Setelah sekian lama diterpa oleh kesibukan masing-masing. Setelah berbulan lamanya tak pernah lagi makan di luar, akhirnya di malam hari ini keluarga kecil mereka memutuskan untuk dinner di sebuah restoran.
Sepulangnya dari kantor, Faizan langsung meluncur menuju rumahnya untuk menjemput sang istri. Kemudian, baru kembali membelah jalanan kota untuk sampai di sekolah Dana, jelas saja untuk menjemput anak itu.
Ia memang tetap mengenakan seragam sekolah. Agar tidak terlalu kentara, ada sebuah jaket yang dipakai untuk menutupi badannya.
Restoran itu ada di dalam sebuah mall besar. Mereka kini sedang berjalan kesana.
Baru saja tiba di depan tempat makan tersebut, Dana tiba-tiba menoleh ke belakang setelah mendengar sesuatu. Tapi, dengan secepat kilat ia berbalik kembali.
"Bun, bun ..." Panggilnya buru-buru sambil menoel-noel tangan Inara. Wanita itu mengerutkan alisnya, secara isyarat bertanya ada apa.
"Cewek di belakang itu kayaknya manggil Dana deh," adunya.
"Teman kamu?" Tanya Inara setelah menolehkan kepalanya juga. Melihat siapa yang Dana maksud.
"Gak tau, Dana gak kenal dia," ungkap Dana membuat Inara terkejut.
"Tapi itu seragamnya sama kayak kamu. Masak kamu gak ingat teman sendiri, Dan." Inara mengomel tak percaya. Ia bahkan sampai memastikan berkali-kali bahwa itu benar seragamnya Adinata.
"Serius, Bunda. Dana gak kenal dia. Siapa sih?"
"Ya mana Bunda tau," kata Inara frustasi.
Faizan yang sejak tadi juga memperhatikan keriweuhan ini langsung angkat bicara.
"Tapi dia kelihatannya sangat mengenal kamu."
Inara mengangguk menyetujui. Dengan cepat ia langsung memegang bahu Dana dengan kedua tangannya. Menghadapkan anak itu secara penuh ke arahnya.
"Dan, dengar Bunda! Kalau dia nyamperin, berpura-puralah kenal dengannya, oke? Pahami situasinya. Jangan memancing suatu topik, biar dia saja yang memberi petunjuk. Nanti bunda bantu ngobrol. Kamu berperan pasif saja," pesannya.
Ia merasa ada yang tidak beres. Dari raut wajah gadis itu saja Inara bisa menyimpulkan bahwa ini teman Dana. Terbukti dengan ia yang sangat berani menghampiri hingga kini sudah ada bersama dengan mereka.
Keempat orang ini akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam restoran. Sang gadis pun sudah diterima dengan baik. Ia sempat menyapa Dana, sangat ramah. Namun, Dana hanya membalas seadanya sambil kebingungan.
"Teman sekolahnya Dana, ya?" Faizan memulai pembicaraan. Sebelumnya, ia juga sudah memesan makanan. Sempat menawarkan pada sang gadis, tapi katanya ia hanya mampir sebentar.
"Iya, Om," jawabnya sambil tersenyum.
"Satu kelas?"
"Dulunya memang sempat sekelas, Om. Tapi sekarang kan Dana udah pindah."
Inara melirik tajam ke arah ponakannya. Pernah satu kelas kok tidak kenal. Yang benar saja. Sedangkan Dana, malah semakin bingung dan sedikit terkejut.
"Ohiya. Nama kamu siapa? Terus kok bisa disini?" Faizan terus saja menggantikan tugas sang istri untuk membantu dalam obrolan.
"Saya Kalya, Om. Ada sesuatu yang pengen dicari, makanya kesini dulu tadi sama Kakak."
"Terus Kakaknya mana?"
"Ada di toko sebelah, Om."
Setelah memberikan beberapa jawabannya, Kalya tampak merogoh tasnya, mengambil sesuatu dari dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐀𝐍𝐀𝐃𝐘𝐀𝐊𝐒𝐀 [✓]
Teen FictionPernah merasakan bagaimana rasanya diabaikan? Tidak dianggap ada, atau semacamnya? Pernah melakukan sesuatu yang sudah sangat sesuai dengan apa yang didambakan seseorang, namun tetap tak dipandang olehnya? Jika pernah, itu artinya kita sama. Lelah...