja masa cuti Dana akan langsung dilaksanakan kembali.
Ini adalah pertama kali baginya. Duduk sendiri di dalam ruangan kelas, berteman dengan sepi, sambil mendengarkan sayup-sayup suara petugas dari lapangan upacara. Semuanya terasa begitu aneh, terasa tidak mengenakkan bagi dirinya.
Dana bangkit dari duduknya, berdiri menghadap jendela. Dari kelasnya yang berada di lantai atas, pemandangan ratusan murid yang berada di lapangan tentu terlihat. Dana menyunggingkan senyum, akankah suatu saat ia bisa kembali berdiri disitu? Berbaris untuk mengiringi naiknya sang merah putih ke ujung tiang tertinggi.
Sekitar satu jam kegiatan itu berlangsung, para murid pun kembali ke kelasnya. Dana menyambut dengan senyum ketika ada beberapa yang menyapanya dan menanyakan bagaimana kabarnya sekarang. Dana mengatakan bahwa ia sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Para siswa yang masuk juga membawa sebuah kabar bahagia. Yaitu pada hari ini, semua aktivitas belajar mengajar ditiadakan. Guru beserta jajaran akan mengadakan sebuah rapat penting, sehingga jatah belajar siswa rata-rata akan digantikan dengan tugas mandiri.
Dana turut senang akan hal itu. Karena ini akan memberinya banyak spec waktu untuk menyelesaikan pengunduran dirinya. Ia mulai bersiap-siap, hendak menuju ke area pelatihan renang. Meski ini bukan jam latihan, tapi ia yakin para pelatih pasti ada disana.
"Gue keluar bentar, ya!" Pamit Dana pada Satya, teman sebangkunya di kelas ini.
"Kemana?" Tanyanya spontan. Ia baru saja mendudukkan diri, ingin meminta untuk ikut pun rasanya tidak sanggup.
"Kolam," jawab Dana singkat dan Satya pun tentu paham apa maksudnya.
Terlepas dari pertanyaan Satya, kini Dana kembali dihadang oleh perkataan Olivia. Gadis itu dengan cepat menyampaikan beberapa pesan, yang sempat membuat Dana terdiam lalu tersenyum tipis.
"Oke," ujarnya menanggapi kabar tersebut.
Dana melanjutkan niatnya untuk pergi ke area renang. Kali ini ia memilih turun langsung lewat tangga yang berada tepat di samping IPS 1. Tak lagi mengitari area biasa yakni tangga di sebelah IPS 5. Ada sebuah alasan yang membuatnya melakukan itu.
Perjalanan kesana hanya butuh waktu beberapa menit. Pintu lokasi terbuka, Dana langsung saja masuk ke dalam sana, dan menuju ke tribun. Karena di tempat itu, ia melihat sang pelatih.
"Selamat pagi, Coach," sapanya, membuat lelaki itu menoleh.
"Eh, Dana. Sudah sehat?" Ia beranjak turun dari tribun, menghampiri Dana yang berdiri di bawah. Sejak insiden waktu itu, ia mendengar kabar bahwa Dana belum lagi kembali ke sekolah.
"Sudah, Coach."
"Ada apa, Dan? Pagi-pagi kemari, ada yang diomongin?" Mereka berdua memutuskan duduk di sebuah bangku panjang. Menambah keseriusan dalam obrolan ini.
Dana menganggukkan kepalanya. Beberapa waktu sempat terdiam sembari menatap tenangnya air kolam. Warnanya biru terang, sangat jernih, sepertinya baru saja melalui proses pengurasan dan isi ulang.
"Dana … harus mengundurkan diri, Coach," ujarnya pelan setelah memusatkan pandangan ke samping, menatap penuh ke arah sang pelatih.
Ada rasa tak terima dalam diri Coach Iwan. Siapa juga yang rela melepas atlet terbaik dalam organisasinya. Tapi …
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐀𝐍𝐀𝐃𝐘𝐀𝐊𝐒𝐀 [✓]
Teen FictionPernah merasakan bagaimana rasanya diabaikan? Tidak dianggap ada, atau semacamnya? Pernah melakukan sesuatu yang sudah sangat sesuai dengan apa yang didambakan seseorang, namun tetap tak dipandang olehnya? Jika pernah, itu artinya kita sama. Lelah...