12. Si Kerdil

46 11 32
                                    

"Ji-jihoon-ssi ...?"

Eunsu mendadak kaku karena kepala Jihoon terbaring di pundaknya. Belum lagi tangan Jihoon masih melingkar di perutnya. Eunsu jadi makin gugup sampai napasnya memberat. Bahkan, liurnya pun ikut sulit ditelan. Posisi ini benar-benar membuat jantung Eunsu lelah bekerja.

Meski dia tidak yakin, apakah ini efek kelelahan karena berlari, ketakutan, atau jarak Jihoon yang terlalu dekat? Namun, satu yang pasti, Eunsu tidak bisa membiarkan Jihoon terus memeluknya.

"Jihoon-ssi ...." Eunsu coba membangunkan pria itu lagi sampai benar-benar terbangun.

"Sudah kubilang diam!" ucap Jihoon dengan nada perintah yang kental akan rasa kesal. "Kau mau kita tertangkap?!"

Dalam hitungan detik, Eunsu kembali menjadi anak penurut yang membuat Jihoon mengembuskan napas jengah. Meski sebenarnya pria itu sadar akan ketidaknyamanan Eunsu, tetapi Jihoon memilih pura-pura tidak tahu dan tetap diam pada posisi tersebut agar tidak menimbulkan suara apa pun. Jihoon sendiri juga tidak nyaman. Namun, dia tidak bisa membuat pilihan lain. Dia bahkan harus membaringkan kepalanya di pundak Eunsu sambil memeluk perut sang gadis untuk melepas mikrocip dari pulpen yang baru diambil kembali.

Akan tetapi, tampaknya Eunsu hanya bisa bertahan sebentar dalam keadaan tidak nyaman. Gadis itu mulai menggeser tubuhnya kembali sedikit demi sedikit. Walau tidak jelas dan tak menimbulkan suara.

Untuk sementara, Jihoon hanya mendiamkannya. Namun, saat Eunsu menggeser kakinya, Jihoon langsung menarik gadis itu kembali. "Diam! Susah sekali disuruh diam!" Jihoon memperdengarkan suara geram di telinga Eunsu.

Meski terlihat takut, tetapi Eunsu masih berani membalas dengan jujur. "Aku tidak nyaman terlalu dekat denganmu."

"Kau kira aku nyaman?" tanya Jihoon balik dengan suara ditekan. "Pokoknya diam dan terima keadaan untuk sebentar. Suara dan bayanganmu yang bergerak, akan memancing mereka men-"

Jihoon tiba-tiba membekap bibir Eunsu sebelum menyelesaikan ucapannya. Keadaan pun mendadak hening karena Jihoon mendengar suara langkah kaki seseorang. Eunsu yang baru mendengar suara samar tersebut, agak terlambat memberi reaksi. Namun, gadis itu merasa lebih baik tidak terdengar daripada tubuhnya jadi bergetar karena takut.

Untungnya, ada Jihoon yang membantu Eunsu memenangkan diri. Pria itu mendekapnya lebih erat hingga getaran itu agak berkurang. Sayangnya, bibir Jihoon yang menempel di telinga Eunsu, membuat gadis itu tersentak. Kakinya pun tidak sengaja menggesek tanah hingga seseorang yang mendekati mereka berhenti melangkah.

Jihoon menggeram dalam hati, lalu membisikkan perintah yang hanya terdengar oleh Eunsu. "Tetap diam dan jangan berulah lagi."

Saat bekapan dan pelukan Jihoon dilepas, Eunsu langsung berinisiatif menutup bibirnya sendiri. Dia tidak mau nyawanya terancam jika melakukan kecerobohan sekali lagi. Oleh karena itu, Eunsu menutup rapat mulutnya dan menahan diri agar tidak bergetar lagi.

Sementara itu, Jihoon kembali sibuk dengan pulpen setrumnya sambil menyandarkan punggung ke tembok. Pria itu menutup satu mata seakan-akan mencari cela di tempat tersebut. Setelah itu, menempelkan pulpennya ke tembok dan menekan sebuah tombol.

Eunsu tidak bisa melihat, apa yang terjadi? Namun, dari suara yang terdengar, tampaknya Jihoon berhasil menyerang lawan mereka. Akan tetapi, tindakannya tidak membuat orang itu langsung pergi. Eunsu masih bisa mendengar suara pelaku yang sedang berbisik dengan orang lain.

"Apa posisiku sudah benar? Ada seseorang yang menyetrumku dari arah berlawanan." Orang itu melapor pada seseorang yang tidak ada di tempat, membuatnya seperti bicara dan mengumpat sendiri.

Hear MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang