Jangan lupa vote dan comment nya...
***
Mentari memejamkan matanya sejenak setelah hampir delapan jam dia mengemudikan mobilnya dari Jakarta ke Solo. Pundaknya mulai kaku. Sebelum subuh tadi dia sudah meninggalkan Jakarta, dan sekarang sudah hampir pukul sebelas siang.
Setelah memastikan mobilnya terparkir dengan benar, tidak menghalangi jalan orang ataupun kendaraan lain, barulah dia keluar. Maklum saja, namanya juga masih di desa, rumah kedua orangtuanya juga tidak besar. Dia sempat melihat satu mobil bertengger manis di garasi. Siapa lagi kalau bukan mobil mas Jagad, kakak lelakinya itu sepertinya juga sedang ada dirumah.
Benar saja, baru dia membuka pintu gerbang Jagad sudah berdiri diambang pintu masuk sambil melipat kedua tangannya, memperhatikan dirinya dari kejauhan. Tidak biasanya kakaknya itu ada di rumah. Semenjak kakaknya itu menjadi abdi Negara, Mentari jadi jarang bertemu dengan Jagad karena lelaki itu terlalu sering berpindah tempat.
"Mas, apa kabar?" Tanya Mentari ketika sudah ada dihadapan Jagad.
"Baik, kamu jalan jam berapa? Kok jam segini sudah sampai. Naik mobil lagi." Mentari cengegesan mendengar Jagad yang begitu cerewet.
"Jam tiga pagi kalau nggak salah. Mba Gendis ada disini juga?" Mentari melongokkan kepalanya kedalam.
"Jangan suka berangkat sepagi itu, nyetir mobil sendiri lagi. Bahaya dek."
"Bapak sama ibu kemana?" Jagad memperhatikan adik semata wayangnya itu dengan serius, sampai dia sadar sendiri seperti apa watak keras kepala Mentari.
"Bapak sama ibu masih di sawah, sebentar lagi juga pulang. Tadi ibu sekalian bawa Kai sama Aruni. Katanya Kai mau mandiin sapi." Jelas Jagad. Mentari mengangguk mengerti.
Mentari melangkahkan kakinya ke dalam. Rumah masa kecilnya yang masih sama seperti dulu, tidak berubah sama sekali kecuali warna cat yang baru dan juga beberapa barang di dalam sana yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Selebihnya masih sama, bahkan tata letaknya pun tidak berubah.
"Baru sampai dek?" Suara lembut menyapa Mentari. Gendis, kakak iparnya muncul dari dapur mengenakan apron. Sudah pasti dia sedang memasak. Jagad begitu beruntung bisa bertemu dengan Gendis. Wanita lemah lembut dan sabar ini benar-benar patut dijadikan panutan, sayangnya Mentari tidak akan bisa menjadi seperti itu.
"Baru kok mbak. Mbak lagi masak apa? Mau aku bantuin?" Tawar Mentari.
"Nggak usah toh. Kamu baru juga sampai, pasti capek. Istirahat saja dulu. Sebentar lagi bapak sama ibu juga balik. Nanti mbak minta tolong mas Jagad bantuin turunin barang-barang kamu." Lihat kan betapa baiknya kakak iparnya ini.
"Makasih ya mbak, aku ke kamar sebentar." Kata Tari kemudian berjalan menuju kamarnya yang ada di ujung, meninggalkan Gendis yang pasti akan kembali pada kesibukannya di dapur.
Kamar Mentari juga sama tidak berubahnya. Cat temboknya masih berwarna abu-abu muda, bahkan seperai yang terpasang sekarang adalah seperai favoritnya, perpaduan warna coklat muda dan biru muda.
"Barang kamu cuma segini dek?" Jagad sudah ada diambang pintu, menenteng dua buah tas duffel milik Tari.
"Iya, cuma sebentar aja kan mas disini. Lagian baju-baju aku juga masih ada di lemari."
"MAMA!!!" Teriak seorang anak lelaki yang tentu saja dia sudah tahu siapa. Anak lelaki itu berlari kencang mengambur pada Mentari dan memeluk pinggangnya.
"Ih bau, pulang mandiin sapi belom mandi udah peluk-peluk mama." Kata Mentari iseng.
"Kai kan kangen, udah seminggu nggak ketemu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Dipersimpangan Hati (Completed)
ChickLitHidup Mentari memang baik-baik saja sekarang. Dia seorang Pengacara yang cukup disegani, punya penghasilan sendiri, mandiri, cantik, pintar, pokoknya masih banyak lagi nilai plus lainnya. Mana ada yang menyangka kalau dulu dia pernah dicampakkan beg...