24. Bolos Makan Siang

24 5 2
                                    

Bel tanda masuk sudah berbunyi. Ribuan langkah kaki pun terdengar ramai berlari kembali ke kelasnya masing-masing. Tidak terkecuali dengan Jihoon yang kini turun dari pohon sendirian.

Dengan agak risau, Eunsu bertanya, "Kau mau ke mana? Jangan tinggalkan aku!"

"Tidak ke mana-mana. Tunggu saja di sana," jawab pria itu sambil berjalan agak maju hingga wujudnya tidak terlihat oleh mata Eunsu karena tertutup dedaunan.

"Tidak ke mana-mana, tapi kenapa pergi?! Ya, Jihoon-ah! Eh!" Seakan-akan tertampar oleh kenyataan, Eunsu langsung tersadar saat dirinya tidak sengaja memanggil Jihoon dengan panggilan akrab. "M-maksudku, Jihoon-ssi!"

Jihoon balik lagi dan memperdengarkan suara menggeram jengkel. "Diamlah! Kau mau kita dihukum karena ketahuan bolos?!"

"Tanpa ketahuan pun, aku sudah pasti dihukum karena guru-guru akan langsung sadar jika aku tidak ada di kelas," balas Eunsu sama geramnya.

"Sesayang itu guru-guru di sini padamu sampai mereka sangat hafal jika kau suka kabur," sindir halus Jihoon.

Eunsu mendengkus dan memilih diam agar perdebatan tak berujung ini bisa berhenti. Namun, perhatiannya kini teralih ke bawah. Melihat ke arah tanah yang ternyata berjarak cukup jauh.

Kenapa bisa sejauh ini? Eunsu sungguh baru menyadarinya. Ketika ditarik ke atas, dia merasa jaraknya cukup dekat. Saat melihat Jihoon turun pun, tampaknya sangat pendek. Akan tetapi, kenapa sekarang tiba-tiba jauh

Eunsu jadi berusaha memikirkan cara untuk turun secepat mungkin. Sayangnya, perasaan takut lebih dulu menyerang. Tubuhnya pun mulai terasa dingin dan otak Eunsu pun tidak bisa lagi dipakai berpikir. Kini yang hanya terpikirkan hanya memeluk batang pohon itu sambil memanggil Jihoon untuk meminta pertolongan. Namun, pria itu lagi-lagi berjalan pergi. Eunsu sontak berteriak karena panik, "Jihoon-ssi!"

"Kau bersama orang lain?"

Suara Eunsu mendadak tercekat. Mataku juga jadi terbuka lebar karena mendengar suara orang lain. Warna suara yang jelas berbeda dengan milik Jihoon. Ini kan suara ...!

"Ya!" Eunsu tersentak saat orang itu meneriakinya. Dengan wajah yang mengeras, pria itu memukul batang pohon dengan tongkat plastiknya. Meski pukulan itu tidak terlalu keras, tetapi suaranya cukup untuk menakut-nakuti Eunsu.

"Tidak cukup keluar malam-malam, sekarang kau membolos pelajaran juga?!" omel Mingyu. Perasaan geramnya setiap kali melihat Eunsu jadi makin kental.

Eunsu merengek. "Kali ini bukan sepenuhnya salahku."

Sebelum Mingyu lanjut mengomel, Jihoon sudah menyela terlebih dahulu. "Maja, aku yang mengajaknya."

Saat Jihoon yang bicara, Mingyu membungkam bibirnya. Pria itu tidak bergeming sedikit pun meski alisnya masih bertaut. Pilih kasih! batin Eunsu kesal.

"Dia tidak bisa makan saat istirahat karena kesalahanku. Makanya, sekarang aku ajak dia bolos supaya aku bisa menebusnya," jelas Jihoon.

Mingyu memainkan lidahnya sampai mengeluarkan bunyi berdecak. "Jika bukan karena dia, kau sudah kulaporkan lagi. Cepat turun! Aku tidak akan menjitakmu," katanya sambil memberikan satu pukulan terakhir ke batang pohon itu.

Namun, itu membuat Eunsu jadi makin gugup untuk mengatakan, "Tidak bisa."

"Kenapa tidak?" Nada suara Mingyu kembali meninggi.

"Takut," rengek Eunsu.

Bibir Mingyu mendesis kesal. "Bisa naik, tidak bisa turun. Sungguh anak yang menyusahkan," gumamnya seraya meletakkan sekantong makanan pesanan Jihoon di bawah pohon.

Hear MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang