19. Mr. Perfect

40 8 2
                                    

"Eunsu-ssi...."

Seseorang memanggil Eunsu yang tengah tertidur dengan lembut. Sesekali orang itu menepuk pelan lengannya, tetapi Eunsu sama sekali tidak bergerak.

Orang itu jadi makin tidak enak hati membangunkan Eunsu dari tidurnya yang nyenyak. Akan tetapi, dia juga tidak mungkin meninggalkan gadis itu. Hingga akhirnya, orang itu memilih tetap memanggil Eunsu. Kali ini suara orang itu dibuat agak lebih keras. Tangan itu juga mengguncang kuat tubuhnya sampai mata Eunsu benar-benar terbuka.

"Akhirnya kau bangun," ucapnya dengan wajah cerah. Setelah itu dia bergerak cepat mengambilkan air dari dispenser, sementara Eunsu masih membiasakan cahaya yang masuk ke kornea matanya.

Eunsu membangunkan tubuhnya perlahan-lahan sembari menyadarkan diri. Usai menggosokkan mata beberapa kali, Eunsu pun baru bisa melihat dengan normal. Seketika itu juga raganya terkejut.

Aku di kamar siapa? Kepala Eunsu refleks menengok ke arah orang yang tak jauh darinya.

Dia pasti yang membangunkanku tadi. Eunsu mengelus dadanya karena lega melihat rambut panjang yang terurai indah di punggung kecil tersebut.

Eunsu memang sadar ada seseorang yang membangunkannya. Namun, dia tidak tahu, apakah itu suara pria atau wanita? Dan ... karena Eunsu ingat jika dirinya habis bermalam di minimarket dengan Jihoon, alhasil pikirannya jadi mengarah pada pria itu. Tapi, untunglah itu bukan punggung Jihoon. Jantungku hampir saja melompat.

Wanita berambut panjang itu berbalik sembari membawakan segelas air putih padanya. "Minumlah," ucap wanita itu yang ternyata Yura.

Eunsu menerimanya dengan sungkan sambil berkata, "Gomawo."

Meski belum terlalu dekat, tetapi Eunsu menggunakan bahasa yang santai agar mereka tidak canggung. Sayangnya, atmosfer di antara mereka tidak begitu cepat membaik. Justru suasana kembali sunyi saat Eunsu mulai meneguk airnya. Yura pun hanya duduk diam memperhatikannya minum.

Eunsu jadi lebih kikuk. Pada akhirnya, dia terpaksa menghabiskan airnya perlahan-lahan karena tidak tahu harus melakukan apa? Padahal Eunsu punya beberapa hal yang ingin ditanyakan. Namun, dia tidak bisa menentukan waktu yang tepat untuk menanyakannya. Hingga Yura permisi berdiri karena ingin menyiapkan perlengkapan sekolah.

Meski gagal mengutarakan pertanyaannya, tetapi Eunsu justru merasa lega sebab dia bisa lepas sejenak dari kondisi canggung tersebut. Sayangnya, dia tidak akan bisa keluar dari kamar ini kalau hanya berdiam diri. Setidaknya, harus ada sedikit pembicaraan singkat agar Eunsu tidak terkesan menumpang tidur di kamar orang kaya.

Eunsu mengembuskan napasnya pelan-pelan selagi menunggu Yura agak senggang, Eunsu mengajak matanya berkeliling melihat kamar wanita itu. Dia belum pernah memasuki kamar orang lain sebelumnya, apalagi siswa kaya di sekolah kapitalis ini. Dan ternyata kata orang-orang benar. Sekolah ini pilih kasih.

Murid kelas atas diperbolehkan menempati satu ruangan sendiri. Sementara murid biasa, pasti harus menempati satu kamar berdua dengan orang lain. Fasilitas kamar ini juga cukup lengkap. Ada dispenser, meja belajar, lemari, dan kasur yang empuk. Walaupun Eunsu juga tidak tahu, apakah ini dibeli sendiri atau fasilitas khusus yang diberikan sekolah untuk para murid kaya? Namun, dari segi apa pun, sekolah ini memang selalu memberikan hak khusus untuk para murid kaya sampai anak-anak itu terkadang sombong.

Tapi, Yura agak berbeda. Eunsu kembali melihat Yura yang masih berkutat dengan bukunya. Dia menimbang-nimbang, apakah dia bisa bicara sekarang? Karena dia pun juga harus bersiap-siap sekolah.

Setelah berpikir sejenak, Eunsu memutuskan untuk memanggil gadis itu terlebih dahulu. "Yura-ssi."

Akan tetapi, Yura tidak menanggapinya. Eunsu jadi menggigit bibirnya dengan gugup. Ruangan ini kecil dan sunyi, mustahil Yura tidak mendengar suaraku. Apa mungkin dia terlalu fokus?

Hear MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang