Tepat pukul 8 malam, seluruh pencahayaan di area sekolah telah dipadamkan. Semua ruangan tampak remang karena hanya lampu di beberapa tempat saja yang tetap dibiarkan menyala. Soonyoung pun terpaksa berjalan mengendap-endap demi menjaga langkahnya agar tidak terjatuh.
Setelah keluar dari area asrama pria, dia segera bersembunyi di semak-semak. Bergerak perlahan agar suara dedaunan tidak mengundang para penjaga datang. Soonyoung agak mengintip ke arah pos satpam. Matanya menemukan dua siluet penjaga utama itu.
Karena keduanya masih ada di tempat, Soonyoung meyakinkan diri untuk keluar dan segera berlari menuju tempat perjanjian. Dia meraba-raba jalan di lingkungan sekolah yang belum dirinya kenali ini. Lokasi yang ditetapkannya pun, cenderung tempat umum dan sangat mudah diketahui. Namun, dengan kemampuan dan pengalamannya, tempat itu akan jadi area yang aman.
Ketika dirinya sampai di kebun kecil dekat halaman belakang, Soonyoung berkeliling mencari gudang minimalis yang jadi tempat menyimpan peralatan olahraga. Kemudian, menyentuh dinding material kayu tersebut dan merabanya dalam kegelapan sampai dia menemukan knop pintu itu.
Meski termasuk sekolah elite dengan pengawasan ketat dan infrastruktur yang baik, tetapi gudang penyimpanan tersebut masih mengeluarkan suara decitan seperti kurangnya perawatan. Soonyoung pun berusaha membukanya perlahan-lahan agar tidak ada pasang telinga lain yang mendengar, selain Yura.
"Soonyoung?" ucap Yura dengan suara berbisik sambil mengarahkan senter ponselnya ke arah pria tinggi itu.
Tanpa ekspresi panik dan raut silau, Soonyoung segera memberi isyarat tangan agar Yura mematikan lampu kameranya. Yura pun langsung menurut dan tetap diam di tempat selama Soonyoung memeriksa keadaan di luar terlebih dahulu sebelum menutup pintu.
Tidak langsung bersantai, Soonyoung menggeser beberapa barang berat untuk mengganjal pintu. Dia menyusun alat-alat olahraga itu memanjang di belakang pintu dan menjadikan barang-barang tersebut sebagai kamuflase penyebab pintu tidak bisa dibuka. Setelah itu, dia meminta Yura pindah ke belakang pintu dan barulah dirinya duduk di samping sang gadis.
Belum selesai sampai di sana. Soonyoung juga meluruskan salah satu kakinya untuk menahan barang-barang tersebut. Takut-takut ada seseorang yang membuka pintu dan membuat barang-barang itu menjepit Yura.
"Jihoon di mana?"
Soonyoung menatap gadis itu sebentar. Sebelum menjawab, dia merogoh saku celananya tanpa berekspresi. Pria itu mengeluarkan sebuah senter kecil dengan bagian atas sudah dilapisi kertas agar cahayanya tidak terlalu terang. Dia pun menaruh senter itu di antara mereka dan menjawab pertanyaan Yura dengan bahasa tangan.
"Tadi siang dia pergi dan sampai sekarang belum kembali." Soonyoung menggerakkan tangannya dengan lincah.
Yura yang paham pun ikut membalas dengan bahasa tangan. "Kau tidak masalah kita bicara seperti ini?"
Dengan wajah membanggakan diri, Soonyoung kembali menggerakkan tangan dan memainkan jarinya. "Tenang! Aku sudah menghafal semuanya. Sekarang aku bahkan tidak kalah dari Jihoon." Soonyoung membuat wajahnya jadi datar dan mata yang sinis untuk menggambarkan Jihoon. Tangannya juga memperjelas tinggi pria yang disebutkan.
Perut Yura pun dibuat tergelitik. Namun, dia terpaksa tertawa dalam diam agar keberadaan mereka tidak diketahui. Disela dirinya yang menahan suara, Yura memainkan tangannya untuk mengucapkan, "Dia pasti akan marah jika kau menyebutnya pendek."
Soonyoung ikut terkekeh dalam diam. "Bercanda. Aku hanya ingin melihatmu tertawa."
Dia memamerkan senyum lebarnya sebelum menanyakan maksud pertemuan ini. "Ngomong-ngomong, apa kau menghubungi kami karena ada teman sekamar yang mengganggumu?" Tebak Soonyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hear Me
Fanfiction"Lebih sedikit yang kautahu, akan lebih baik untukmu." Datar Jihoon. Dunia Eunsu yang biasanya monoton dan membosankan, perlahan berubah sejak kemunculan pria menyeramkan yang cukup aneh bernama Lee Jihoon. "Urus dirimu sendiri. Tidak perlu ikut cam...