Happy reading, jangan lupa vote dan comment nya. thank you...
***
Dentuman cukup keras mengagetkan Mentari. Dihadapannya Adrian berdiri dengan pongahnya. Sementara Tania dibelakang curi-curi pandang dengan ketakutan. Beberapa jam yang lalu Mentari baru saja meninggalkan pesan pada Tania kalau Adrian Aziz sangat amat terlarang untuk menemuinya, apalagi menginjakkan kaki di dalam kantornya.
Sekarang lihat apa yang terjadi, kurang dari lima jam sejak instruksinya Adrian sudah ada di depan matanya. Mentari mengamati lelaki itu, mantan kekasihnya dari atas kepala hingga bawah kaki, kembali lagi ke atas dan bertemu dengan manik hitam pekat milik Adrian.
"Bu, saya..." Tania kehilangan kata-katanya.
"It's ok, kamu boleh kembali ke meja kamu." Jawab Mentari santai.
Tania mundur perlahan, menutup pintu sepelan mungkin. Mentari benci berisik, dan Tania tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi setelahnya. Satu ruangan dengan orang yang paling dihindari, dan baru saja menimbulkan kebisingan.
Mentari pasti akan sangat mengerikan.
Adrian berjalan menghampiri Mentari, duduk di hadapannya tanpa dipersilahkan. Mentari sendiri hanya memperhatikan gerak-geriknya tanpa berkomentar apapun. Dia hanya akan menunggu Adrian yang berbicara lebih dulu.
"Kamu tidak mau bertemu denganku lagi?" Tanya Adrian.
"Tidak. Aku tidak ingin buang-buang waktu bersama orang yang tidak mendatangkan keuntungan untukku. Kamu tahu waktuku begitu berharga sebagai Pengacara." Jawab Mentari menusuk.
"Aku bisa bayar, sebut berapa supaya kita bisa bicara." Mentari menyunggingkan senyum tipisnya, tidak habis pikir dengan Adrian yang sekarang.
Dulu Adrian memang menyebalkan, tapi melihat tingkahnya sekarang jauh lebih memuakkan.
"Kamu sanggup bayar berapa? Daripada repot-repot menghabiskan uang untuk bicara denganku, lebih baik kamu simpan untuk biaya hidupmu nanti setelah putusan perceraian. Aku yakin kamu akan sangat membutuhkannya." Adrian mengepalkan tangannya geram. Ucapan Mentari begitu menyayat dan tepat sasaran.
"Putusan masih lama, apapun bisa terjadi selama persidangan. Jangan merasa menang dulu," Kata Adrian. Dia mengamati sekilas penampilan Mentari. Kemarin di persidangan dia hanya bisa melihat dari jauh, sekarang dia benar-benar bisa melihat Mentari dari dekat. Sedekat ini.
Sudahkah dia bilang kalau Mentari jauh lebih cantik dibandingkan yang dulu? Kulitnya masih sama seperti dulu, kecoklatan, begitu menggoda. Tubuhnya jauh lebih menggiurkan dibandingkan Mentari yang kurus dulu. Semua yang ada pada diri
Mentari luar biasa untuk dipuji, kecuali mulut berbisanya.
"Kalau kamu hanya ingin membuang waktu dengan menatapku, kamu bisa lakukan dari google. Fotoku banyak disana. Sekalian kamu cari reputasiku disana supaya kamu bisa menerka-nerka akan seperti apa akhir persidangan nanti." Kata Mentari dingin.
"Aku hanya perlu bicara denganmu, hanya itu. Aku tidak berniat membicarakan perceraianku."
"Mau apa lagi? Bicara ya tinggal bicara saja, aku mendengarkan sekarang. Kamu masih tidak puas menerobos ruang kerjaku dan sekarang menyita waktuku hanya untuk mendengarkan bualan tidak penting mu saja?" Adrian ini benar-benar keras kepala dan tidak bisa diberitahu secara baik-baik. Masa dia harus pencak silat dulu di kantornya sendiri hanya untuk mengusir Adrian.
"Aku minta maaf," Kata Adrian cepat. "Aku minta maaf untuk semua yang dulu aku lakukan padamu. Tidak seharusnya aku meninggalkanmu dulu." Lanjut Adrian. Dengan hati-hati dia memperhatikan ekspresi Mentari. Sayangnya tidak ada perubahan apapun disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Dipersimpangan Hati (Completed)
Literatura FemininaHidup Mentari memang baik-baik saja sekarang. Dia seorang Pengacara yang cukup disegani, punya penghasilan sendiri, mandiri, cantik, pintar, pokoknya masih banyak lagi nilai plus lainnya. Mana ada yang menyangka kalau dulu dia pernah dicampakkan beg...