Happy reading all, jangan lupa vote dan comment nya. Thank you...
***
Adrian memejamkan matanya untuk sesaat. Ada banyak hal yang berkecamuk di kepalanya sekarang. Pernikahannya kandas, keadaan perusahaannya tidak sebaik dulu, dia punya seorang putra, Mentari yang menjalin hubungan dengan sepupunya, belum lagi ibunya yang selalu menelpon sejak kemarin.
Dia tahu kalau ibunya pasti sudah tahu walaupun belum semuanya. Dia yakin Tante Arimbi sudah mengatakan semuanya pada ibunya, termasuk dirinya yang datang dan marah-marah kemarin. Katakanlah dia bodoh dan tidak tahu malu. Harusnya bukan Tante Arimbi yang jadi sasaran kemarahannya, tapi Melvin.
Lalu kenapa dia tidak berani mendatangi Melvin langsung dan meluruskan semuanya? Malahan sepupunya itu yang mendatanginya dan dengan terang-terangan mengatakan kalau dia akan tetap menikahi Mentari. Adrian memang pengecut, sejak dulu.
Perut Adrian berbunyi cukup keras, menandakan kalau dia sangat lapar sekarang. Kemarin dia sama sekali tidak sempat makan, tadi pagi pun dia hanya menyentuh sepotong roti yang sempat dibeli dari minimarket di bawah apartemennya.
Dia bangkit berdiri, mengambil barang-barangnya dan beberapa dokumen yang akan dia bawa pulang, kemudian mematikan semua lampu dan pendingin ruangan sebelum keluar dari sana. Hari ini dia tidak ingin pulang ke apartemennya. Adrian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, menuju ke pinggiran kota Jakarta. Kalau jalanan tidak macet, sore hari dia sudah bisa sampai disana. Alunan lagu lawas menemani perjalanan Adrian kali ini. Lagu lama yang bahkan dia saja belum lahir mungkin, namun entah kenapa dia menyukai lagu ini.
Please release me let me go
For I don't love you anymore
To waste our lives would be a sin
Release me and let me love again
Setengah jam lebih berkendara, Adrian sampai di tempat yang dituju. Rumah sederhana dan minimalis satu lantai, dengan cat putih dan nuansa kayu alami. Dari depan gerbang dia bisa melihat wanita paruh baya sedang menyirami beberapa tanamannya. Dia berjalan perlahan, membuka pintu gerbang sepelan mungkin, namun ternyata tetap menghasilkan bunyi yang bisa menarik perhatian wanita itu menghentikan kegiatannya menyiram tanaman.
"Ma...." Gumam Adrian kecil. Adinda menatap putranya sejenak, kemudian meletakkan selang dan mematikan keran sebelum menghampiri putranya. Senyumnya makin merekah ketika wajah Adrian semakin jelas terlihat.
"Ayo masuk, kok mau kesini nggak bilang-bilang mama dulu Yan?" Adinda memeluk Adrian.
"Mendadak aja ma, makanya nggak sempat bilang."
"Kamu sudah makan?" Tanya Adinda yang dijawab gelengan kepala oleh Adrian.
"Ayo masuk, biar mama siapkan. Kamu nggak bilang jadi mama nggak masak banyak, makan seadanya saja ya." Adrian mengangguk, kemudian mengikuti Adinda masuk ke dalam.
Sampai di dalam, Adinda langsung beranjak ke dapur, meninggalkan Adrian yang mematung. Rumah ini adalah rumah pemberian Adrian untuk ibunya, delapan tahun lalu ketika keuangannya sudah lumayan. Bukan rumah mewah di kawasan elit, hanya rumah biasa saja yang harganya pun tidak bisa dibilang mahal.
Dia sudah lupa kapan terakhir kali dia datang kesini mengunjungi ibunya. Tidak banyak yang berubah, bahkan kalau bisa dibilang tidak ada yang berubah malahan. Dalamnya masih sama, hangat dan penuh makna. Padahal kalau dibandingkan dengan rumah yang Adrian dan Natasha tempati dulu, rumah ini tidak ada apa-apanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Dipersimpangan Hati (Completed)
Chick-LitHidup Mentari memang baik-baik saja sekarang. Dia seorang Pengacara yang cukup disegani, punya penghasilan sendiri, mandiri, cantik, pintar, pokoknya masih banyak lagi nilai plus lainnya. Mana ada yang menyangka kalau dulu dia pernah dicampakkan beg...