18. Rekan Kerja

45 10 2
                                    

Siapa yang menyangka jika Jihoon cukup kooperatif saat di luar sekolah? Cara bicaranya pun berbeda. Di sini ... dia bicara dengan susunan kata dan intonasi yang baik. Kesan pandai pun terlihat hingga negosiasi Jihoon dengan atasannya berjalan sangat lancar. Eunsu bahkan sampai terpaku selama memperhatikan keduanya berbincang di kursi dalam minimarket.

Kenapa dia memiliki banyak sekali kepribadian yang seperti sengaja diatur? Eunsu bergumam dalam hati sembari melakukan pekerjaan yang diperintahkan.

Setelah bosnya menyelesaikan interview singkat dan memberikan seragam pada Jihoon, dia pun angkat kaki dari minimarket. Seketika itu juga Jihoon kembali menjadi pribadinya yang dingin, ketus, dan karismatik.

Tunggu! Apa?! Eunsu refleks memukul pipi kuat-kuat saat otaknya lagi-lagi menyimpulkan sesuatu yang di luar nalar.

Aku pasti sudah gila karena terlalu sering bersama Jihoon. Eunsu menarik-narik rambutnya pelan.

Ketika kepalanya sudah kosong lagi, Eunsu tiba-tiba menegakkan tubuh. Kemudian, menarik dan mengembuskan napas beberapa kali agar tubuhnya rileks. Setelah itu, barulah dia lanjut menyusun ramyeon yang baru datang sore ini. Namun, kepalanya tetap sesekali menengok ke arah ruang khusus karyawan. Tempat di mana Jihoon tengah berganti pakaian.

Kenapa dia sangat lama? Biasanya pria paling cepat kalau ganti baju. Masa Jihoon juga berdandan? Dia tidak terlihat seperti orang yang peduli pada hal seperti itu. Eunsu bicara dengan diri sendiri agar tidak merasa sepi.

Meski sudah punya teman kerja, tetapi rekannya tidak bisa diajak berteman. Belum lagi, Jihoon hanya mau berinteraksi jika ada kejadian aneh. Eunsu pun yakin, jika tidak ada kejar-kejaran kemarin, Jihoon akan tetap sama. Jadi seorang robot yang dia anggap tidak berperasaan.

Eunsu mengembuskan napas berat karena masalah yang berdatangan silih berganti. Meski itu juga membawa perubahan dalam hidupnya yang membosankan, tetapi ini jauh dari harapan Eunsu. Dia hanya ingin terbebas dari kekangan orang tuanya, bukan hidup dengan masalah berat seperti ini.

Jangan mengira dia tidak sadar. Eunsu tak sebodoh itu untuk membedakan masalah biasa dengan ancaman. Dan  keberadaan Jihoon jelas mendatangkan kejadian aneh yang mengancam nyawa. Dari kapan dia sadar? Sejak munculnya teman tampan Jihoon yang tinggi itu. Sebelum Jihoon muncul, tidak pernah ada orang aneh yang datang selama dia bekerja.

Sebenarnya ada apa dengan pria itu? Eunsu lagi-lagi bertanya akan identitas  Jihoon. Dia sangat penasaran, tetapi pria itu menutup rapat latar belakangnya.

Jika semua kejadian aneh ini berhubungan dengan Jihoon. Mungkinkah ada alasan tertentu dia merahasiakan latar belakangnya dariku? Mungkin ... seperti melindungiku? Pendapat Eunsu. Namun, dia cepat-cepat menggelengkan kepalanya karena itu jelas mustahil.

Jadi, daripada pikirannya makin ke mana-mana, Eunsu mempercepat gerak tangannya untuk mengosongkan kardus tersebut. Mengangkatnya kembali dan segera ke gudang untuk mengambil kardus baru. Akan tetapi, seseorang sudah muncul lebih dulu dari balik gudang sambil membawa sisa kardus itu di tangannya.

Eunsu tahu jika itu Jihoon. Namun, yang membuatnya sangat terkejut adalah Jihoon bisa membawa tiga kardus itu sekaligus. Bagaimana orang sekecil itu bisa membawa barang sebanyak dan sebesar itu secara bersamaan? Bahkan bisa berjalan normal dengan pandangan terhalangi, lalu berhenti tanpa menabrak Eunsu yang ada di depannya.

"Barang-barang ini mau dibereskan ke mana?" tanya Jihoon tanpa menurunkan barangnya terlebih dahulu.

Kenapa dia bisa tau aku ada di depannya? Eunsu gagal fokus hingga dirinya justru mengajukan pertanyaan lain dan mengabaikan pertanyaan Jihoon. "Bagaimana kau bisa melihatku?"

Hear MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang