37 (Revisi)√

1.5K 206 21
                                    

Dini hari, Dava terbangun dari tidurnya. Ia tidak bisa tidur hingga berkali-kali terbangun. Suara helaan napas terdengar setelahnya, melirik dinding yang tertempel jam disana yang menunjukkan pukul 02.00 WIB dini pagi.

Dirinya yang memang tidak memiliki ponsel hanya bisa termenung, selama ini ia tidak pernah meminta benda itu pada Rendi ataupun Mita. Entahlah dirinya belum tertarik akan benda canggih tersebut. Walau dirinya sangat terkagum-kagum ketika pertama melihat benda canggih tersebut bisa mengeluarkan suara, menangkap gambar dan hal lainnya.

Diruangan yang Dava tidur hanya ada ranjang tempat tidur, satu lemari dan meja belajar, itu saja. Ruangan ini pun tidak terlalu besar maupun terlalu kecil, sedang.

Dirinya kembali menangis, mengingat entah sampai kapan akan terjebak di dalam sini. Hingga suara pintu terbuka menghentikan tangisnya dan merunduk takut ketika Maya yang datang.

"Suara tangis mu itu mengganggu!." Sentaknya, membuat Dava semakin takut.

"M-maaf."

"Maaf, maaf. Awas saja jika masih saja menangis, Tante tidak segan-segan untuk menghukummu." Setelah mengatakan itu, Maya pergi membanting pintu sampai menimbulkan suara keras yang membuat Dava terlonjak kaget.

"Dava harus gimana, maafin Dava kak Rendi." Dava terisak pelan berusaha agar tidak ada suara tangisnya yang keluar.

Tadi malam Dava memberanikan diri untuk keluar kamar, dan ternyata didepan kamarnya itu dijaga oleh dua orang yang pastinya suruhan Maya.

"Dasar perempuan tua, Dava benci." Gumamnya dengan mengelap jejak air matanya dengan lengan bajunya.

"Tante Maya khawatir banget Dava rebut perusahaan kakek. Padahal Dava nggak mau itu, Dava udah nemuin kebahagiaan dan keluarga Dava sendiri, Dava nggak butuh harta itu."

"Kenapa tante nggak minta pelan-pelan sama Dava kalo mau itu, kan jadinya nggak seribet ini. Dava bisa aja bilang ke kakek kalo Dava nggak mau jadi apalah itu. Tante yang bodoh apa Dava yang pinter?." Ujar Dava lagi pada heningnya pagi, bahkan masih sangat pagi, tidak ada yang menyahuti, hanya ada dirinya sendiri disana yang sudah membaringkan lagi tubuhnya, kantuk menyerangnya lagi hingga tidak sadar Dava sudah jatuh dalam mimpinya.

Pemikiran Dava ada benarnya, jika Maya meminta dengan baik-baik dan langsung menceritakan tidak setujunya dengan Dava yang akan jadi pewaris itu pada tuan Wijaya, mungkin hal ini tidak terjadi. Semuanya akan baik-baik saja dan tidak banyak melibatkan beberapa pihak.

Terdiam beberapa lama membuat matanya kembali mengantuk, ia baringkan tubuh lelahnya hingga dengan menatap langit-langit kamar, Dava ingin semoga ini segera berakhir. Dava ingin hidup normal, tanpa adanya pihak yang menolak kehadiran nya.

.

Rasanya baru seperti beberapa menit saja bagi Dava merasakan nyenyaknya tidur, namun guncangan ditubuhnya membuat ia mau tidak mau membuka matanya.

"Bangun! Kau tidak tau ini sudah jam berapa?. Ck pemalas." Tutur Ejas dengan nada sinisnya.

"Dava nggak bisa tidur tadi malem, Dava masih ngantuk kak." Ejas yang mendengarnya hanya memutar bola matanya malas.

"Cepat mandi!." Tanpa perasaan Ejas menarik tangan Dava hingga anak itu terhuyung jatuh karena tidak siap akan tindakan Ejas yang mendadak.

Ejas kembali menarik Dava dengan kasar, yang diperlukan seperti itu hanya bisa mengerucutkan bibirnya kesal.

"Jahat banget sih, Dava kan masih bisa jalan. Kak Ejas nggak perlu kasar kayak gitu." Dengan berani Dava mengatakan itu membuat Ejas akan melayangkan tamparan yang refleks Dava menutup matanya dengan tangan melindungi wajahnya, namun tamparan Ejas tertahan, pemuda itu menurunkan kembali tangannya ketika ingat jika ia tidak boleh menyakiti Dava secara langsung.

New World (END)✓TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang