25. Darah Dibalas Darah

26 8 2
                                    

"Sikapnya masih aneh saja," Eunsu bergumam secara terang-terangan sambil memperhatikan Jihoon yang tengah duduk diam di kursi kesukaannya.

Apa yang sudah menghantam kepalanya? Perasaan tidak ada yang terjadi. Kami hanya makan dan bicara seadanya seperti biasa. Tapi, dia tiba-tiba saja bertingkah aneh. Eunsu terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri karena tidak berani menanyakan langsung pada orang yang bersangkutan. Dia masih belum siap menantang maut.

Apa ada racun di ayam yang dia makan? Dengan sikap buruk itu, pasti ada saja orang yang tidak menyukainya. Pikiran Eunsu makin asal.

Karena sangat penasaran, dia sampai memikirkan semua mungkin meski itu tidak masuk akal. Bahkan, dirinya sampai terperangah sendiri dengan pemikiran tersebut. Kedua tangan Eunsu pun sontak meraih kepalanya, lalu bergumam agak lantang, "Bisa-bisanya kau membuatku gila meski hanya diam seperti itu."

"Apa maksudmu?" tanya Jihoon yang akhirnya merespons sinis.

Kedua alis pria itu yang terlihat saling menekuk tajam, membuat Eunsu tidak bisa menilai suasana hati Jihoon. Apakah itu reaksi yang baik karena Jihoon kembali sedia kala atau buruk sebab ini menyangkut nyawanya? Saat ini Eunsu hanya bisa merasakan akal sehatnya yang benar-benar telah direnggut habis oleh pria itu sampai dia tidak bisa memikirkan apa pun.

"Eobseo. Abaikan aku," elak Eunsu secepat kilat.

"Aneh!" ejek Jihoon secara tajam.

Bukannya tersinggung atau merasa miris, dalam hati Eunsu justru berkata terima kasih. Syukurlah jiwanya sudah kembali. Eunsu membatin sembari menyatukan kedua tangan seperti hendak berdoa.

Eh! Chakamman! Seharusnya aku getir karena dia akan kembali jadi Jihoon yang kejam. Tapi, kenapa aku justru senang? Seakan-akan terhantam kenyataan, Eunsu lanjut merasa frustrasi dan menarik rambutnya sendiri.

Dari tempatnya duduk, Jihoon masih melirik Eunsu yang kembali bertingkah aneh. Anak itu suka sekali mengacak-acak rambutnya. Jihoon membatin.

Fokus Jihoon yang sebelum itu tertuju pada Wonwoo, kini teralih dengan sendiri pada Eunsu. Sekarang penilaiannya tentang keanehan Eunsu pun makin meningkat. Meskipun sebenarnya, Jihoon juga sudah sadar jika ada yang salah pada penjaga kasir ini sejak pertama kali dia datang ke minimarket ini. Namun, dia tidak mengira kegilaan Eunsu akan lebih dari sekadar memakai riasan yang terlihat lebih tua dari umur aslinya.

Mulai dari suka berteriak tiba-tiba sampai frustrasi tanpa sebab. Jihoon jadi makin yakin, Eunsu tidak akan menyukainya seperti Yura dan wanita lain.

Semoga saja begitu. Meski terasa sangat meyakinkan, tetapi Jihoon tidak terlalu bisa mempercayai persepsinya sendiri. Caranya memahami karakter orang lain sangatlah lemah. Jadi, bagaimana mungkin dia bisa menilai perasaan seseorang?

Setidaknya, tingkah ajaib gadis ini sering membantuku untuk menghilangkan kekhawatiran. Sekarang kepalaku tidak terlalu pusing lagi memikirkan keadaan Wonwoo dan adiknya di luar sana. Kamsahamnida. Jihoon menghela napasnya dengan berat. Setelah mengatakan terima kasih dalam hati, pria itu bangun untuk menghampiri Eunsu seraya melepaskan wig-nya. Namun, belum sempat dia mengacak-acak rambutnya yang terasa lembap karena wig tersebut, gadis itu sudah lebih dulu mengoceh.

"Ya! Apa kau harus selalu memperlihatkan caramu membuka wig padaku?" tanya Eunsu dengan nada kesal.

Jihoon menautkan kedua alisnya tanda bingung. Tanpa memedulikan ucapan Eunsu, dia lanjut mengacak-acak rambutnya sendiri. "Apa yang salah? Aku hanya melepaskan benda mengganggu ini. Kebetulan saja kau melihatnya," balas Jihoon balik yang secara tidak langsung menyalahkan Eunsu.

Hear MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang