⚠️
Bab ini mengandung lebih dari 3000 kata. Siapkan diri untuk membacanya, semoga tidak bosan🙏🏻
•••
Di salah satu sudut ruang IGD, beberapa siswa Adinata lainnya sudah datang menyusuli dan berkumpul di tempat itu. Mereka langsung keluar dari ruangan setelah kabar tentang Dana sampai di telinga masing-masing.
Selain Pramana, ikut hadir juga Rizki, Fariz, dan Pandra yang terpaksa menunggu di luar bangunan rumah sakit. Atas beberapa pertimbangan, anak itu akhirnya menerima ajakan Rizki untuk hadir kemari.
"Yang punya nomor orangtuanya, siapa?" Tanya Riko selaku orang paling berjasa dalam tragedi barusan. Menghubungi pihak keluarga adalah hal penting yang harus segera dilakukan, mengingat jika ada tindakan khusus yang mesti ditempuh, urusan administrasi harus diselesaikan terlebih dahulu.
Ketiga siswa Adinata itu saling berpandangan. Kemudian, serentak menggelengkan kepala.
"Yang satu kelas dengannya siapa?" Riko bertanya lagi dengan rasa tak percaya.
Pramana menunjuk tangan.
"Serius gak kenal keluarganya?"
"Iya," jawab Pram jujur. Dana juga anak pindahan yang datang ke kelasnya. Bukan siswa yang sudah dikenalnya sejak awal masuk ke Adinata.
"Dana dulunya ada di kelas kami. Tapi memang kalau masalah keluarga, kami gak pernah tau. Dana agak tertutup soal itu," jelas Rizky memberi pemahaman. Bukan maksudnya mereka acuh, tapi memang tingkat privasi Dana yang terlalu tinggi.
"Eh tapi tunggu, gue cari tau dulu," pamit Rizky saat mengingat seseorang. Ia langsung berlari, keluar dari IGD untuk menemui Pandra yang ia telantarkan di taman rumah sakit.
"Heh!" Panggilnya asal pada anak yang sedang berjongkok sambil memainkan rumput. Sekilas ia heran, kenapa tidak duduk di bangku yang ada di belakangnya saja?!
"Apa?" Jawab Pandra yang seketika langsung berdiri.
"Punya nomor orangtuanya Dana gak?" Rizky bertanya penuh harapan.
"Enggak."
"Serius lah. Lo deket banget sama Dana masak gak punya."
"Serius gak punya deng. Tau sih orangtuanya, tapi gak punya kontaknya. Ketemu aja jarang," curhatnya tanpa sadar. Tidak mungkin juga kan, ia harus menghubungi sang ayah untuk meminta nomor ponsel bos besarnya itu.
"Coba telpon Kalya. Mungkin sama dia ada," usul Pandra yang mengundang kerutan di dahi Rizky.
"Kenapa Kalya?"
"Ya tuh cewek kan dekat sama Dana. Bisa jadi dia punya. Lo usahain lewat cara itu. Gue pergi dulu mau nemuin seseorang."
"Seseorang siapa?"
"Pokoknya bakal gue bawa kontak keluarganya kemari," sahut Pandra dengan sangat yakin. Ia menepuk pelan bahu Rizky sebelum berlari ke parkiran. Mengambil motornya dan melaju kembali ke rumah Dana.
•••
Masih terlalu pagi, dan Kalya masih sibuk dengan jam pelajaran pertamanya. Tapi, tanpa disangka, seluruh warga kelas tiba-tiba mengambil ponsel mereka dengan serentak akibat adanya pesan yang masuk.
Grup kelas, menjadi ajang pertukaran obrolan mendadak itu.
Grup Kelas
12 IPS 5🔻Fariz
Salam.
Yang punya nomor ortunya Dana, respon dong.
Urgent!🔻Icha
Gak punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐀𝐍𝐀𝐃𝐘𝐀𝐊𝐒𝐀 [✓]
Teen FictionPernah merasakan bagaimana rasanya diabaikan? Tidak dianggap ada, atau semacamnya? Pernah melakukan sesuatu yang sudah sangat sesuai dengan apa yang didambakan seseorang, namun tetap tak dipandang olehnya? Jika pernah, itu artinya kita sama. Lelah...