Hari ini Dava sudah berangkat sekolah paket nya seperti biasa, tentu dari namanya saja sudah pasti berbeda dari sekolah pada umumnya. Dikelas rata-rata seumur dengannya, jadi tidak menjadikan Dava kesulitan untuk berinteraksi dengan teman-teman nya.
Mereka mempunyai berbagai alasan kenapa sekolah paket seperti ini, seperti karena sakit-sakitan atau pun karena dengan alasan lain.
"....Jadi semboyan negara kita adalah Bhinneka Tunggal Ika yang artinya "berbeda-beda tetapi tetap satu jua". Selain itu Indonesia adalah bangsa yang majemuk, walau kita berbeda-beda agama, warna kulit, suku, adat istiadat, bahasa dan lain-lain, tidak membuat Indonesia terpecah belah, tetapi justru membuat bangsa Indonesia semakin kuat akan keanekaragamannya. Sampai sini ada yang ingin ditanyakan?." Penjelasan itu berasal dari seorang guru yang berada didepan, maniknya menyapu muridnya yang tengah fokus belajar.
"Contoh sikap yang harus kita lakukan terhadap keanekaragaman di Indonesia bagaimana Bu?." Mendengar pertanyaan dari muridnya, guru cantik itu tersenyum kearahnya siswa yang bertanya padanya barusan.
"Pertanyaan yang bagus Dava, manusia sebagai makhluk sosial yang artinya membutuhkan orang lain, hendaklah hidup dengan rukun. untuk contohnya nggak jauh-jauh dari kehidupan kita sendiri, misalnya tidak memilih-milih teman saat berteman, saling menghargai satu sama lain, jangan saling mengejek saat bermain dan masih banyak contoh lainnya." Siswa dan siswi itu tampak mengangguk kecil tanda paham apa yang dijelaskan.
"Waktunya sudah habis, dan untuk PR nya, buka LKS nya halaman 50 ya. Itu diisi pilihan ganda nya 1-25. Yang belum lancar bacanya terus belajar sampe bisa. Minggu depan ibu minta baca UUD kedepan."
"Baik Bu!!." Guru itu pun tersenyum lagi mendengarnya, lalu menyuruh seluruh muridnya untuk berdoa dulu sebelum pulang.
Setelah doa dan keluar kelas, Dava celingukan untuk mencari Mita yang menjemputnya, namun sepertinya wanita itu akan sedikit terlambat datang, karena Dava belum menemukan eksistensinya.
"Dava belum pulang?." Anak itu menengok ke arah suara, tersenyum kecil saat melihat siapa yang menegurnya.
"Dava masih nungguin dijemput sama bunda, Putra." Remaja sepantaran Dava itu pun memilih mengambil duduk disebelah teman sekelasnya itu.
"Aku pingin dong main tempat kamu Va." Putra sendiri, seorang yang paling dekat dengan Dava disekolah. Awalnya mereka hanya berinteraksi seperlunya saja, namun seiringnya waktu mereka menjadi dekat disekolah.
"Putra mau main! Ayok sekarang aja!." Pekiknya kesenangan, tentu saja karena selama ini dirinya tidak pernah membawa teman, ataupun ada temannya yang main ke rumahnya. Dava ingin mengenalkan temannya ke Rendi.
"Aku sih maunya gitu Va, tapi aku nggak bisa hari ini. Lain kali ya." Dava yang mendengarnya sedikit kecewa, namun dirinya mengerti.
"Nggak papa kok, nanti kalo main bilang aja sama Dava." Putra hanya membalas dengan senyuman tipis.
Tidak lama kemudian Putra dijemput oleh ayahnya, terlihat ayah Putra begitu menyayangi Putra, dilihat dari yang mulai mencium kening lalu merangkul bahu anaknya dengan kasih sayang.
Pemandangan itu sedikit membuat hati Dava sakit, entah karena apa. Dirinya kembali mengingat jika dirinya bukan siapa-siapa di keluarga yang kini merawatnya, lalu maniknya menyapu sekitar.
Semua punya keluarga kandung mereka sendiri, tidak seperti dirinya yang entah anak siapa?. Semakin kesini Dava semakin tahu akan kehidupan yang sebenarnya, semua yang dirinya tidak ketahui sebelumnya, kini Dava mulai mengerti dan paham.
Tidak dipungkiri jika Dava sendiri sangat ingin mengetahui siapa sebenarnya keluarga kandungnya, terlebih siapa orang tuanya.
"Dava? Dava?." Dirinya tersentak kaget saat mendapat tepukan di bahunya, dan pelakunya adalah Mita.
KAMU SEDANG MEMBACA
New World (END)✓Terbit
FanfictionDi sanalah dirinya hidup, di tengah hutan tanpa seorang yang menemaninya. Mungkin sangat mustahil, namun apa sih yang tidak bisa terjadi di dunia ini?. Dirinya yang suka menatap bintang pada gelapnya malam hari yang bahkan tidak mengetahui nama dan...