12.34 WITA
Di rumah sakit setempat, penanganan terhadap dirinya sudah selesai dilakukan. Dana kembali sadar beberapa saat setelah tiba di tempat itu. Dokter IGD juga dengan segera memeriksa keadaannya. Karena datang dalam kondisi basah, para petugas awalnya mengira bahwa ia adalah korban tenggelam.
Setelah melakukan beberapa pemeriksaan kecil dan bertanya kepada Dana sendiri, petugas mengatakan bahwa Dana hanya kelelahan. Ia juga dikatakan mengalami demam tinggi, sehingga risiko pingsan setelah kegiatan renang itu menjadi sangat besar.
Setelah pengecekan, Dana diminta untuk kembali tidur, mengistirahatkan dirinya sejenak agar energinya pulih kembali. Dengan cairan infus berupa paracetamol yang terus mengalir ke tubuhnya, pun selang oksigen yang tetap membantu pernafasannya, Dana kembali terpejam begitu saja.
Sampai saat ini pun, mereka masih tetap berada di IGD. Dokter mengatakan jika sore ini keadaan Dana membaik, maka tidak perlu dirawat inap. Ini juga sesuai dengan rencana Coach Iwan, yang jika bisa akan memulangkan Dana ke Jakarta, lebih cepat dari jadwal seharusnya.
"Emang sakit dari sebelum tanding?" Coach Renald yang tadinya datang menyusul langsung mempertanyakan perisitiwa ini.
Ia yang turut mendengar pernyataan dokter bahwa Dana diperkirakan sudah demam sejak lama, tentu terkejut. Karena dengan keadaan begitu, sangat tidak diizinkan bagi atlet untuk melanjutkan pertandingan.
"Menurut laporannya ke kita, tidak. Bahkan sebelum turun ia masih mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja," jawab Coach Iwan jujur, sesuai dengan apa yang berlaku sebelum pertandingan tadi.
"Jadi kenapa setelah dicek demamnya langsung tinggi. Logika aja, kalau baru terjadi, nggak akan secepat itu naiknya." Renald masih memprotes jawaban sang teman.
"Ya saya nggak tau," ujar Iwan dengan begitu pasrahnya. Ia lantas berjalan mendekat ke arah ranjang Dana.
"Bisa jadi memang udah sakit sejak semalam, tapi nggak mau membebankan tim. Alasannya kita nggak tau. Lebih baik jangan berspekulasi juga, biar nanti Dana saja yang berbicara," sambungnya, kemudian mendudukan diri di samping brankar.
Ia sadar, mungkin Renald sedang emosi atas peristiwa ini. Tumbangnya seorang peserta tentu akan menjadi teguran besar dari Adinata. Para pendamping nantinya akan dianggap tidak becus dalam memperhatikan kondisi siswa.
Tapi apa boleh buat, peristiwa ini terjadi begitu saja. Dana sendiri juga tidak bisa disalahkan, bagaimanapun daya juangnya untuk Adinata sangat tinggi. Meski dalam keadaan kurang sehat, medali emas sanggup ia amankan.
Beberapa saat setelah aksi diam-diaman antara dua coach itu, Dana tampak menghela nafas panjang di dalam tidurnya. Kedua pelatih yang ada disana hampir saja dilanda kepanikan, kalau Dana tidak dengan segera membuka matanya.
"Kenapa, Dan?"
"Ha?"
Ia yang baru terbangun dan belum selesai mengumpulkan nyawa mendadak bingung dilempari pertanyaan seperti itu. Namun, akhirnya tetap memutuskan untuk menjawab …
"Tidak apa-apa, Coach."
Merasa tak enak berbaring di hadapan kedua pelatihnya, Dana pun mencoba untuk duduk saja meski awalnya dilarang oleh mereka.
Merasa bahwa Dana memang sudah sedikit membaik, Renald pun mendekat ke arahnya. Sudah waktunya ia berbicara dengan muridnya itu.
"Dan, Coach mau nanya sesuatu sama kamu. Boleh?" Ujarnya sebagai pembuka. Iwan menatap ke arahnya, kemudian hanya menghela pelan karena tau masalah ini akan begitu panjangnya.
"Boleh," jawab Dana tenang.
"Dokter tadinya bilang bahwa kamu itu demam tinggi. Sudah sejak kapan badannmu panas? Apa dari semalam? Kalau iya, kenapa masih memaksakan turun padahal kamu sendiri tau itu bahaya." Rentetan kalimat itu keluar begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐀𝐍𝐀𝐃𝐘𝐀𝐊𝐒𝐀 [✓]
Teen FictionPernah merasakan bagaimana rasanya diabaikan? Tidak dianggap ada, atau semacamnya? Pernah melakukan sesuatu yang sudah sangat sesuai dengan apa yang didambakan seseorang, namun tetap tak dipandang olehnya? Jika pernah, itu artinya kita sama. Lelah...