Selesai mandi, Rendi menatap dahulu wajahnya di pantulan cermin. Ia sunggingkan senyumnya, berkata sendiri dalam hati memuji ketampanan wajahnya ini. " Perfect!."
Rendi sudah wangi dan rapi memakai baju, ia kalungkan handuk kecil ke lehernya dan berjalan keluar kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi manik nya mencari keberadaan Dava yang sudah tidak ada. Lalu ia mengingat sesuatu jika Dava pastinya tidak mengerti perintah nya tadi untuk diam duduk di kasur.
Segera ia berlari keluar untuk mencari Dava dimana. Langkahnya memelan saat melihat adik kecilnya meringkuk di bawah lantai, ia tidak tahu apa yang terjadi tapi ia tahu ada kejadian yang tidak mengenakkan saat ia mandi tadi.
"Adek kenapa?." Tanyanya menggunakan nama panggilan baru, yaitu 'adek' dengan hati-hati. Dava mendongak melihat ke arah Rendi, matanya sudah memerah akibat menangis. Segera ia peluk sang kakak dengan erat, isakan yang tadi tertahan keluar begitu saja.
Yang di peluk terkejut kemudian membalas pelukan tersebut dan menepuk pelan punggung rapuh itu. "Tenang ya, kakak disini."
"Kakak." Panggilan yang begitu nyaman dan ingin di denger terus oleh rungu Rendi.
"Iya, kakak disini. Sudah ya ayok masuk ke kamar." Dava menurut saja saat ia di bantu berdiri oleh Rendi.
Saat Dava berdiri, remaja manis itu memekik saat merasakan sakit di kakinya. Rendi langsung panik dan memeriksa, bodohnya ia yang tidak mengetahui adanya kaca di sebelah Dava yang menyebabkannya anak itu terluka. Mungkin karena ia terlalu fokus dengan Dava sehingga tidak mengetahui hal tersebut.
"Kaki adek luka, ayok naik biar kakak gendong." Rendi berjongkok membelakangi Dava dan menepuk bahunya pelan. Dava diam saja, ia takut salah mengartikan maksud Rendi. Tidak kunjung ada beban di punggungnya, Rendi berbalik menghadap Dava yang masih dalam mode diamnya dengan raut menahan sakit.
"Ayo naik, kakak gendong." Dengan sabar Rendi memberi arahan agar Dava tahu. Dava mengangguk lalu pelan-pelan ia mulai naik ke punggung Rendi. Jujur saja, Dava masih takut akan kejadian tadi, ia takut jika nanti ia bertemu dengan orang seram itu, Agus.
Dengan telaten Rendi membersihkan darah dan luka di kaki Dava, ia masih memikirkan apa yang sebenarnya terjadi sampai Dava terluka sepertinya ini. Untung saja tidak dalam luka di kaki Dava tersebut, jadi Rendi masih bisa mengobati itu sendiri.
Dava memekik kaget saat obat merah menyentuh lukanya, begitu perih. Tangannya meremat pundak Rendi yang berjongkok didepannya, memberitahu jika luka itu sakit.
Rendi tahu kaca darimana itu berasal, dari foto yang jatuh yang tadinya terpajang serta sebuah foto yang berada didekat Dava tadi..
"Pasti sakit kan, untung aja nggak terlalu dalam sampe harus di jahit. kakak minta maaf." Sesalnya, baru tadi ia berjanji tidak akan membuat Dava terluka tapi belum sehari Dava sudah terluka.
"Selesai, nggak boleh kemana-mana! Harus duduk disini." Perintah nya seperti menyuruh anak kecil, Dava seperti biasanya, memperhatikan dan diam dengan muka polos nya. Dava merasakan perasaan yang belum ia rasakan sebelumnya, ia tidak pernah di perlakukan seperti ini, perlakukan yang begitu baik seakan menjaganya dari marabahaya. Setelah meletakkan kotak P3K nya, Rendi kembali mendekati Dava.
Jika dilihat lagi, penampilan Dava saat ini sudah bersih dan terlihat sekali wajah imutnya itu, rambutnya yang panjang menambah kesan cantik untuk anak laki-laki seperti nya, mungkin jika orang melihat juga, mereka mengira Dava seorang gadis. tidak ada lagi muka dan wajah yang dekil, tidak ada lagi baju yang sudah rusak dan sobek dipakainya. Rendi senang melihatnya, ia tidak bisa membayangkan jika ia tidak membawa Dava pulang. Anak itu pasti kesepian saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
New World (END)✓Terbit
Fiksi PenggemarDi sanalah dirinya hidup, di tengah hutan tanpa seorang yang menemaninya. Mungkin sangat mustahil, namun apa sih yang tidak bisa terjadi di dunia ini?. Dirinya yang suka menatap bintang pada gelapnya malam hari yang bahkan tidak mengetahui nama dan...