-Prolog-

254 49 220
                                    

Andai pertengkaran waktu itu dapat ditarik mundur kembali. Maka tidak akan ada kata kehilangan.

Hujan petir yang menjadi saksinya. Dia, wanita pemilik tahta sepenuhnya pada seorang James Arthur—pria berdarah Amerika Korea. Pria panas yang tidak semua orang dapat menyentuhnya.

Megan tahu malam ini cuaca akan dingin karena pagi tadi ia menonton ramalan cuaca di televisi seperti biasa, tepat sesaat setelah kekasihnya berangkat ke kantor. Namun mengingat tentang pagi tadi, Megan merasa dunianya begitu indah. Wajahnya mendadak panas dan rasa itu kembali membuncah.

James benar-benar pria yang panas. Dan suguhan panas di atas ranjang saat pagi buta adalah hal terbaik bagi keduanya. Saat pagi mulai menilik pelan-pelan, saat itu pula James membangunkannya. Mengecup bibir pinknya untuk mengucapkan selamat pagi.

Saat mata mulai membuka perlahan karena ia merasakan ada sentuhan di bibirnya, maka serta merta Megan tersenyum. Bagaimana tidak, jika apa yang ada di hadapannya adalah pria yang dikirimkan Tuhan dengan begitu sempurna. Pria itu bahkan tengah menatapnya begitu dalam sembari menyangga kepalanya dengan satu tangan yang membuat tubuh menggoda itu miring ke arahnya.

“Good morning my queen.”

Megan tahu ini terlalu pagi, dan tangannya meraih tubuh James untuk kembali tidur dengan baik di atas bantalnya. “Tidurlah lagi sayang. Nanti akan kubuatkan sarapan untukmu.”

Tapi saat mata Megan yang masih berat akan kembali terlelap, James justru mendekatkan tubuhnya yang terbuka pada wajah wanita itu. Membuat Megan semakin mengeratkan tangannya ke tubuh James yang setengah polos. Mendusel pada dada bidang pria itu serta menikmati aroma tubuh maskulin yang sangat memikat.

Dan tiba-tiba saja satu kecupan kecil itu mendarat di puncak kepalanya.

“I love you, Mr. James Arthur.” Lirih Megan dengan seulas senyum di antara rasa kantuk yang masih menguasainya.

James menunduk memperhatikan kepala yang begitu nyaman dalam pelukannya, lalu menangkup wajah pias itu dengan satu tangannya. Mendongakkan wanita itu agar ia bisa mencium bibir sang ratu. Memberi satu hangat yang terus menjadi candunya. Tapi tak berhenti disana. James ingin lebih. Apalagi merasa hembusan napas Megan di dadanya tadi makin meningkatkan hormonnya di pagi ini. Hormon yang harus tersalurkan.

“Nggh—James.. aku masih mengantuk-hh..” suara Megan terdengar parau. Wanita itu masih menahan kantuk dengan suara rendahnya. Namun mendengar suara lemah Megan justru membuat pria itu semakin menginginkannya. Fantasinya telah melayang, begitu pula sisi kejantanannya. Semakin gelisah.

“Tolong jangan mendesah, Nona.” Lirih pria itu di sisi perungu sang wanita.

Tak ada yang bisa menahannya. Perlahan saja tangan itu mulai menelusuri rahang wanita yang nampak kembali tertidur dalam dekapannya. James tahu Megan tak akan bisa kembali tidur. Ini adalah kelemahannya. Dan ia kembali menciumnya, melumatnya dengan lembut dan menikmati bibir ranum sang wanita.

Megan menikmatinya, membalas lumatan itu, membiarkan sang pria menginvasi seluruh rongga dalam mulutnya. Hal intim yang dirasa memabukkan, bahkan lebih memabukkan dari sekadar minum segelas besar wine.

Jemarinya menari dengan lincah sampai pakaian tidur sang ratu perlahan terlucuti dengan halus. Menyisakan helain terakhir yang menutup bagian-bagian krusial sang wanita. Ya, pria panas dengan gerakan yang panas. Tentu saja membuat wanita itu menggila. Sentuhannya, caranya menjamu, dan hembusan napasnya sudah membuat semua saraf menegang sempurna.

James berlaku begitu memuja. Mengecup pelan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sampai saat dirasa semua sudah cukup, dan pusat tubuhnya tak tahan lagi ingin berkuasa, maka tak ada lagi yang dapat menghalangi meski satu helai penutup.

ARCANE [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang