19. Pernyataan

19.2K 2.2K 70
                                    

Happy reading all, jangan lupa vote dan comment nya. Thank you...

***

Mentari memijat kepalanya yang nyut-nyutan. Sejak bangun tidur tadi pagi Kai sudah merecokinya dengan pertanyaan "Om Melvin kesini nggak ma?" Yang kalau Mentari hitung-hitung sampai siang ini jumlahnya sudah lebih dari sepuluh kali, padahal belum juga jam dua belas siang.

Kai seolah tidak puas dengan jawabannya yang hanya sekedar tidak tahu. Memang dia tidak tahu Melvin akan datang atau tidak. Seminggu ini Melvin hilang tanpa jejak. Mentari tidak bertemu sedetik pun dengan lelaki itu, baik di li , atau di tempat mana pun. Melvin seolah-olah hilang dimakan buaya tidak bersisa. Mentari juga tidak mungkin menghubungi lelaki itu lebih dahulu. Gengsinya terlalu tinggi kalau sampai tidak dibalas oleh Melvin.

"Ma,...." Suara panggilan Kai terdengar bersama dengan derap langkah putranya.

"Mama nggak tahu ya kalau nanyain Om Melvin lagi." Jawab Mentari sebelum anaknya itu menanyakan tentang Melvin lagi. Kai muncul di hadapannya sambil mengucek matanya yang mulai sayu.

"Nggak kok ma, Kai lapar, mau makan. Boleh makan di luar nggak?"

Mentari menghela nafasnya lega. Paling tidak dia tidak dirundung dengan pertanyaan seputar Melvin lagi.

"Anak mama mau makan apa?"

"Hmmm....," Kai berpikir sejenak sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di dagu. "Makan pizza yuk ma..." Lanjutnya.

"Perasaan makan pizza-nya belum lama deh, udah mau makan lagi?" Kai mengangguk cepat dengan semangat.

"Pengen lagi. Boleh ma?" Ya Tuhan, Mentari bingung menurun dari siapa sifat manis Kai. Saat dulu kecil dirinya tidak semanis ini, dia bahkan jarang berbicara.

Lebih banyak diam, bicara, tersenyum, dan komentar hanya seperlunya. Kalau Adrian, Mentari tidak yakin lelaki itu semanis ini.

"Boleh, ayo ganti baju."

Mentari keluar dari kamarnya, membantu Kai memilih pakaiannya, baru kemudian dia mengganti pakaiannya sendiri, memoles make up tipis, hanya bedak dan alis. Tidak butuh waktu lama, hanya lima belas menit kemudian Mentari menyambar tasnya. Kai sendiri yang sudah rapih sudah menunggu di teras rumah. Mereka kemudian bergegas. Ini sudah jam makan siang, semoga saja tidak terlalu ramai.

"Ma, mama nggak coba telepon Om Melvin?" Tanya Kai polos. Mentari hanya bisa menarik napas dalam-dalam, bingung harus memberi pengertian yang bagaimana pada putranya kalau dia tidak mau menghubungi Melvin duluan.

"Kamu kenapa sih dari tadi pagi Om Melvin Om Melvin terus." Keluar juga protes yang sejak tadi Mentari tahan.

"Tumben Om Melvin nggak datang, katanya mau main lagi sama Kai." Kai tertunduk sedih. Sebegitu rindunya kah putranya pada Melvin?

"Kai, Om Melvin itu kerja juga kaya mama. Ada saatnya kita sibuk banget sampai-sampai nggak sempat kemana-mana. Nanti kalau sudah selesai juga mampir lagi Om Melvin-nya."

"Boleh telpon Om Melvin nggak ma? Mama belum telepon kan tanya ke Om

Melvinnya." Mentari gemas sekali pada putranya ini.

"Nanti ya, mama sudah kirim pesan kok, tapi belum dibalas. Berarti Om Melvin lagi sibuk banget. Nanti kalau senggang dan bisa di telepon kita telpon ya." Bohong Mentari. Dia sama sekali tidak pernah mengirimkan pesan apapun pada Melvin.

"Yaaah, yaudah deh ma." Kai kembali tertunduk lesu. Dia menggoyangkan kakinya yang sedikit menggantung sambil memainkan jari-jari tangannya sendiri.

Mentari bingung apa yang Melvin lakukan sampai-sampai Kai bisa jadi kecanduan dengan Om Melvinnya begini. Jangan-jangan putranya dipelet karena sering dibelikan makanan. Mentari menggelengkan kepalanya pelan, tidak boleh berpikir yang aneh-aneh.

Mentari Dipersimpangan Hati (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang