Happy reading all, jangan lupa vote dan comment nya. Thank you...
***
"Kenapa kita jadi nganterin Disha duluan?" Protes Mentari pelan setelah Disha turun dari mobil. Dibelakang Kai sudah terlelap tidur.
"Aku pulangnya lebih dekat dari rumah kamu. Kalau anterin kamu dulu, terus baru pulangin Disha nanti balik ke apartemennya aku ngelewatin rumah kamu lagi." Kata Melvin menjelaskan. Padahal sebenarnya mau dari rumah Disha juga tidak ada masalah, dia bisa masuk tol supaya tidak jauh.
"Kamu udah lama kenal sama Anggun?" Melvin berusaha membuka percakapan.
"Teman kuliah aku dulu di kampus, tapi beda jurusan. Udah berapa lama ya?
Empat belas tahun ada kali." Ujar Mentari.
"Lama juga ya, masih awet aja kalian berteman."
"Masih lah, orang temanku cuma itu-itu aja. Kalau nggak Anggun ya Safira. Kamu sendiri? Aku nggak tahu kalau Anggun kenal sama kamu, malah sampai ada di pesta lajangnya Safira juga. Kamu kenal juga sama Safira?" Melvin mengangguk.
"Iya, teman main nggak sengaja dulu sama suaminya Safira. Kalau sama Anggun nggak dekat, cuma ketemu beberapa kali aja."
"Tapi kayanya dekat banget tadi. Anggun aja nyaman banget kok mukul in kamu. Kalau nggak dekat mana berani dia main hajar begitu." Kata Mentari datar.
"Kamu cemburu?" Melvin menaikan sebelah alisnya. Dia menatap Mentari sesaat sebelum kembali fokus pada jalanan di depannya.
"Aku?" Kata Mentari tidak percaya. "No, untuk apa aku cemburu. Jangan mengada-ada."
"Yaah, padahal aku sedikit senang tadi kalau kamu cemburu." Kata Melvin pura-pura sedih.
Mentari tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. Selanjutnya tidak ada pembicaraan lagi dari kedua orang dewasa itu. Jalanan Ibukota sudah bebas dari kemacetan. Terang saja ini sudah hampir pukul sepuluh malam.
Setelah puas bermain di Dufan, Melvin mengajak mereka mampir makan pizza sebagai makan malam mereka. Disha dan Kai begitu senang bukan main. Kadang mereka begitu akur, kadang bertengkar, sempat diam-diaman juga tidak mau bicara, ujung-ujungnya baikan lagi ketika makan. Dasar anak-anak.
Dua puluh menit mereka sudah sampai di depan rumah Mentari. Yuli keluar membukakan pintu gerbang supaya mobil Melvin bisa masuk. Kai terlalu pulas untuk dibangunkan, Melvin tidak tega.
"Kamu yakin mau gendong Kai ke kamar? Tiga puluh dua kilogram loh. Yakin
tangan kamu nggak keseleo nanti?"
"Ck, cuma tiga puluh dua kilogram. Jangankan gendong Kai sampai ke kamar, gendong kamu sampai kamar aja aku kuat. Mau coba?" Melvin menaik turunkan alisnya menggoda Mentari.
Melvin membuka pintu belakang, dengan mudah dia meraih Kai, menggendongnya seperti menggendong anak usia dua tahun. Kai sempat menggeliat kecil sebelum mengeratkan pelukannya pada leher Melvin.
Dengan hati-hati Melvin menggendong Kai ke kamarnya, membaringkannya di atas tempat tidur. Mentari menyuruh Yuli mengambil sebaskom air hangat dan lap. Dengan sigap dia membuka lemari pakaian Kai, mengambil sepasang piyama berwarna kuning dengan motif jerapah.
"Aku ke ruang tamu." Kata Melvin yang di-iyakan oleh Mentari.
Untung saja Kai tidak mudah terbangun ketika Mentari membersihkan tubuhnya. Tidak butuh waktu lama, dia sudah memasangkan piyama jerapah ke tubuh
Kai, sementara putranya masih terlelap, tidak terganggu sedikit pun.
Keluar dari kamar, dia mendapati Melvin yang bersandar di sofa sambil memainkan ponselnya. Mentari menghampiri, duduk tepat di samping Melvin yang langsung menghentikan aksi memainkan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Dipersimpangan Hati (Completed)
ChickLitHidup Mentari memang baik-baik saja sekarang. Dia seorang Pengacara yang cukup disegani, punya penghasilan sendiri, mandiri, cantik, pintar, pokoknya masih banyak lagi nilai plus lainnya. Mana ada yang menyangka kalau dulu dia pernah dicampakkan beg...