2. Pertemuan Tak Terduga

39.2K 3.4K 32
                                    

Jangan lupa vote dan comment nya...

***

Mentari menatap pantulan dirinya dari cermin. Tidak terlalu buruk, paling tidak dia tidak terlihat seperti manusia yang kurang tidur. Riasan tipis yang bertengger manis di wajahnya lumayan bisa diandalkan.

         Kali ini dia memilih dress resmi merah muda selutut lengan panjang, pakaian yang biasanya memang dia gunakan untuk ke kantor sebenarnya. Tari membiarkan rambut bergelombang sebahunya tergerai namun tetap rapih. Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, dia menyambar clutch bag berwarna coklat mudanya, senada dengan stiletto yang dia kenakan.

         Tari setengah berlari menaiki mobilnya. Dia bisa terlambat kalau tidak buru-buru. Pemberkatan Safira dimulai pukul sembilan pagi, dan sekarang sudah hampir setengah sembilan. Belum lagi kondisi jalanan yang tidak dapat diprediksi, drama cari-cari parkir dan lain sebagainya. Bisa mati didiamkan Safira dia kalau sampai terlambat.

         Untungnya hari ini sedang berpihak pada Tari. Jalanan yang tidak terlalu ramai, parkiran yang tidak begitu sulit untuk didapatkan, dan yang paling penting dia tidak terlambat. Kurang dari setengah jam dia sudah berhasil duduk manis di dalam Gereja bersama dengan tamu-tamu lainnya.

         Sepuluh menit lagi acara akan dimulai. Sahabat-sahabatnya sudah ada sejak tadi, mengambil tempat duduk di bagian depan. Tari sendiri memilih tempat duduk di belakang, dia cukup tahu diri karena datang paling akhir. Mau jalan ke depan juga malas rasanya. Biarkan saja, yang penting kan dia sudah setor muka ke Safira.

         Senyum Tari mengembang sendiri, mengingat bagaimana kisah cinta sahabatnya itu yang akhirnya bisa berakhir di pelaminan juga. Dua belas tahun pacaran dengan putus nyambung yang tidak bisa dihitung. Satu kata yang tentu saja ada di kepala Tari adalah finally.

         Tari merasakan hembusan napas kencang seseorang yang baru saja mengambil tempat duduk tepat di sampingnya. Dari suaranya sudah jelas kalau orang tersebut habis berlari sekencang mungkin. Ternyata ada yang lebih terlambat dari dirinya.

         "Kita bertemu lagi..."

         Senyum Tari menghilang, mendengar suara lelaki yang familiar di telinganya. Tidak begitu familiar, tapi dia cukup tahu siapa pemilik suara itu. Dengan cepat dia menolehkan kepalanya, menatap lelaki tampan yang sedang menyunggingkan senyum menjengkelkannya.

         "Kamu....," Tari tidak bisa berkata-kata. Mulutnya tertutup lagi, bingung harus berkata apa.

         "Aku bisa menemukanmu kan?" Sungguh Tari ingin memukul lelaki dihadapannya yang masih tersenyum bangga ini, tapi tidak mungkin. Dia tahu betul apa itu hukum, akan sangat memalukan kalau dia malah melakukan hal yang jelas-jelas dia tahu salah.

         Lelaki ini ada di tempat yang sama saat dia hadir di pesta lajang Safira. Tari pikir kalau lelaki ini hanya pengunjung biasa, bukan siapa-siapa. Tapi melihat kehadirannya disini lagi, entahlah, kerabat Safira mungkin.

Kalau sampai lelaki ini benar kerabat Safira, rasanya Tari ingin menenggelamkan diri ke bumi karena sudah tidur dengan salah satu kerabat sahabatnya. Sungguh memalukan kalau sampai Safira tahu. Semoga saja mulut lelaki disampingnya ini tidak seperti mulut ibu-ibu komplek.

         "Kamu tidak mau menyapaku? Paling tidak sekedar bertanya bagaimana kabarku setelah ditinggalkan begitu saja tadi pagi?"

         Lagi, lelaki ini mampu membuat Tari refleks menolehkan kepalanya dengan cepat. Mata mereka beradu. Bedanya ada kemarahan dan rasa tidak suka dimata Tari, sementara lelaki itu sebaliknya. Dia menatap Tari dengan tatapan jahil.

Mentari Dipersimpangan Hati (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang