Tentang Permintaan

741 57 0
                                    

Siang itu, saat waktu istirahat kedua berlangsung, Kalya berjalan pelan sembari terus menatap lantai. Dalam pikirannya tengah berputar kenyataan bahwa sudah seminggu lebih lamanya, Dana tak pernah terlihat oleh netranya. Selam itu juga tidak pernah ada kabar yang sampai ke telinganya. Lelaki itu seolah hilang di telan semesta. Membuat segenap rindu dalam hatinya ingin ruah begitu saja.

Kalya tak tahu ingin bagaimana lagi menghubunginya. Dana telah menonaktifkan semua media yang seharusnya bisa dijangkau oleh Kalya. Ingin mengetahui kabar resmi dari sekolah pun, ia sudah tak bisa. Tentu karena Dana yang sekarang tak lagi sekelas dengannya. Kabar resmi biasanya hanya akan diketahui oleh guru dan sekertaris kelas. Lagi-lagi, Kalya tak kenal baik dengan petugas kelas IPS 1 itu.

Karena hatinya yang terus gelisah, membuat gadis itu terus melangkah tanpa tahu sekarang ia telah dimana. Ia baru tersadar saat ada seseorang yang menabraknya, yang selanjutnya langsung pergi setelah meminta maaf.

Kalya mulai menengadahkan kepalanya, mengedarkan penglihatannya untuk melihat papan informasi yang tergantung di setiap kelas. Langkahnya ternyata sudah membawanya ke area kelas unggulan IPS 1.

Koridor memang tak begitu ramai, karena semua siswa juga sudah memenuhi kebutuhan perutnya. Jadwal belajar mereka hingga sore hari, mustahil rasanya jika ada yang tetap bertahan di dalam tanpa sedikitpun makanan.

Kalya baru ingin berbalik, kembali ke tempat asalnya. Namun, seorang gadis yang baru kembali ke kelas itu membuat langkahnya seolah terpaku.

"O-olivia," lirihnya sambil terus menatap ke si pemilik nama. Dari arah yang berlawanan, Olivia tengah berjalan sendirian. Mendengar namanya disebut, ia langsung datang dan mendekat.

Seharusnya, Kalya bisa mendapatkan info dari gadis ini. Ia memang tak mengenal si sekertaris, tapi ia sangat mengenal seseorang yang belakangan ini dekat sekali dengan Dana. Terlepas dari semua kecemburuannya, Olivia adalah narasumber terbaik yang ia miliki sekarang.

"Eh? Kamu? Siapa deng namanya?" Olivia tersenyum ramah, juga tampak gregetan karena kurang mengingat nama orang yang tengah menghampirinya.

"Aaa pokoknya pacar Dana, kan?" Serunya begitu saja membuat Kalya terkejut.

"H-hah? B-bukan. Aku bukan pacarnya Dana," sanggahnya sesuai dengan kenyataan. Benar, kan? Selama ini mereka hanya terjebak friendzone tanpa satupun kepastian.

"Alah tau kok. Intinya yang dekat sama Dana," goda Olivia.

Bagaimanapun itu, ia tahu bahwa Kalya adalah orang yang Dana cintai. Meski tak pernah diakui langsung oleh lelaki itu, tapi Olivia paham. Karena tiada hari bagi Dana, tanpa menyebut nama gadis itu dalam pembahasannya.

"Ada apa kok kesini? Tumben loh." Dihampiri oleh gadis ini adalah sebuah keajiban baginya. Karena menurut penilaiannya, Kalya selalu cemburu saat Oliv tengah bersama Dana. Ia bahkan enggan menyapa jika mereka tiba-tiba saja berpas-pasan.

"Hemm, aku mau nanya sesuatu, Liv." Meskipun telah dilanda bimbang pada awalnya, Kalya akhirnya bisa memutuskan untuk mempertanyakan soalan ini. Apapun nanti jawabannya, setidaknya ia sudah memiliki sedikit kelegaan.

"Apaan tuh?" Tanya Oliv penasaran. Mereka kini telah merapat ke pinggir koridor. Sama-sama menatap ke depan, melihat pemandangan dari lantai tiga gedung Adinata.

"Dana kemana, ya? Kok udah lama gak keliatan." Perasaan yang campur aduk ikut mengiringi keluarnya pertanyaan ini. Malu dan khawatir adalah yang paling dominan.

"Oh, itu. Kabarnya … Dana sakit." Hanya itu jawaban penting yang dapat ia berikan. Ini pun bukan bersumber dari sekertaris, tapi dari organisasinya.

"Selama itu? M-maksudku sampe harus cuti berminggu-minggu." Jujur, itu juga yang Olivia dan semua teman-temannya tanyakan. Apa yang sebenarnya pada tubuh lelaki itu, sehingga ia harus hilang dari sekolah hingga selama ini.

"Sebenarnya gak sepenuhnya cuti Dana itu karena sakit." Olivia berusaha menapik kekhawatirannya. Mulai melihat dari sudut pandang lain yang harapannya bisa mengurangi overthinking mereka.

"Seperti yang kamu tau, Dana memulai cutinya sejak pertandingan di Bali. Dan kamu juga pastinya udah dengar bahwa Dana terlibat insiden disana, sempat dirawat juga. Kemudian balik ke Jakarta, sekolah memang ngasih waktu istirahat ke dia menjelang olimpiade, karena dia adalah peserta rangkap."

"Cuti sakitnya dimulai sehari setelah pertandingan olimpiade." Karena pada nyatanya, meski Dana sudah sakit sejak di Bali, tapi liburnya masih tetap dihitung sebagai cuti dalam rangka mewakili sekolah. Cuti pertandingan.

"Hari H pertandingan olimpiade, menurut kesaksian tim kami yang kebetulan satu ruangan dengan Dana, sakitnya mungkin terbilang parah. Karena hingga pertandingan berlangsung, dia harus didampingi."

Oliv berada jauh dari ruangan tersebut, hingga sedikitpun ia tidak bisa melihat bagaimana keadaan Dana. Ia hanya bisa mendengar, cerita dari teman-temannya yang melihat secara langsung selemah apa rekannya di hari itu.

"Setelah itu, kami pun tidak pernah mendapat kabar apa-apa, hanya ada perpanjangan izin sakit."

"Aku bahkan sudah bertanya ke sekertaris kelas, membujuknya untuk membuka sedikit saja informasi, tentang apa yang diderita Dana. Tapi, ia sendiri hanya bisa menggeleng. Informasi yang ia tahu, sama seperti kita. Dana hanya sakit. Tanpa ada keterangan lebih lanjut akan hal itu."

"Kamu, serius tidak dikabari? Kami mengira kamu lebih tau." Olivia menatap dalam ke arahnya. Kalya ada sosok terdekat bagi Dana di matanya. Karenanya ia bisa berpikir bahwa Kalya tentu punya informasi lebih banyak.

"Enggak. Ponsel Dana mati, gak bisa dihubungi. Lagipula kita gak pernah tau siapa teman yang dekat dengan dia, jadi gak ada orang dalam untuk tau kabarnya."

Senyum getir terbit di wajahnya, tepat ketika kalimat terakhir dilontarkan. Itu adalah salah satu kesusahan dalam memahami Dana, ia adalah pribadi yang sangat tertutup hingga mereka tidak pernah menemukan seorang pun teman yang benar-benar mengenali Dana. Yang tau dimana rumahnya, yang bisa menghubungi Dana kapan saja, dan mempunyai semua informasi terkait dirinya.

"Hahaha, orang dalam. Benar, kita gak punya itu," tanggap Olivia sama lirihnya. Sedekat apapun itu, sebenarnya masih tetap jauh karena belum ada yang beruntung mengetahui lebih jauh kehidupannya.

"Jadi, kita hanya bisa menunggu sampai dia kembali lagi ke sekolah."

Kalimat lanjutan dari Olivia membuat Kalya mengangguk. Itu adalah jalan terakhir, saat semua usaha telah mereka coba, dan semua harapan telah pupus, terhempas entah kemana.

"Kenapa Dana begitu rahasia? Kenapa tidak ada yang mengetahui tentang keluarga atau semacamnya? Menurut kamu, dia siapa?" Pertanyaan konyol itu tiba-tiba saja terbesit di otaknya. Ingin sekali, untuk menemukan jawabannya.

"Hemm …" Olivia tampak berpikir keras.

"Anak pejabat pemerintahan?" Tebaknya asal.

"Kayaknya gak mungkin. Pejabat pemerintahan disini sudah tua-tua. Anaknya pasti udah pada besar," opini Kalya.

"Anak bungsunya bisa jadi."

"Dana anak tunggal."

"Ohiya!!"

Olivia sontak tertawa melihat kebodohannya ini. Kenapa ia bisa lupa bahwa lelaki itu adalah anak satu-satunya. Anak paling rahasia dalam bumi Adinata. Yang pihak administrasi pun akan berpikir panjang sebelum mengeluarkan identitas atas dirinya.

"Oliv, kalau Dana kembali. Tolong kabari aku, ya!" Pinta Kalya, sebelum ia benar-benar kembali ke kelas sebenarnya.

𝐃𝐀𝐍𝐀𝐃𝐘𝐀𝐊𝐒𝐀 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang