Jangan lupa vote dan comment nya...
***
Tari menggulung selimut sebatas dadanya. Duduk dengan santai di atas ranjang sambil memainkan ponsel yang sudah sejak beberapa jam yang lalu berdering, namun diabaikannya. Pukul tiga dini hari, dia baru terbangun dari tidurnya yang kurang lebih hanya satu jam itu.
Membalas satu persatu pesan yang masuk, terutama dari teman-temannya yang mencarinya karena menghilang begitu saja. Safira jelas mengkhawatirkannya. Tari hanya bisa beralasan kalau dia mendadak tidak enak badan, jadi pulang lebih dulu.
Sebuah tangan membelai punggung telanjangnya, membangunkan bulu-bulu halus disekujur tubuhnya. Dia menoleh, menatap seorang lelaki yang masih terbaring memejamkan mata disampingnya.
"Masih malam,...." Gumam lelaki itu setengah mengantuk.
"Ini sudah pagi, aku harus segera kembali." Tari bangkit, mengambil semua pakaiannya yang berserakkan di lantai, kemudian mengenakannya kembali. Sebuah gumaman kecil kembali terdengar. Lelaki ini jelas sekali masih mengantuk.
Berjalan menuju kaca besar dihadapannya, dia merapihkan rambutnya yang berantakkan dengan jari, menghapus sisa-sisa riasan yang berantakan, terutama lipstik nya yang sudah tidak berbentuk efek ciuman mereka tadi.
Dari kaca dia bisa memperhatikan teman kencan satu malamnya yang mulai sadar. Lelaki itu setengah duduk dengan mata yang masih sayu, tapi sudah cukup terbuka untuk melihat Tari yang sudah rapih seperti keadaan semula.
Bolehkah Tari jujur kalau lelaki ini begitu tampan? Rambutnya hitam dengan rahang tegas yang begitu menggoda. Alisnya tebal, hidung yang mancung, dan bibir yang luar biasa menggoda iman, belum lagi kemahirannya memuaskan wanita diatas ranjang.
"Mau pergi? Secepat ini?" Tanyanya dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.
Tari berbalik menghadap lelaki itu, berjalan menghampirinya, kemudian mengecup singkat bibir yang mampu membuainya beberapa jam lalu. Buru-buru dia jauhkan wajahnya sebelum hal yang lain terjadi. Ini sudah hampir pagi dan dia tidak punya waktu untuk bermain lagi.
"Aku harus pulang, tidak bisa lama-lama disini. Ada yang menungguku." Senyum Tari mengembang. Satu tangan menahannya ketika dia hendak berbalik meninggalkan lelaki itu.
"Siapa namamu? Kapan kita bertemu lagi? Dan bagaimana aku bisa menghubungimu?"
"Kamu tidak perlu tahu namaku karena kita tidak akan bertemu lagi dan tidak akan berhubungan lagi. Hanya semalam, tidak lebih. Hanya malam ini, tidak ada malam-malam berikutnya, dan tidak ada pertemuan-pertemuan berikutnya." Tari melepaskan genggaman di tangannya, meraih tasnya kemudian berjalan ke arah pintu.
"Lihat saja, aku pasti bisa menemukanmu lagi,..." Kata lelaki itu dengan yakin.
Tari tersenyum kecil, kemudian keluar begitu saja meninggalkan lelaki yang dia tahu pasti masih mengamati kepergiannya. Malam ini dia melakukan hal yang tidak seharusnya dia lakukan, menyerahkan tubuhnya dengan sukarela pada lelaki yang dia tidak kenal sama sekali.
Semalam dia memang mabuk, tapi cukup sadar untuk menolak ajakkan menggoda lelaki itu. Apa nyatanya, dia malah terbuai dengan lelaki yang menggodanya dengan kata-kata manis dan romantis. Wanita dewasa sepertinya ternyata masih mempan dirayu dengan hal-hal seperti itu.
Tari bergegas melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Hampir pukul setengah empat pagi, harusnya tidak lama untuk bisa sampai di rumahnya mengingat jalanan sesepi ini. Dia butuh istirahat sebelum besok dia harus setor muka di pernikahan Safira, sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Dipersimpangan Hati (Completed)
Chick-LitHidup Mentari memang baik-baik saja sekarang. Dia seorang Pengacara yang cukup disegani, punya penghasilan sendiri, mandiri, cantik, pintar, pokoknya masih banyak lagi nilai plus lainnya. Mana ada yang menyangka kalau dulu dia pernah dicampakkan beg...